HR Tubuh Dan Darah Kristus

“Menaruh Hormat Pada Perayaan Ekaristi”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: Kel. 24:3-8
Bacaan II: Ibr. 9:11-15
Bacaan Injil: Mrk. 14:12-16.22-26

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Hari ini kita merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus/Ekaristi. Sama seperti Tuhan Yesus yang telah memberi DiriNya sebagai santapan dan minum rohani kita, demikian pun melalui perayaan Ekaristi ini kita diundang untuk berbagi hidup kita dengan sesama, yaitu menolong mereka yang berkekurangan entah secara rohani maupun material, agar mereka pun dapat beroleh hidup dan keselamatan.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Hari raya Tubuh dan Darah Kristus ini ditetapkan oleh Paus Urbanus IV dengan menerbitkan Bulla Transiturus de hoc mundo pada tanggal 8 September 1264, yang isinya memaklumkan agar Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus dirayakan setiap tahun pada HARI KAMIS sesudah Hari Raya Tritunggal Mahakudus. Namun, berdasarkan Kanon 1246 point 2, KWI menetapkan agar HR Tubuh dan Darah Kristus dirayakan pada hari Minggu kedua setelah Hari Raya Pentakosta atau hari Minggu pertama setelah Hari Raya Tritunggal Mahakudus.

Kan. 1246 § 2
Namun Konferensi para Uskup dengan persetujuan sebelumnya dari Takhta Apostolik, dapat menghapus beberapa dari antara hari- hari raya wajib itu atau memindahkan hari raya itu ke hari Minggu.

Penetapan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus oleh Paus Urbanus IV ini sedikit banyak berkaitan dengan mukjizat Ekaristi yang terjadi di Orvieto dan Bolsena. Berikut kisah tentang mukjizat Ekaristi di Orvieto dan Bolsena.

Mukjizat Ekaristi di ORVIETO dan BOLSENA, tahun 1263
Mukjizat ini terjadi pada masa suatu ajaran sesat yang disebut Berengarianisme merajalela di Eropa. Bidaah ini menyangkal Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi. Pada tahun 1263, seorang imam bernama Petrus dari Prague (Negara Ceko) sedang dalam perjalanan ziarah ke Roma untuk berdoa di makam pelindungnya, St Petrus, sebab ia menghadapi masalah yang amat serius. Ia merasakan kebimbangan yang besar mengenai Kehadiran Nyata Yesus dalam Ekaristi Kudus. Ia berdoa agar santo pelindungnya memohonkan rahmat baginya guna menyelamatkan imannya yang goyah. Dalam perjalanan, ia singgah untuk bermalam di suatu kota kecil bernama Bolsena, sekitar 70 mil sebelah utara Roma.

Keesokan harinya, Pastor Petrus merayakan Misa Kudus di Gereja St Kristina. Sementara ia mengucapkan kata-kata konsekrasi, “Inilah TubuhKu,” roti di tangannya berubah rupa menjadi Daging dan mulai mencucurkan darah dengan derasnya. Darah jatuh menetes ke korporale. Pastor Petrus amat terperanjat; ia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Maka, ia membungkus Hosti Kudus dalam Korporale lalu pergi meninggalkan altar. Sementara ia berjalan pergi, tetesan-tetesan Darah jatuh ke atas lantai pualam di altar.

Paus Urbanus IV sedang berada di kota Orvieto, yang tak jauh dari sana. Pastor Petrus segera menemui paus guna menceriterakan apa yang telah terjadi. Paus segera mengutus seorang uskup ke Gereja St Kristina guna menyelidiki peristiwa tersebut dan mengambil Korporale yang membungkus Hosti Kudus yang telah berubah menjadi daging dan darah itu.
Segera sesudah paus menerima Korporale dari Uskup, ia pergi ke balkon Istana Kepausan dan dengan hormat mempertontonkan mukjizat Tubuh dan Darah Kristus itu kepada orang banyak. Bapa Suci menyatakan bahwa mukjizat Ekaristi telah terjadi guna mengusir bidaah Berengarianisme. Pada saat yang sama, seorang pengikut St. Yuliana dari Liège menghubungi paus untuk sekali lagi memohon demi ditetapkannya Hari Raya Corpus Christi. Setahun kemudian, pada tahun 1264, Paus Urbanus IV memaklumkan Hari Raya agung ini kepada seluruh Gereja. (Mukjizat Tubuh dan Darah Kristus itu disimpan hingga kini di Katedral Orvieto. Lantai pualam bernoda Darah disimpan di Gereja St Kristina di Bolsena).

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus!
Pesta Tubuh dan Darah Kristus yang kita rayakan pada hari ini merupakan sebuah panggilan bagi kita untuk menyadari kembali keagungan perayaan Ekaristi yang kita rayakan ini. Setiap kali kita menyambut Komuni Kudus atau Hosti Kudus atau Tubuh Kristus, kita harus beriman atau percaya sungguh-sungguh bahwa kita menerima Tubuh dan Darah Kristus sendiri yang sudah dikurbankan bagi keselamatan kita. Sebab dalam perayaan Ekaristi, Imam bertindak sebagai Kristus sendiri (in persona Christi) dan terutama dalam Doa Syukur Agung, Imam mengulangi kata-kata Tuhan Yesus saat menyerahkan Tubuh dan DarahNya bagi kita: Terimalah dan makanlah. Inilah TubuhKu yang diserahkan bagimu; Terimalah dan minumlah, inilah piala DarahKu, darah perjanjian Baru dan kekal, yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampunan dosa. Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku. Oleh karena itu, sebagai orang Katolik, tidak ada alasan bagi kita untuk meragukan roti dan anggur yang kita persembahkan itu telah diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, yang kemudian kita sambut sebagai kekuatan hidup beriman kita dan jaminan keselamatan kekal kita.

Marilah kita menaruh hormat pada perayaan Ekaristi sebagai perjamuan Tuhan sendiri yang diadakan bersama dengan kita pada saat ini. Jauhkan segala kesibukan dan keributan yang bisa mengganggu konsentrasi kita selama perayaan Ekaristi agar kita pantas menyambut Tubuh dan Darah Kristus pada saat komuni. Amin.

HR Allah Tritunggal Mahakudus

“Credo Ut Intelligam”
(Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: Ul. 4:32-34.39-40
Bacaan II: Rm. 8:14-17
Bacaan Injil: Mat. 28:16-20

Kata Pengantar
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus!
Hari ini kita merayakan pesta liturgis, Hari Raya Allah Tritunggal Mahakudus. Tritunggal dari kata bahasa Latin, Trinitas. Allah yang kita imani itu Esa atau Satu tetapi hadir dalam tiga pribadi, yaitu Bapa, Putera dan Roh Kudus. Pribadi-pribadi Ilahi yang kita sapa sebagai Bapa, Putera dan Roh Kudus selalu kita sebut ketika membuat tanda salib sebagai tanda kemenangan kita.

Marilah kita menyucikan diri di hadapan Tuhan Allah Tritunggal Mahakudus agar kita layak merayakan perayaan Ekaristi kudus ini.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Setelah merayakan hari raya Pentekosta, yaitu peristiwa turunnya Roh Kudus ke atas para rasul pada hari Minggu yang lalu, hari ini Gereja Kudus mengajak kita untuk menyadari kembali seluruh proses komunikasi diri Allah, yang tak kenal lelah dan putus asa dalam sejarah kehidupan umat manusia, yaitu melalui kehadiran Allah Tritunggal Mahakudus: Bapa, Putera dan Roh Kudus.

Sebagai orang Kristen Katolik, jika kita memang sungguh-sungguh menghayati iman kita, dengan setia membaca dan merenungkan Kitab Suci, maka di sana kita bisa menemukan dan memahami proses pernyataan diri Allah yang kita imani sekarang ini sebagai Allah Tritunggal Mahakudus.

Secara sederhana kita dapat menerima pernyataan diri Allah sebagai Allah Tritunggal Mahakudus, yaitu mulai dengan memahami Perjanjian Lama, di mana kita pada mulanya hanya mengenal Allah sebagai Allah yang tunggal, yang mencipta alam semesta dan seluruh isinya. Namun sejak Perjanjian Baru, melalui peristiwa inkarnasi, Sabda Allah menjadi manusia dan tinggal di antara kita, yaitu dalam diri Tuhan Yesus Kristus, maka iman kepercayaan kita mulai dibarui untuk memahami Allah sebagai yang tunggal, namun berkomunikasi atau berbicara kepada kita dalam pribadi-pribadi. Tuhan Yesus dalam banyak kesempatan memberitahukan kepada kita tentang siapa itu Allah Bapa dan bahwa Bapa dan diriNya adalah satu, sehingga dengan kenaikanNya ke Surga, Ia dan Bapa mengutus Roh Kudus untuk membimbing para rasul dan kita semua untuk memahami seluruh kebenaran Allah. Sampai pada peristiwa Pentekosta yang kita rayakan Minggu lalu itu, maka menjadi terang bagi kita bahwa Allah yang kita imani adalah Allah Tritunggal Mahakudus, satu Allah-tiga pribadi: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Ini adalah cara berada Allah yang unik, yang tak kenal lelah dan putus asa untuk mengkomunikasikan diriNya kepada kita, umatNya, agar dikenal dan diimani, bukan untuk dipertanyakan dan diragukan seperti kebanyakan orang tak beriman, yang berusaha menalar Allah, penciptaNya, dengan nalarnya yang terbatas.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus!
Ziarah hidup kita selalu menuju kepada Bapa, mengikuti jejak Yesus PuteraNya dan jiwai oleh RohNya yang kudus. Ketika merayakan Ekaristi, kita juga menyapa Allah Tritunggal Mahakudus melalui tanda salib, melalui madah kemuliaan, melalui doa-doa, melalui syahadat para rasul/Aku Percaya. Patut diakui dengan rendah hati, bahwa doktrin/ajaran tentang Allah Tritunggal Mahakudus ini mungkin tidak mudah diterima oleh semua pihak, bahkan sulit dipahami oleh orang Kristen sendiri. Namun ada nasihat bijak dari orang kudus kita, St. Anselmus. Dia mengatakan “credo ut intelligam”, artinya aku percaya supaya aku mengerti. Banyak kali memang kita menuntut untuk mengerti lebih dahulu baru percaya. Namun dalam hal beriman, itu bukan cara yang tepat. Yang benarnya, yang dikehendaki Tuhan adalah supaya kita beriman dan percaya terlebih dahulu untuk dapat mengerti seluruh rahasia atau kebenaran Allah.

Ada ceritera tentang pergumulan St. Agustinus, yang berusaha memahami tuntas tentang Allah Tritunggal Mahakudus. Pada suatu kesempatan St. Agustinus sedang berjalan di pinggir pantai. Ia berjumpa dengan seorang anak kecil yang sedang bermain di tepi pantai itu. Anak itu menggali sebuah lubang kecil seperti sumur di atas pasir. Lalu ia berulang kali mengambil air laut dengan sebuah gelas kecil dan memasukannya ke dalam lubang itu. Setiap kali lubang itu diisi langsung menjadi kering karena dasarnya adalah pasir. Agustinus bertanya kepadanya, untuk apa ia melakukan semuanya itu. Anak kecil itu menjawab hendak memindahkan seluruh air laut ke dalam lubang kecil tersebut. Agustinus mengatakan kepadanya bahwa usahanya itu hanya sia-sia saja. Tidaklah mungkin memindahkan seluruh air laut ke dalam lubang tersebut. Anak kecil itu kemudian bertanya kepada Agustinus apa yang sedang dipikirkannya. Agustinus menjawab bahwa ia sedang memikirkan misteri Allah Tritunggal Mahakudus. Anak kecil itu tertawa terbahak-bahak sambil mengatakan bahwa otakmu itu kecil seperti lubang buatan saya ini sedangkan Allah Tritunggal Mahakudus itu jauh lebih luas dari samudera raya. Agustinus menjadi sadar bahwa ternyata akal budi tidak mampu memahami seluruh rahasia Tuhan. Ia kemudian berkesimpulan: “Di mana ada cinta kasih, di situ ada Allah Tritunggal Mahakudus: Pencinta, Yang Dicinta dan Sumber Cinta Kasih.

Saudara-saudari terkasih, dengan merayakan hari raya Allah Tritunggal Mahakudus, kita semua diingatkan untuk menyadari kembali misteri iman kepercayaan kita.

Pertama, kita menyembah Allah yang tidak sendirian melainkan Allah yang penuh dengan persekutuan kasih dan saling berbagi. Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah satu komunitas, satu kesatuan. Ini haruslah menjadi dasar bagi persekutuan hidup kita juga, agar kita pun bersekutu dalam kasih, saling mengasihi, seperti keberadaan Allah Tritunggal Mahakudus sendiri.

Kedua, Allah Tritunggal Mahakudus adalah kasih yang sempurna.  Tidak ada kasih lain yang sempurna seperti kasih Tuhan Allah Tritunggal Mahakudus.

Marilah kita semakin mengimani Allah Tritunggal Mahakudus dalam hidup kita, dengan selalu sadar menandai diri dengan tanda keselamatan dan kemenangan kita, yaitu tanda salib: dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Amin.

HR Pentekosta

“Roh Kudus Memimpin Kita
Ke Dalam Seluruh Kebenaran Allah”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: 1 Kor. 12:3b-7.12-13
Bacaan II: Gal. 5:16-25
Bacaan Injil: Yoh. 15:26-27; 16:12-15

Kata Pengantar
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus!
Hari raya Pentekosta yang kita rayakan pada hari ini merupakan puncak pernyataan diri Allah di mana kita sekalian dengan penuh iman mengenal dan menerima kehadiran pribadi ketiga Allah, yaitu Roh Kudus dalam kehidupan kita. Roh Kudus adalah Roh Bapa dan Putera yang dicurahkan atau diutus untuk membimbing kita kepada kebenaran, yaitu supaya kita sungguh-sungguh mengimani Kristus, sebagai Tuhan dan Pengatara kita, yang diutus Bapa untuk menyelamatkan dunia.

Marilah kita menyadari kehadiran Allah Roh Kudus di tengah-tengah kita, dalam perayaan Ekaristi Kudus ini, sehingga kita mampu memahami seluruh kebenaran Allah yang sudah, sedang, dan akan dinyatakan kepada kita, umatNya.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Hari ini kita merayakan hari raya Pentekosta, yaitu peristiwa turunnya Roh Kudus ke atas para rasul sebagaimana diceriterakan dalam bacaan pertama tadi. Peristiwa iman ini tentunya menyadarkan para murid dan kita semua, bahwa apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam amanat-amanat perpisahanNya sebelum naik ke surga adalah benar. Tuhan Yesus menjanjikan Roh Kudus kepada para murid, dan 50 hari sesudah kebangkitanNya atau sepuluh hari sesudah kenaikanNya ke Surga, Roh Kudus itu diutus kepada para murid untuk membimbing dan mengajar mereka memahami seluruh kebenaran Allah yang sudah disampaikan Tuhan Yesus semasa masih ada bersama-sama dengan mereka. Roh Kudus itu turun dan berdiam di hati para murid, sehingga memberanikan mereka bersaksi atau berbicara dalam berbagai bahasa tentang karya keselamatan Allah yang paripurna dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Dan sampai pada peristiwa Pentekosta ini, sebenarnya para murid dan kita semua pada zaman ini mengenal dan menerima puncak pewahyuan diri Allah, kehadiran pribadi ketiga Allah, yaitu Roh Kudus dalam kehidupan kita. Dengan demikian, kita boleh mengimani Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa-Putera-Roh Kudus, sebagai sebuah cara berada Allah yang tak kenal lelah atau putus asa dalam mengkomunikasikan diriNya kepada kita, manusia, ciptaanNya.

Saudara-saudari terkasih!
Kedatangan Roh Kudus yang kita rayakan pada hari ini juga sebenarnya mau menyadarkan kita tentang keterbatasan kemampuan kita untuk memahami Allah dan karya keselamatanNya yang telah, sedang dan akan terlaksana di dalam dunia ini. Oleh karena itu, Roh Kudus diutus untuk membimbing dan membantu kita agar dapat mengerti sepenuhnya kekayaan karya kasih keselamatan Allah itu dalam hidup kita. Sebab rahasia kasih Allah itu begitu tinggi dan dalam, begitu lebar dan luas, sehingga kita memerlukan Roh Kudus yang berdiam di dalam hati kita, untuk memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran Allah. Dan bukan hanya untuk keselamatan diri kita saja Roh Kudus bekerja, melainkan Ia juga setiap hari menggerakkan hati kita untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah, yaitu melalui kata dan perbuatan kita yang baik: rajin berdoa/beribadah, rajin bekerja, saling mengasihi, saling menolong, saling mengampuni, dan berbagai hal positif lainnya yang bisa kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
***
Ada sebuah wawancara menarik antara seorang Teolog Kristen yang terkenal dari Amerika Latin, namanya Leonardo Boff, dan Pemimpin Spiritual dari Tibet, Dalai Lama, tentang agama apa yang terbaik di dunia.

Leonardo Boff dalam sesi reses pada sebuah diskusi tentang agama dan kebebasan mengajukan pertanyaan kepada Dalai Lama, yang tak lain adalah seorang Budhist. Pertanyaan agak nakal itu, tentang agama apa yang terbaik di dunia, disampaikan Leonardo Boff dengan sebuah praduga. Leonardo Boff bergumam dalam hati, "Saya kira dia akan menjawab, tentu saja Buddha dari Tibet atau agama-agama timur yang usianya lebih tua dari Kristianitas".

Mendengar pertanyaan itu, Dalai Lama berhenti sejenak sambil tersenyum, menatap langsung ke mata Leonardo Boff dan secara mengejutkan menjawab pertanyaan itu, "Agama terbaik adalah yang lebih mendekatkan Anda pada Cinta (TUHAN), yaitu agama yang membuat Anda menjadi orang yang lebih baik."

Sambil menutupi rasa malu karena praduganya salah, Leonardo Boff bertanya lagi, "Apa tanda agama yang membuat kita menjadi lebih baik?"

"Agama apa pun yang bisa membuat Anda Lebih berbelas kasih, lebih berpikiran sehat, lebih objektif dan adil, lebih menyayangi, lebih manusiawi, lebih punya rasa tanggung jawab, lebih beretika, agama yang punya kualitas seperti yang saya sebut adalah agama terbaik," ujar Dalai Lama.

Leonardo Boff terdiam sejenak dan terkagum-kagum atas jawaban Dalai Lama yang bijaksana dan tidak dapat dibantah.

Selanjutnya, Dalai Lama berkata, "Kawan, tak penting bagi saya apa agamamu... Yang betul-betul penting bagi saya adalah perilaku Anda di depan kawan-kawan Anda, di depan keluarga, lingkungan kerja, dan dunia." Dalai Lama menasehati:
“*Jagalah pikiranmu, karena akan menjadi perkataanmu.
  *Jagalah perkataanmu, karena akan menjadi perbuatanmu.
  *Jagalah perbuatanmu, karena akan menjadi kebiasaanmu.
  *Jagalah kebiasaanmu, karena akan membentuk karaktermu.
  *Jagalah karaktermu, karena akan membentuk nasib/karmamu.
Jadi, nasib/karmamu/penghakimanmu berawal dari pikiranmu... dan tidak ada agama yang lebih tinggi daripada kebenaran," ujar pemimpin spiritual Tibet itu.
***
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Tuhan Yesus sendiri saat menjanjikan Roh Kudus kepada para rasul Ia berkata bahwa Roh kudus itu akan memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran, “Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran”. Itu berarti, berkat kehadiran Roh Kudus, kita dimampukan tidak saja beragama ritual untuk keselamatan diri sendiri (menghadiri perayaan ekaristi dan selesai di pintu keluar Gereja), tetapi lebih dari itu, kita dituntun juga oleh Roh Kudus untuk beragama dengan baik, yaitu senantiasa hidup dalam kebenaran/kehendak Allah melalui perilaku baik kita sehari-hari.

Sebagai orang Katolik, kita masing-masing telah menerima pencurahan Roh Kudus, yaitu pada saat pembaptisan dan  juga pada saat penerimaan sakramen Krisma atau Penguatan. Pada saat pembaptisan, Roh Kudus menghapuskan dosa dan membuat kita bersatu dengan hidup Allah Tritunggal Mahakudus. Sedangkan pada saat Krisma atau Penguatan, Roh Kudus memampukan kita untuk menjadi saksi Kristus.

Marilah kita menyadari kembali kehadiran Roh Kudus di dalam hidup kita, yang berdiam di dalam hati kita melalui rahmat pembaptisan, dan juga melalui sakramen Krisma, sehingga kita bisa dipimpin ke dalam seluruh kebenaran Allah, yaitu memahami karya keselamatan Allah dalam diri kita dan mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah itu di tengah  dunia kehidupan kita sehari-hari. Semoga!

HM Paskah VII

“Hakikat Doa: Setia Bersekutu Dengan Allah Dan Erat Bersatu Dengan Sesama"
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kis. 1:15-17.20a.20c-26
Bacaan II: 1 Yoh. 4:11-16
Bacaan Injil: Yoh. 17:11b-19

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Sebelum kisah sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikanNya ke surga, Tuhan Yesus pada malam perjamuan terakhir menyempatkan diri untuk berdoa bagi para murid. Tuhan Yesus tahu bahwa kisah sengsara dan wafatNya akan menghebohkan para murid. Oleh karena itu, Tuhan Yesus berdoa kepada Allah Bapa agar iman para murid diteguhkan dan tetap dipelihara dalam kesatuan denganNya, sehingga setelah berlalunya peristiwa menghebohkan itu, para murid bisa menjadi penerus atau pewarta InjilNya di dalam dunia.

Dengan mendoakan para murid, Tuhan Yesus juga sebenarnya mendoakan kita pada masa kini. Melalui perayaan ekaristi ini, kita sekalian diundang untuk bersatu dengan Tuhan Yesus, agar iman kita diteguhkan dan mampu menjadi pewarta InjilNya di tengah dunia kehidupan kita sehari-hari. Marilah kita menyucikan diri agar pantas merayakan perjamuan kudus ini.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Doa Tuhan Yesus kepada para murid merupakan sebuah ungkapan kasih yang mendalam, meskipun di sana ada rasa kecewa terselip karena salah satu dari antara para murid yang sama dikasihiNya ternyata berkhianat, yaitu Yudas Iskariot. Namun terlepas dari itu, Tuhan Yesus berdoa kepada para murid untuk menunjukkan bahwa Allah Kehidupan yang kita kenal di dalam Yesus Kristus adalah Allah yang peduli. Ia bukan hanya menciptakan alam semesta ini tetapi juga terus memperhatikan dan memelihara setiap kehidupan di dalamnya. Kepedulian dan kasih Allah memancar dalam doa dan karya Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menghendaki para murid menjadi satu, seperti Ia dan Bapa adalah satu. Menjadi satu berarti saling menopang dan menguatkan di dalam melaksanakan panggilan Tuhan dalam hidup ini. Seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama, para murid saling meneguhkan dengan mencari rasul pengganti bagi kelompok duabelasan, untuk mengisi kekosongan akibat pengkhianatan Yudas Iskariot. Dengan terpilihnya Matias sebagai rasul pengganti, yang menggenapi kelompok keduabelasan, maka kesatuan yang diharapkan dan didoakan Tuhan Yesus tetap terjaga. Para murid tetap terpelihara sebagai kelompok keduabelasan. Sebagai bukti saling menopang dan menguatkan, rasul Yohanes dalam bacaan kedua tadi menasihatkan bahwa para pengikut Kristus harus saling mengasihi. Hanya dengan itu, maka Allah tetap ada di dalam kita, dan kasihNya sempurna di dalam kita.

Saudara-saudari terkasih!
Doa Tuhan Yesus bagi para murid merupakan panggilan bagi kita untuk setia bersekutu dengan Bapa dan erat bersatu dengan sesama orang percaya. Itulah kerinduan Tuhan Yesus atas kita. Bagaimana kita akan mewujudkan hal ini? Tuhan Yesus sudah mengajarkan caranya pada kita dan para murid sudah mempraktekkannya, yaitu dengan berdoa.

Berdoa tampaknya sangat sederhana. Anak kecil pun bisa berdoa. Namun ternyata berdoa tidak sesederhana yang kita kira. Berdoa bukan sekadar menyampaikan daftar permohonan kepada Tuhan. Berdoa berarti menyelaraskan hati dan hidup kita dengan kehendak Bapa. Oleh karena itu, kita perlu terus merendahkan hati di bawah tangan Tuhan yang kuat. Artinya kita harus membuang jauh-jauh ego dan kesombongan kita. Berdoa juga mengandung dimensi horizontal, menyangkut hubungan kita dengan sesama. Dengan saling mendoakan, kita saling menguatkan dan meneguhkan. Dengan berdoa kita dipersatukan dengan Bapa dan dipersekutukan dengan sesama orang percaya sehingga kita menjadi satu, seperti Yesus dan Bapa adalah satu.

Pesan untuk kita, hari gini tidak berdoa, apa kata Tuhan????

HR Kenaikan Tuhan

“Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk”
(Choďte do celého sveta a hlásajte evanjelium všetkému stvoreniu)
 (Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: Kis. 1:1-11
Bacaan II: Ef. 4:1-13
Bacaan Injil: Mrk. 16:15-20

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Hari ini kita merayakan pesta Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga. Bagi kita, kenaikan Tuhan Yesus ke Surga bukanlah sebuah perpisahan dengan kita, umatNya, sebab Ia tetap hadir di tengah kita dalam berbagai macam cara dan bentuk. Terutama sekali melalui perayaan Ekaristi yang kita rayakan ini, kehadiran Tuhan Yesus Kristus menjadi sangat istimewa dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, kita perlu menghayati setiap perayaan Ekaristi yang kita hadiri sebagai sumber dan puncak kehidupan kita; melaluinya kita akan tetap hidup dan bersatu dengan Tuhan Yesus untuk menjalankan amanat-amanatNya.

Marilah kita menyucikan diri agar pantas merayakan Ekaristi Kudus ini.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Hari raya kenaikan Tuhan adalah sebuah peristiwa iman, di mana Gereja mengakui bahwa Yesus yang wafat dan bangkit kini dimuliakan di tempat Allah sendiri. Ia duduk di sisi kanan Allah Bapa yang mahakuasa dan kepadaNya diberikan juga kuasa atas surga dan bumi. Oleh karena itu, sebelum terangkat ke surga, Yesus meyakinkan para murid untuk pergi dan mewartakan Injil ke seluruh dunia tanpa takut, sebab Ia tetap menyertai mereka dengan kuasaNya. Bagi yang percaya, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, tidak akan celaka kalau memegang ular, kebal terhadap racun maut, dan sentuhan tangan mereka akan menyembukan orang yang sakit. Itulah keistimewaan dan “kesaktian” Yesus yang diwariskan juga kepada para murid yang setia menjalankan tugas perutusannya, yang berani pergi dan mewartakan injil ke seluruh dunia.

Dalam catatan sejarah, sejak perutusan itu, para murid pun pergi mewartakan Injil ke segala penjuru dunia. Dan benar seperti yang disabdakan dalam Injil, bahwa Tuhan turut bekerja dan meneguhkan ajaran mereka dengan mukjizat-mukjizat. Itulah sebabnya kita pun pada masa kini bisa menikmati buah-buah pewartaan Injil para murid yang diteruskan oleh Gereja melalui para misionarisnya, baik yang pernah bekerja di paroki kita maupun di tempat-tempat lain, di seluruh belahan bumi ini.

Saudara-saudari terkasih, melalui misteri kenaikan Tuhan yang kita rayakan ini, kita pun diundang untuk menyadari dan merasakan hak dan keistimewaan kita, yang kita dapatkan karena mengikuti Yesus. Bahwa kita sekalian pun dinaungi dengan kuasa Tuhan yang naik ke surga dan kita masing-masing pun oleh karena rahmat pembaptisan yang diterima, kita diutus Tuhan untuk mewartakan InjilNya kepada siapa saja, kapan saja dan di mana saja kita berada, yaitu melalui perkataan dan perbuatan kita yang baik. Tidak peduli orang menyukai atau tidak menyukai kita, yang terpenting adalah kita tetap berbuat baik, saling mengasihi seperti yang dikehendaki Tuhan Yesus. Itulah tugas pemberitaan Injil yang harus terlaksana dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin.  

HM Paskah VI

“Persahabatan Sejati Atas Dasar Saling Mengasihi”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kis. 10:25-26.34-35.44-48
Bacaan II: 1 Yoh. 4:7-10
Bacaan Injil: Yoh. 15:9-17

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Di hari Minggu Paskah VI ini kita sekalian diingatkan untuk menyadari kembali relasi kita dengan Tuhan, yaitu sebagai sahabatNya tatkala kita sungguh-sungguh menjalankan perintahNya untuk saling mengasihi. Tanpa suasana saling mengasihi di lingkup kehidupan kita, di dalam keluarga maupun dalam hidup bermasyarakat/menggereja, maka percuma saja kita menyebut diri sebagai orang Katolik; sia-sia juga Ekaristi yang kita rayakan ini, jikalau kita masih hidup menuruti keinginan sendiri, terpisah dari apa yang dikehendaki Tuhan.

Marilah kita masing-masing memeriksa diri, sudah sejauh mana kita mengamalkan perintah Tuhan untuk saling mengasihi. Jikalau masih ada kebencian, iri hati, suka memfitnah, sombong, mementingkan diri sendiri dan acuh tak acuh dalam kehidupan bersama/dalam kehidupan menggereja, maka baiklah kita menyesali kelalaian dan dosa itu di hadapan Tuhan, agar kita layak merayakan Ekaristi Kudus ini; perjamuan persahabatan dengan Tuhan yang mengundang kita untuk selalu tinggal di dalam kasihNya.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Dalam pergaulan sehari-hari, tentu kita memiliki kerinduan untuk menemukan seorang sahabat yang dapat memahami kita, menerima kita apa adanya, mendengarkan keluh-kesah kita, tidak melukai hati kita dan setia menemani kita dalam keadaan apa pun, suka maupun duka. Namun harus diakui bahwa untuk menemukan sahabat sejati seperti itu tidaklah mudah, karena kecenderungan manusia dalam pergaulan selalu “ada maunya”/ada perhitungan tertentu untuk kepentingan dirinya sendiri. Apalagi di zaman now, mencari sahabat sejati bagaikan mencari jarum di dalam tumpukan jerami. Pengaruh media sosial bisa saja menghubungkan kita dengan siapa saja, kapan dan di mana saja, berteman dengan siapa saja, ber-chat ria dengan siapa saja, tetapi untuk menemukan seorang sahabat sejati harus disadari bahwa ranahnya bukan di dunia maya. Sahabat sejati harus ditemukan di dalam dia, yang hadir kini dan di sini, di dunia nyata; bukan yang hadir di layar hp dan sewaktu-waktu bisa terputus karena jaringan error, atau pulsa prabayar habis, atau pulsa data habis. Bagaimana pun, kita masing-masing pasti ingin memiliki sahabat sejati. Kerinduan ini memang sangat bernilai, sehingga St. Thomas Aquinas – pujangga Gereja kita pernah berujar demikian, “Tidak ada lagi di dunia yang lebih berharga dari persahabatan sejati”.

Saudara-saudari terkasih!
Bacaan Injil yang diperdengarkan kepada kita hari ini menekankan nilai persahabatan sejati itu. Persahabatan yang sejati harus dibangun atas dasar kasih -  saling mengasihi, seperti yang diamanatkan Tuhan Yesus sendiri, “Inilah perintahKu, yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu”. Hanya dengan saling mengasihi, maka kita bisa menjadi sahabat sejati satu sama lain, menjadi sahabat Tuhan dan sahabat sesama di sekitar kita. Tanpa kasih, saling mengasihi, maka pergaulan atau relasi kita tidak lebih dari sekadar basa-basi dan mencari keuntungan diri sendiri.

Sebagai orang Katolik, kita disadarkan kembali hari ini untuk menaruh perhatian pada nilai kasih – saling mengasihi yang harus terbangun di dalam relasi persahabatan kita, bukan di dunia maya tetapi di dunia nyata. Kita diperintahkan Tuhan Yesus untuk membangun persahabatan sejati di antara kita yang modelnya bersumber dari persahabatan Allah sendiri dengan kita, umat manusia. Tuhan Yesus menghendaki agar kita mencontohNya diriNya, mencontoh Allah dalam mengasihi, yaitu mengasihi secara total, pun bahkan rela berkurban demi keselamatan hidup kita, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatNya”. Tuhan Yesus adalah model sahabat sejati, yang tidak hanya berkata-kata tentang kasih tetapi menunjukkannya dalam tindakan nyata mengasihi kita; Ia selalu hadir dan ada bersama dengan kita, kapan dan di mana saja kita membutuhkanNya; Ia bisa tertawa bersama kita, tetapi juga menangis bersama dengan kita; Ia selalu mengingatkan siapa kita sesungguhnya di balik semua peristiwa yang kita alami; Ia memberi izin kepada kita untuk menjadi diri sendiri yang lebih baik; dan Ia membuat kita mampu merasakan kedamaian dan kebahagiaan hidup tatkala bersatu denganNya. Itulah gambaran sahabat sejati yang menjadi junjungan kita juga dalam berelasi satu sama lain sebagai pengikutNya. Kita dituntut untuk menjadi sahabat sejati seperti Yesus sendiri bagi sesama di sekitar kita.

Memang dewasa ini mencari sahabat sejati yang demikian itu mungkin sulit. Tetapi jikalau kita yang menamakan diri orang Katolik ini menuruti apa yang diperintahkan Tuhan Yesus kepada kita, dengan sungguh-sungguh saling mengasihi, maka niscaya persahabatan sejati itu bisa ditemui di mana saja, mulai dari dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat maupun dalam hidup menggereja. Dan sekali lagi, satu pesan penting untuk kita di era ini, yaitu persahabatan sejati, saling mengasihi, itu harus dibangun di dalam dunia nyata, bukan di dunia maya atau dunia angan-angan. Sebagai contoh, kita diminta untuk semakin bijaksana dalam menggunakan media sosial/medsos, yang meskipun di satu sisi bisa memudahkan kita untuk berelasi dengan siapa saja, kapan dan di mana saja, namun pada sisi yang lain juga bisa membunuh karakter panggilan hidup kita sebagai orang Kristen seperti yang dikehendaki Tuhan Yesus, yaitu supaya kita saling mengasihi dalam dunia nyata. Jangan sampai karena pengaruh media sosial, misalnya hp, kita akhirnya mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat dalam kehidupan kita sehari-hari.

Saudara-saudari terkasih!
Ada sebuah catatan menarik untuk kita tentang pengaruh negatif HP, yang bisa menjadi bahan permenungan kita juga di Hari Minggu Paskah VI ini, supaya kita bisa sadar dan berusaha membangun kembali persahabatan yang sejati, saling mengasihi di antara kita dalam dunia nyata. Ini artikel copas/copy paste, judulnya: “Hidup Tapi Seperti Mayat”. Catatannya demikian:
Bertamu main HP.
Berdoa main HP.
Ibadah main HP.
Terima tamu main HP.
Bekerja main HP.
Belajar main HP.
Di tengah keluarga main HP.
Kadang terlihat 2 orang saling duduk berhadapan tidak bicara sama sekali, karena salah satu atau keduanya sibuk main HP. Atau kalaupun harus bicara akhirnya tidak nyambung dan muncul sikap tidak peduli.
Punya masalah pun bukan lagi mendatangi keluarga yang terdekat, tetapi membahas di sosmed, rasanya lebih “afdol”.
Manusia menjadi “ADA NAMUN TIADA”.
Hidupnya hanya seputar dunia dalam ponselnya.
Jabatan tangan erat sahabat telah hilang dan diganti gambar-gambar mati dalam ponsel.
Gerak petualangan akan hebatnya bumi juga sudah diganti hanya dengan gerakan telunjuk dan jempol.
Wajah-wajah mulai pucat, tubuh mulai ringkih, pahala-pahala beterbangan sia-sia sebagai resiko terburuk yang mungkin dimiliki. Sedangkan engkau belum ke mana-mana dan melakukan apa pun selain menggerakkan jempol dan jarimu pada layar kecil yang penuh sihir ini.
Hidup dalam kematian itu adalah keniscayaan, tetapi “MATI DALAM HIDUP” itu pilihan.
MAKA BANGUNLAH, hiduplah sebagaimana manusia itu hidup.
Saat suami atau istri datang, simpan HPmu.
Saat anak berceritera, simpan HPmu.
Saat ibu, bapak bicara, simpan HPmu.
Saat tamu berkunjung, simpan HPmu.
Saat matahari merekah, udara sejuk, angin semilir, burung bersiul, anak-anak tertawa riang, simpan HPmu.
Perhatikan duniamu dengan seksama, sebab NIKMAT TUHAN ada di sana.
HIDUPLAH. Engkau belum mati tapi sudah bertingkah seperti mayat.
(Catatan Rm. Antonius Joko)
 
Marilah kita membarui kembali semangat persahabatan sejati di antara kita, dengan mengesampingkan hal-hal yang dapat menghalangi kita untuk saling mengasihi seperti yang dikehendaki Tuhan Yesus sendiri. Kita adalah sahabat Tuhan Yesus, kita adalah sahabat sejati satu sama lain. Jangan biarkan pengaruh dunia ini memisahkan kita dari kasih Allah dan kasih kepada sesama di sekitar kita. Tuhan Yesus memberkati kita sekalian! Amin.


HM Paskah V

“Bersatu Dengan Yesus: Menghasilkan Buah Iman Dan Hidup Saling Mengasihi”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kis. 9:26-31
Bacaan II: 1 Yoh. 3:18-24
Bacaan Injil: Yoh. 15:1-8

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Waktu terus berganti dan tak terasa kita sudah memasuki hari Minggu Paskah V. Pasca kebangkitanNya, Tuhan Yesus masih menyertai para murid selama 40 hari dan dalam rentang waktu itu, Tuhan Yesus menampakkan diri serta memberi banyak amanat atau pesan-pesan yang perlu dicamkan oleh para murid dalam hidup dan karya perutusannya. Salah satunya, yang akan kita dengar dalam bacaan Injil hari ini, yaitu Tuhan Yesus menegaskan bahwa Dialah pokok atau sumber kehidupan para murid. Barangsiapa yang selalu hidup bersatu dengan Tuhan Yesus, mendengarkan dan melaksanakan apa yang diperintahkanNya, ia akan menghasilkan banyak buah; hidupnya pasti terberkati.


Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Ada sebuah pernyataan bijak dari seorang pemimpin dunia, yaitu presiden I Amerika Serikat, George Washington. Ketika Amerika Serikat sedang menghadapi perang saudara, seseorang berkata kepada George Washington demikian, “Kalau Allah menyertai kita, maka kita pasti menang”.Tetapi George Washington menanggapinya, “Masalahnya bukan pada apakah Allah menyertai kita atau tidak; masalahnya adalah apakah kita ada bersama Allah”.

Pernyataan bijak dari presiden I Amerika Serikat itu secara tidak langsung mengingatkan kita juga tentang pesan utama dari bacaan Injil hari ini, yaitu bahwa kita harus hidup bersatu dengan Allah, bersama dengan Yesus sebagai pokok atau sumber kekuatan hidup kita. Itulah yang harus dicamkan dan dihayati oleh setiap orang Kristen, pengikut Kristus. Sebab hanya dengan hidup bersatu dengan Allah, bersama dengan Yesus, maka hidup kita akan terberkati dan kita mampu menghasilkan buah dalam setiap pekerjaan kita.

Kita mungkin bertanya, apa sebenarnya buah yang dihasilkan jikalau kita hidup bersatu dengan Allah, bersama dengan Yesus? Untuk menjawabi pertanyaan ini, kita perlu bercermin pada pengalaman hidup para murid. Atau dengan kata lain, buah yang dimaksud itu ada dalam pengalaman hidup para murid, yang mungkin menjadi bagian dari pengalaman hidup kita juga.

Kita tahu bahwa dalam tugas perutusannya menjadi saksi kebangkitan Kristus, menjadi pewarta Injil kepada segala bangsa, para murid telah mengalami peneguhan yang luar biasa karena selalu hidup bersatu dengan Yesus. Tatkala harus berhadapan dengan umat dan juga orang-orang yang memusuhi mereka, sedikit pun mereka tak gentar karena percaya bahwa Yesus yang mengutus mereka ada bersama dengan mereka dan mereka ada bersama dengan Yesus dalam menghadapi segala tantangan, entah suka maupun duka.

Seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama, salah satu buah yang diperlihatkan dari hidup para murid, yaitu percaya kepada Tuhan dan hidup saling mengasihi. Kita belajar dari pengalaman Barnabas dan Saulus/paulus, bahwa meskipun banyak orang belum bisa menerima pertobatan Saulus/Paulus, namun Barnabas percaya bahwa dengan pengalaman perjumpaannya dengan Tuhan Yesus, Saulus/Paulus tentu sudah dibarui untuk menjadi juga pewarta InjilNya. Oleh karena itu, ia pantas dikasihi dalam nama Tuhan Yesus yang mentobatkanNya. Kepercayaan dan ungkapan kasih Barnabas ini tidak sia-sia karena terbukti, bahwa Saulus/Paulus yang bertobat kemudian menjadi rasul utama yang mewartakan Injil di antara umat yang bukan Yahudi.Dan itulah sebenarnya tugas perutusan yang hakiki sebagaimana diamanatkan sendiri oleh Tuhan Yesus sebelum kenaikanNya ke Surga, bahwa para murid harus mewartakan InjilNya kepada segala bangsa. Dalam hal ini, Saulus/Paulus-lah yang telah dipilih Tuhan Yesus untuk menjalankan misi perutusan itu.

Percaya kepada Tuhan dan saling mengasihi, itulah perintah Tuhan sebagaimana ditegaskan kembali oleh St. Yohanes dalam bacaan kedua. St. Yohanes menasihatkan bahwa ciri khas hidup dalam iman adalah menaruh cinta kasih bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. Oleh karena itu, kita sekalian diingatkan sekali lagi bahwa iman kita harus berbuah dalam tindakan nyata. Kita tidak bisa mengatakan bahwa kita ini orang beriman, yang percaya dan hidup bersatu dengan Tuhan, tetapi dalam kehidupan nyata kita tidak mampu mengasihi sesama yang berada di sekitar kita; atau kita tidak mampu mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Menjadi pengikut Kristus, kita sekalian sebernarnya dipanggil untuk menjadi saudara atau saudari bagi semua orang, terutama bagi mereka yang miskin; pun bahkan bagi mereka yang memusuhi kita, kita tetap dipanggil untuk menjadi saudara atau saudari mereka. Panggilan Kristiani ini memang tidak mudah dituruti, tetapi Allah yang sudah terlebih dahulu mengasihi kita pasti akan memampukan kita untuk menghasilkan buah kebaikan ini. Itulah jaminan bahwa Allah beserta kita dan kita hidup bersatu dan beserta Allah.

Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Kepastian bahwa Allah beserta kita tidak perlu diragukan lagi. Hanya saja yang menjadi pertanyaan untuk kita, apakah kita juga beserta Allah, atau seperti yang dikatakan oleh George Washington, apakah kita ada bersama Allah dan hidup mentaati kehendakNya?

Marilah kita sekalian yang menyadari diri sebagai pengikut Kristus hendaknya membarui diri, dengan hidup bersatu dengan Allah, bersama dengan Yesus. Kita pun diminta harus berbuah dalam kehidupan nyata, yaitu dengan hidup saling mengasihi. Itulah penghayatan iman Kristiani yang sesungguhnya sebagai satu bentuk kesaksian tentang persatuan hidup kita dengan Allah, persatuan hidup kita dengan Yesus. Amin!

HM Paskah IV

“PANGGILAN MENJADI GEMBALA ATAU PEMIMPIN
ATAU SAUDARA/I BAGI SEMUA ORANG”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kis. 4:8-12
Bacaan II: 1 Yoh. 3:1-2
Bacaan Injil: Yoh. 10:11-18

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Gembala yang baik adalah Dia yang memperhatikan domba-dombaNya, bahkan rela mengurbankan diriNya untuk menjaga domba-dombaNya dari serangan binatang buas atau serigala. Contoh Gembala yang baik itu adalah Tuhan Yesus Kristus sendiri, yang telah menyerahkan diriNya sebagai tebusan atas dosa-dosa kita, demi menyelamatkan kita dari kebinasaan dosa. Tuhan Yesus, Gembala baik kita, tetap hadir dan menyertai kita dalam perayaan Ekaristi ini untuk memberi kita santapan hidup kekal.

Di hari Minggu Paskah IV ini, kita juga diundang Gereja Kudus untuk merayakan hari Minggu Panggilan. Kita mohon secara khusus berkat Tuhan bagi panggilan hidup kita masing-masing, entah sebagai imam, bruder, suster, bapak-ibu keluarga, petani, pegawai, pelajar, dan lain sebagainya.


Renungan  
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Sabda Tuhan Yesus yang kita dengar dalam bacaan Injil hari ini menekankan keteladanan seorang Gembala yang baik atau pemimpin yang sejati. Gembala yang baik atau pemimpin yang sejati adalah dia yang tidak meninggalkan domba-dombanya atau umatnya atau rakyatnya sendirian tatkala datang ancaman yang membahayakan kehidupan mereka. Ancaman sekecil atau sebesar apa pun, seorang gembala yang baik atau pemimpin yang sejati akan mempertaruhkan nyawanya, jabatannya, demi membela keselamatan mereka yang digembalakan atau dipimpinnya.

Dalam konteks bacaan injil ini juga, Tuhan Yesus terang-terangan berbicara tentang diriNya sendiri sebagai seorang Gembala yang baik atau seorang pemimpin yang sejati. Pernyataan tentang diriNya ini tentu tak terbantahkan karena apa yang dikatakanNya sesuai dengan apa yang dibuktikanNya atau diperbuatNya. Dialah Gembala yang baik atau pemimpin yang sejati, yang telah mengurbankan diriNya demi keselamatan kita.

Kita mungkin bertanya, mengapa Tuhan Yesus begitu peduli dengan keselamatan kita, sampai rela berkurban, dihina, dibenci, disiksa sampai wafat di kayu salib? Jawabannya, karena Ia sungguh mengenal kita dan Ia tahu bahwa sesungguhnya kita sedang berada dalam ancaman kebinasan maut akibat dosa-dosa yang kita perbuat. Bahkan bukan hanya untuk kita saja Dia berkurban, tetapi juga untuk semua umat manusia, bagi mereka juga yang sampai saat ini masih menolakNya, membenciNya, tidak mengakuiNya sebagai Tuhan dan Penebus.

Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Harus diakui bahwa keteladan Yesus sebagai Gembala yang baik atau Pemimpin yang sejati adalah sempurna, tanpa cacat cela. Kata dan perbuatanNya bersesuaian dan oleh karena itu keteladanan ini menantang kita juga, para pengikutNya, untuk berani bersikap dan berlaku sama seperti Yesus. Kita semua dipanggil untuk menjadi gembala yang baik atau pemimpin yang sejati dalam pelbagai status hidup kita, entah sebagai imam, bruder, suster, bapak-ibu keluarga, petani, pegawai, pelajar, dan lain-lain. Dan panggilan luhur ini menuntut komitmen/kesetiaan dan penyerahan diri yang total untuk melayani. Sebab menjadi gembala atau pemimpin yang sejati adalah untuk melayani, bukan untuk berkuasa, menindas atau bersikap dan berlaku sewenang-wenang.

Memang tidak mudah untuk menjadi gembala atau pemimpin yang sejati seperti Tuhan Yesus. Tetapi meskipun demikian, dalam kelemahan dan keterbatasan manusiawi, kita sekalian tetap dipanggil sekurang-kurangnya menjadi saudara atau saudari bagi semua orang, secara khusus bagi mereka yang miskin, dan bahkan bila mereka itu adalah seorang musuh/orang yang memusuhi kita (The Christian vocation means being a brother or sister to everyone, especially if they are poor, and even if they are an enemy), seperti yang dinasihatkan Paus Fransiskus dalam tweet kepausannya beberapa hari lalu. Itulah hakikat panggilan Kristiani kita.

Marilah kita memaknai hari Minggu Panggilan ini dengan sebuah kesadaran baru untuk menjadi gembala atau pemimpin yang sejati atau menjadi saudara-saudari bagi semua orang yang membutuhkan perhatian dan pelayanan kita, tanpa membeda-bedakan, seperti yang diteladankan sendiri oleh Tuhan Yesus kepada kita.

Tuhan Yesus memberkati kita sekalian!













































HM Paskah III

“Menjadi Saksi Kebangkitan Kristus”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kis. 3:13-15.17-19
Bacaan II: 1 Yoh. 2:1-5
Bacaan Injil: Luk. 24:35-48

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Di hari Minggu Paskah III ini kita sekalian diundang untuk merenungkan pengalaman iman para murid yang menyaksikan sendiri Kristus yang bangkit hadir di tengah-tengah mereka, meneguhkan iman mereka dan mengutus mereka untuk menjadi saksiNya kepada segala bangsa. Bagi kita, perayaan Ekaristi yang kita rayakan ini pun adalah tanda kehadiran nyata Kristus yang bangkit di tengah-tengah kita. Oleh karena itu, melalui perayaan Ekaristi ini kita harus merasakan dan mengalami kehadiran Kristus yang bangkit itu di tengah-tengah kita, agar iman kita pun diteguhkan dan dimampukan menjadi saksi kebangkitanNya, menjadi saluran berkat Kristus, bagi sesama di sekitar kita.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus yang bangkit!
Kisah Injil hari ini menampilkan sebuah pengalaman eksistensial atau pengalaman keberadaan para murid yang meneguhkan dan sekaligus menantang iman mereka. Para murid yang sebelumnya hanya mendengar desas-desus tentang kebangkitan Kristus, kali ini semuanya bisa melihat dengan jelas dan percaya bahwa Kristus memang sungguh telah bangkit dan hadir di tengah-tengah mereka. Kristus yang bangkit itu bukan sj dalam bentuk roh, melainkan dalam bentuk roh dan daging sebagaimana yang mereka lihat dan kenal sebelumnya.

Pengalaman eksistensial atau pengalaman keberadaan adalah sebuah pengalaman yang konkrit, melaluinya seseorang bisa menyimpulkan sesuatu terkait dengan apa yang dialaminya. Manusia dengan bebas akan mempercayai atau tidak mempercayai apa yang dilihat atau dialaminya. Demikian pun dengan pengalaman para murid yang melihat Kristus yang bangkit hadir di tengah-tengah mereka. Walaupun pada mulanya mereka menyangka bahwa mereka melihat hantu, namun pada akhirnya mereka dengan bebas mau percaya bahwa yang kini hadir di tengah-tengah mereka adalah sungguh Kristus yang bangkit, Guru dan Tuhan mereka.

Hari-hari pasca kebangkitan Yesus, selama 40 hari, selalu dipenuhi dengan kisah tentang penampakanNya. Sesungguhnya periode atau masa penampakan Yesus ini sangat kristis bagi iman para rasul. Pertama-tama, para murid dipenuhi kegembiraan karena sungguh melihat Guru yang dicintainya itu telah bangkit. Namun pada sisi lain, logika kemanusiaan atau pemikiran manusiawi tidak dapat menerima adanya realitas kebangkitan dari antara orang mati. Oleh karena itu, penampakan Yesus itu sebenarnya menjadi peneguh dan sekaligus tantangan bagi para murid. Menjadi peneguh karena Yesus yang diandalkan itu hadir dan tetap menyertai mereka setelah kebangkitanNya. Sedangkan menjadi tantangan karena mereka harus mewartakanNya juga kepada orang lain, kepada segala bangsa. Perpaduan antara dua hal ini dalam hati, yaitu peneguhan dan sekaligus tantangan, dapat menjadi konflik iman yang besar jika tidak ditangani dengan baik.

Pengalaman keberadaan para murid, yang percaya bahwa Kristus telah bangkit dan mereka harus mewartakanNya juga kepada orang lain, kepada segala bangsa, sebenarnya adalah bagian dari pengalaman keberadaan/pengalaman iman kita juga.

Setelah merayakan pesta Paskah, pesta kebangkitan Kristus, kita pun pada masa kini harus mengalami peneguhan iman, bahwa Kristus yang bangkit itu tetap hadir dan menyertai perjalanan hidup kita. Dan tidak hanya sampai di situ, tantangan bagi kita pun sama seperti para murid, yaitu harus menjadi saksi Kristus yang bangkit kepada semua orang di sekitar kita.

Umat beriman yang terkasih!
Kita mungkin bisa dengan mudah bergembira ria merayakan pesta Paskah. Namun yang menjadi lebih penting lagi bagi kita sekarang adalah bagaimana bersaksi, mewartakan Kristus yang bangkit itu kepada sesama di sekitar kita, kepada mereka yang hidupnya masih menjauh dari Allah, kepada sesama kita yang seagama tetapi hidupnya menjauh dari Gereja.

Kita perlu belajar dari teladan para murid dalam hal menjadi saksi kebangkitan Kristus yang sejati, yaitu melalui perkataan dan perbuatan yang baik. Para murid, seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama, diwakili oleh Petrus dan Yohanes bersaksi tentang kebangkitan Kristus dengan mengerjakan perbuatan kasih, yaitu menyembuhkan seorang lumpuh. Artinya, mereka menjadi saksi kebangkitan Kristus dengan perbuatan nyata yang bisa dirasakan oleh orang lain.  Atau seperti rasul Yohanes sendiri dalam bacaan kedua, bersaksi tentang kebangkitan Kristus melalui nasihatnya yang berwibawa kepada kita tentang apa artinya hidup beriman.  Bahwa hidup beriman adalah hidup dengan menghayati ajaran Kristen, melakukan kebenaran dan menuruti perintah yang Yesus ajarkan. Oleh karena itu, jika ada di antara kita yang hanya berkata, “Aku mengenal Allah” atau “Saya beragama Katolik”, tetapi tidak hidup seturut perintah Allah-ajaran Yesus, ia adalah seorang pendusta dan di dalam dia tidak ada kebenaran.

Marilah kita pada setiap perayaan Ekaristi yang kita rayakan, selalu menyadari kehadiran Yesus di tengah-tengah kita, yang meneguhkan iman kita dan sekaligus menantang kita untuk menjadi saksi kebangkitanNya melalui perkataan dan perbuatan kita yang baik sebagai orang Katolik.

Tuhan Yesus yang bangkit memberkati kita sekalian!

HM Paskah II

“Merenungkan Kembali Sikap Iman Kita”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kis. 4:32-35
Bacaan II: 1 Yoh. 5:1-6
Bacaan Injil: Yoh. 20:19-31

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Pada tanggal 30 April 2000, paus Yohanes Paulus II/St. Yohanes Paulus II mengumumkan agar Gereja Katolik di seluruh dunia merayakan hari Minggu Paskah II sebagai hari Minggu Kerahiman Ilahi. Oleh karena itu, pada hari Minggu ini kita semua diundang untuk tidak takut mendekat kepada Allah agar dapat mengalami kerahimanNya yang tak terselami. Demikian pun dengan para pendosa yang malang, berkat kebangkitan Kristus, Kerahiman Ilahi pun terbuka bagi mereka yang mau menyesal dan bertobat dari perbuatan jahatnya.

Renungan  
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus yang bangkit!
Bacaan injil yang diperdengarkan kepada kita hari ini mengetengahkan tentang penampakan Yesus yang bangkit kepada para murid. Penginjil Yohanes menekankan peristiwa penampakan ini sebagai sebuah titik balik pembaruan iman para murid. Terutama dengan menyisipkan ceritera tentang Tomas yang tidak mudah percaya sebelum berhadapan langsung dengan Yesus yang bangkit, penginjil Yohanes sebenarnya mau mengajak para murid untuk melihat dan merenungkan kembali sikap imannya.

Tidak mudah percaya begitu saja dengan pelbagai informasi, itulah sikap kritis yang coba ditunjukkan Tomas. Dalam hal ini, Tomas sebenarnya mau mengatakan bahwa ia tidak mau beriman buta, tanpa sebuah pengalaman pribadi yang sungguh-sungguh meneguhkan imannya. Demikian pun halnya dengan informasi tentang kebangkitan Kristus yang diperolehnya dari para murid yang lain. Tomas pun tidak mau percaya begitu saja. Namun meskipun demikian, pada akhirnya ia percaya juga ketika berhadapan langsung dengan Yesus yang bangkit. Dengan pengalaman pribadi ini, Tomas pun menunjukkan pengakuan dan sikap imannya secara tegas bahwa ia percaya, “Ya Tuhanku dan Allahku!”.

Secara spontan saat mendengar kisah tentang Tomas yang tidak mudah percaya tentang kebangkitan Kristus ini, kita mungkin mencelanya sebagai orang yang kurang beriman. Namun, jika kita sendiri yang berada pada posisinya saat itu, mungkin kita pun akan bersikap sama seperti Tomas. Itulah sifat manusiawi kita yang selalu menuntut tanda atau bukti terlebih dahulu sebelum beriman atau percaya. Sikap Tomas ini pun mungkin masih menjadi sikap dari sebagian umat Allah atau sikap kita saat ini. Meskipun dalam Injil tadi Yesus memuji kita, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya”, tetapi benarkah kita yang merenungkan kisah Injil hari ini sudah lebih baik dari Tomas dalam hal beriman? Ataukah kita sama saja dengan Tomas, yang meskipun sudah dibaptis dan menamakan diri pengikut Kristus, tetapi dalam hidup sehari-hari masih suka menuntut tanda atau bukti sebelum percaya atau beriman secara konsisten kepada Tuhan? Seharusnya, jika kita sudah lebih baik dari Tomas dalam hal beriman, maka hal itu harus ditunjukkan dalam kehidupan nyata kita, yaitu rajin beribadah atau berdoa, berpuasa dari sikap atau perbuatan kita yang jahat, dan suka berbuat baik atau berbagi apa yang baik yang kita miliki dengan sesama di sekitar kita yang membutuhkan. Jika perwujudan iman semacam ini sudah kita penuhi, maka bolehlah kita berbangga bahwa kita lebih baik dari Tomas dalam hal beriman. Jika belum, maka marilah kita renungkan lagi pengakuan dan sikap iman kita di hadapan Tuhan.

Umat beriman yang terkasih dalam Kristus yang bangkit!
Hidup sebagai pengikut Kristus yang sejati, yang sungguh percaya bahwa Kristus telah bangkit, seharusnya menyatukan kita semua dalam suasana sehati dan sejiwa seperti kehidupan jemaat perdana yang dikisahkan dalam bacaan pertama. Kita harus hidup saling memperhatikan satu sama lain. Orang Kristen yang sejati tidak hidup bagi dirinya sendiri, tidak egois, melainkan harus mencontoh Tuhan Yesus sendiri yang rela berbagi hidup dengan kita, demi keselamatan hidup kita. Demikian pun dalam kehidupan menggereja, kita masing-masing harus hidup berbagi dengan sesama di sekitar kita, yang membutuhkan perhatian dan bantuan kita, entah itu secara spiritual maupun secara material. Itulah, perwujudan dari pengakuan atau sikap iman kita yang sesungguhnya sebagai orang Kristen.

Surat pertama Yohanes dalam bacaan kedua pun mengingatkan kita tentang kekuatan iman yang mengalahkan dunia. Artinya, iman yang kita tunjukkan lewat kasih sayang kepada sesama di sekitar kita secara nyata, itulah yang memberi arti atau makna bagi kehidupan kita. Dengan perbuatan iman semacam inilah kita menjadi saksi iman akan Kristus. Dengan demikian, orang Katolik yang hidup hanya mementingkan dirinya sendiri dan menelantarkan sesama di sekitarnya yang membutuhkan bantuan atau pertolongannya, maka sebenarnya ia bukan orang Katolik.

Saudara-saudari, dalam permenungan kita di hari Minggu Paskah II ini, kita pun diundang untuk merayakan Kerahiman Ilahi. Melalui penampakan-penampakanNya kepada Sta. Faustina, Yesus antara lain bersabda, “PutriKu, umumkan kepada seluruh dunia mengenai Kerahiman-Ku yang tak terselami. Aku minta agar Pesta Kerahiman Ilahi menjadi tempat perlindungan dan tempat penampungan untuk semua jiwa, khususnya para pendosa yang malang. Pada hari itu, KerahimanKu yang paling dalam dan lembut terbuka. Aku menganugerahkan samudera rahmat ke atas jiwa-jiwa yang mengunjungi sumber KerahimanKu. Jiwa-jiwa yang mengaku dosa dan menerima Komuni Suci akan menerima pengampunan yang menyeluruh dari dosa dan denda dosanya. Pada hari itu semua gerbang ilahi terbuka dan rahmat akan mengalir keluar. Jangan biarkan jiwa-jiwa takut untuk mendekat padaKu, walaupun dosa-dosa mereka sangat besar. KerahimanKu sangatlah besar, sehingga tidak ada pikiran, baik dari manusia maupun malaikat, yang dapat memahaminya secara keseluruhan di sepanjang segala masa. Semua jiwa yang mengikatkan dirinya padaKu akan memandang kasih dan KerahimanKu untuk selama-lamanya. Umat manusia tidak akan mendapatkan kedamaian sebelum berbalik kepada Sumber KerahimanKu (dikutip dari Buku Catatan Harian St. Faustina, hal. 699).

Umat beriman yang terkasih!
Marilah kita melihat dan merenungkan kembali sikap iman kita. Tuhan Yesus mengundang kita semua untuk tidak takut mendekat padaNya. Janganlah kita tidak percaya lagi, melainkan percayalah! Dia, Tuhan yang kita imani adalah Dia yang Maharahim. Amin.































































HM Paskah

“Bangkit Bersama Kristus”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kis. 10:34a.37-43
Bacaan II: Kol. 3:1-4
Bacaan Injil: Yoh. 20:1-9

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Selamat merayakan pesta Paskah. Selama sepekan yang baru saja lewat, kita semua telah diundang oleh Gereja Kudus untuk merenungkan saat-saat terakhir hidup Sang Juruselamat kita, Yesus Kristus, mulai dari saat Ia memasuki kota Yerusalem, mengadakan perjamuan malam terakhir, menderita sengsara dan wafat, dan kemudian bangkit dengan jaya mengalahkan kuasa dosa dan maut. Dengan mengikuti seluruh prosesi pekan suci ini, kita semua diharapkan membarui kembali iman kepercayaan kita, bahwa Tuhan Yesus adalah puncak dan sumber hidup kita. Oleh karena itu, kita harus hidup taat kepadaNya, dengan mengikuti seluruh pengajaran kudusNya yang diwartakan oleh Gereja sebagai saksi utama Kristus yang sedang berziarah di muka bumi ini.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus yang bangkit!
Selama pekan suci yang baru saja kita lewati, kita sudah disuguhkan dengan pelbagai kisah saat-saat akhir hidup Sang Juruselamat kita, Yesus Kristus. Pesan demi pesan kita petik untuk pembaruan kehidupan beriman kita, yaitu mulai dari teladan kepemimpinanNya saat memasuki kota Yerusalem pada hari Minggu Palma untuk menunaikan tugas akhir perutusanNya dengan gagah berani di kota itu; dilanjutkan dengan perjamuan malam terakhir sebagai kenangan akan Dia/Ekaristi pada hari Kamis Putih dengan pesan utama untuk saling melayani; kurban salib pada hari Jumat Agung sebagai ungkapan kasihNya yang tak terperikan bagi keselamatan hidup kita; dan pada akhirnya, dengan kebangkitanNya yang mulia pada pesta Paskah ini, kita diingatkan untuk beriman, bahwa kita memiliki jaminan kehidupan yang kekal berkat kebangkitanNya. Oleh karena itu, dari semua pesan-pesan itu, kita semestinya sadar bahwa Tuhan Yesus sungguh mengasihi kita. Kita tak mampu membalas kasih sayangNya yang sempurna kepada kita. Dengan mengasihi kita sehabis-habisnya, melalui pengurbanan diriNya, Tuhan Yesus hanya minta satu hal ini dari kita, yaitu kita pun harus bangkit bersamaNya, bangkit dari kelesuan hidup beriman kita.

Saudara-saudari terkasih!
Dengan merayakan kebangkitan Tuhan Yesus, kita diajak untuk berdiri lagi dan mulai melangkah dengan pasti melawan keterpurukan hidup yang disebabkan oleh dosa-dosa kita. Kita harus bertobat, dengan masuk ke dalam makam seperti Maria Magdalena, Petrus dan Yohanes untuk mengalami dan melihat kubur kosong dan percaya bahwa Tuhan sudah bangkit sebagai sumber kekuatan hidup beriman kita.

Ada sebuah ceritera tentang keledai milik seorang petani yang jatuh ke dalam sumur. Hewan itu menangis selam berjam-jam, sementara petani itu memikirkan apa yang harus ia lakukan. Akhirnya, ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur perlu ditimbun karena berbahaya. Dengan demikian, ia berpikir tidak ada gunanya lagi menolong si keledai itu.

Petani itu pun kemudian mengajak para tetangganya untuk datang membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah dan memasukkannya ke dalam sumur. Pada mulanya, ketika keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh ketakutan. Tetapi kemudian semua orang takjub melihat si keledai terdiam.

Setelah beberapa sekop tanah lagi dilemparkan ke dalam sumur, petani itu melihat ke dalam sumur dan tercengang. Walaupun punggung keledai terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah, keledai itu melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu ia menaiki tanah itu.

Sementara para tetangga petani itu terus menuangkan tanah ke atas punggung hewan itu, keledai juga terus mengguncangkan badannya dan melangkah naik. Semua orang terpesona ketika melihat si keledai itu pada akhirnya meloncati tepi sumur dan berlari pergi, menjauh dari sumur itu.

Itulah arti kebangkitan yang sesungguhnya. Ketika wafat dan kebangkitan Yesus memberikan semangat baru bagi kita untuk siap berdiri dan melangkah lagi untuk melawan segala tantangan dunia ini. Sebagaimana keledai yang diceriterakan tadi, yang tidak mau menyerah dengan orang-orang di sekitarnya yang tidak mau memberikannya lagi pengharapan untuk hidup, namun di dalam dirinya sendiri masih ada semangat dan keyakinan untuk melawan keterpurukan itu.

Bagaimana dengan kita? Masihkah kita dengan kebangkitan Yesus mempunyai kekuatan untuk berdiri dan melangkah lagi untuk melawan keterpurukan hidup kita? Masihkah kita lesu dalam hidup beriman dengan bermalas-malasan dalam beribadah?

Dengan mengalami Paskah Yesus Kristus, kita pun diajak lebih jauh untuk memberikan “paskah” kita, kebangkitan kita, bagi mereka yang sedang terpuruk di sekitar kita, bagi mereka yang miskin, tersingkir dan tertindas. Dengan memberikan diri kita bagi yang lain, maka kita pun akan menemukan jati diri kita yang sesungguhnya sebagai sahabat Yesus yang sejati, yang sudah memberikan diriNya sendiri terlebih dahulu sebagai tebusan untuk keselamatan kita. Semoga***




Hari Minggu Palma, Tahun B

“Konsisten Dalam Beriman”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan Injil: Mrk. 11:1-10
               ***
Bacaan I: Yes. 50:4-7
Bacaan II: Flp. 2:6-11
Bacaan Injil: Mrk. 14:1 – 15:47

Renungan Singkat (di luar Gereja)
Umat beriman yang terkasih!
Yesus tidak memasuki kota Yerusalem dengan menunggang kuda perang sebagaimana biasanya dilakukan seorang raja dunia. Ia masuk dengan menunggang seekor keledai untuk memperlihatkan bahwa Dia adalah seorang Pemimpin yang rendah hati. Tuhan Yesus tidak memegahkan diri, sekalipun dia Putera Allah, karena Ia mau memberi contoh kepada kita, bahwa menjadi seorang pemimpin atau seorang yang diberi tugas atau wewenang tertentu berarti harus tampil sederhana dan harus rela menjadi hamba bagi semua orang. Itulah spiritualitas dalam kepemimpinan Katolik. Menjadi seorang pemimpin berarti menjadi hamba bagi sekalian orang yang dilayani.

Selain memberi teladan kepemimpinan sejati, dengan sikap itu Tuhan Yesus sudah mengantisipasi penderitaan dan siksaan yang akan menimpa diriNya di kota itu pada hari terakhir di Minggu yang sama. Di antara mereka yang melambaikan daun-daun palma untuk menghormatiNya dan mereka yang menyerukan, “Hosana Putera Daud, hosanna di tempat tinggi”, barangkali ada yang nanti karena desakan para pemimpin berbalik menghardik Yesus pada hari Jumat Agung, “Buanglah Dia, salibkan Dia!”.

Saudara-saudari terkasih!
Terlihat sekali betapa manusia begitu mudah menjadi plin-plan atau tidak memiliki pendirian dalam hal beriman. Amat disayangkan bahwa tidak banyak perubahan selama 2000 tahun yang telah lewat. Kita selalu plin-plan ketika harus memilih antara Kristus atau barang-barang dunia ini. Dengan menyadari pendirian kita yang kurang teguh atau kerap tidak jelas semacam ini, maka kita seharusnya malu setiap kali kita merayakan Minggu Palma.

Dengan mengenangkan peristiwa Tuhan Yesus memasuki kota Yerusalem dan disambut meriah dengan daun-daun palma di tangan, kita sekalian sekali lagi diminta untuk memurnikan motivasi kita dalam beriman, bahwa kita harus sungguh-sungguh menyambutNya sebagai Raja Kehidupan, Tuhan dan Pengantara kita yang telah menyelamatkan kita dari kebinasaan dosa. Bukan dengan setengah hati, atau bahkan kemudian berbalik seperti khalayak ramai yang berteriak tanpa malu, “Buanglah Dia, salibkan Dia!”. Marilah kita berpendirian dalam beriman, sekali dibaptis menjadi Katolik, maka harus hidup sebagai orang Katolik yang ber-Tuhan, bukan hanya sekadar beragama. Semoga!

Renungan Singkat (di dalam Gereja)
Umat beriman yang terkasih!
Suasana meriah Minggu Palma seakan sirna ketika kita mendengar kisah sengsara dan wafat Yesus Kristus sebagaimana dibacakan dalam passio. Namun bila kita masih punya hati, kita sepantasnya merenung betapa mulia pengorbanan Tuhan Yesus bagi keselamatan hidup kita. Kisah sengsara dan wafatNya di kayu salib adalah kisah kasih yang tak terperikan bagi dunia. SalibNya adalah salib kasih untuk keselamatan kita.

Kita tahu bahwa sesungguhnya kita tidak pantas untuk menerima cinta Allah yang sekian besar itu. Ketika kita memandang salib dan melihat tangan dan kaki Putera Allah terpaku pada salib, yang perlahan-lahan mengalirkan darah dari lambungNya untuk kita, masih adakah yang dapat kita perbuat selain menundukkan kepala dengan penuh rasa malu? Sekalipun kita tidak mengejek dan menghina Dia secara terang-terangan seperti yang dilakukan orang-orang Farisi dan para musuhNya, namun kita telah melakukan secara tidak langsung lewat ketidakpedulian kita, lewat dosa kita yang melawan Allah dan sesama.

Saudara-saudari terkasih!
Pekan Suci yang sudah kita masuki ini akan sungguh-sungguh menjadi satu Minggu yang kudus dan menjadi satu titik awal dalam hidup kita apabila kita menyesali masa lampau kita, dengan bertobat dan mulai menyerahkan diri kita kepada Allah yang penuh kasih. Melalui hidup, penderitaan, kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus, kita sekalian telah diangkat menjadi ahli waris Surgawi. Oleh karena itu, baiklah kita hidup sesuai janji baptis kita, menjadi putera-puteri Allah yang terkasih, demi memperoleh tanah air Surgawi itu. Tuhan Yesus tidak pernah meninggalkan kita. Ia tetap menyertai kita dalam segala situasi hidup kita. Berimanlah dengan teguh! Amin.   


Hari Minggu Prapaskah V, Tahun B

“Memaknai Salib Kasih Kristus”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Yer. 31:31-34
Bacaan II: Ibr. 5:7-9
Bacaan Injil: Yoh. 12:20-33

Kata Pengatar
Umat beriman yang terkasih!
Kita sudah berada di penghujung masa Prapaskah, yaitu hari Minggu Prapaskah V. Dalam bacaan-bacaan suci hari ini kita masih terus diingatkan tentang kebaikan hati Allah yang tak kenal lelah untuk menyelamatkan kita, umatNya, dari kebinasaan dosa. Dengan berbagai cara, pun bahkan dengan mengurbankan PuteraNya sendiri di atas kayu salib, Allah sebenarnya mau memenangkan hati kita untuk beriman total kepadaNya, mempercayaiNya sebagai Allah dan Penjamin hidup yang utama. Namun apa tanggapan atau balasan kita?

Harus diakui bahwa kita seringkali masih lebih suka hidup terpisah dari belas kasih Allah. Kita lebih suka hidup seolah tak ber-Tuhan, mementingkan diri sendiri dan penuh kepura-puraan dalam beragama. Marilah di awal perayaan ekaristi ini, kita menyesali kelalaian dan dosa kita serta mohon ampun di hadapan Allah yang maha belas kasih.

Renungan
Umat beriman yang terkasih!
Nubuat Tuhan yang disampaikan melalui nabi Yeremia seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama hari ini, yaitu mengenai perjanjian baru yang akan diadakan lagi dengan umat Israel, tak lain menunjuk pada perjanjian baru yang diikat dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus. Dialah yang menjadi simbol perdamaian kembali antara Tuhan dan manusia.

Menarik untuk direnungkan bahwa dalam nubuat-nubuat para nabi tentang perjanjian baru yang akan menyelamatkan manusia dari kebinasaan dosa, di sana secara jelas ditekankan bahwa Tuhanlah yang mengambil inisiatif untuk menjalankan misi penyelamatan itu. Tuhan sepertinya tak kenal lelah dan terus mencari cara bagaimana harus memenangkan hati manusia, agar bertobat dan percaya total kepadaNya. Kita mungkin bisa menghitung dari sejak masa Perjanjian Lama sampai masa Perjanjian Baru ada begitu banyak nabi yang diutus Tuhan untuk menyadarkan umat Israel tentang apa yang dikehendaki Tuhan. Pesan Tuhan semuanya bersifat positif, perintah dan laranganNya dimaksudkan untuk kebaikan atau keselamatan hidup manusia. Namun apa tanggapan atau balasan manusia terhadap kemahabaikan Tuhan ini? Umat Israel, pun bahkan kita sendiri yang hidup saat ini, sepertinya acuh tak acuh, tidak sungguh-sungguh menghiraukan kebaikan Tuhan itu. Kita beragama, tetapi dalam praksisnya lebih suka hidup mementingkan diri sendiri, mementingkan hal-hal duniawi, berkata dan berbuat seolah-olah Tuhan tidak ada, tidak mau bertobat dan merasa nyaman saja walau  hidup terpisah dari belas kasih Allah.

Saudara-saudari terkasih! Tuhan Yesus yang menjadi tanda perjanjian baru, yang diutus Allah Bapa untuk mendamaikan kembali kita dengan diriNya, dalam bacaan Injil hari ini angkat bicara tentang kepenuhan waktu, bahwa saatnya telah tiba, Anak Manusia atau Putera Allah dimuliakan.

Secara Ilahi, Tuhan Yesus di dalam diriNya sendiri sudah mulia, karena Dia adalah Putera Allah. Namun, dengan perkataanNya bahwa saatnya telah tiba, Anak Manusia dimuliakan, Tuhan Yesus mau memberitahukan maksud terpenting dari kedatanganNya ke dalam dunia, yaitu untuk menyelamatkan manusia secara paripurna dari kebinasaan dosa. Dia mengibaratkan pengurbananNya bagai biji gandum yang jatuh ke dalam tanah dan mati, agar bisa menghasilkan banyak buah. Pengurbanan bagai biji gandum itulah yang ditunjukkan Yesus melalui jalan salib, sengsara dan wafatNya di kayu salib. Bagi orang Yahudi, Salib mungkin dilihat sebagai aib atau kutukan. Bagi orang Yunani, Salib adalah kebodohan. Demikian juga pola pikir kebanyakan manusia zaman kita, Salib adalah sesuatu yang nirmakna atau sia-sia belaka. Tetapi bagi kita, orang Kristen, Salib adalah Kebijaksanaan Ilahi yang melampaui daya pikir manusia.  

Bagi kita orang Kristen, peristiwa penyaliban Yesus yang sesungguhnya adalah pencurahan Kasih Allah yang tak terkira bagi umat manusia, karena melaluinya semua bangsa manusia ditarik kepada Yesus yang ditinggikan di Salib untuk mengalami keselamatan. Itulah perjanjian baru yang diikat Tuhan selamanya dengan umat manusia, yang meruntuhkan kuasa maut dan membuka pintu kebangkitan untuk kehidupan kekal bagi siapa saja yang percaya dan berserah diri pada belas kasih Allah.

Umat beriman yang terkasih!
Dalam seluruh hidup dan karyaNya, Tuhan Yesus amat peka atas putusnya hubungan manusia dengan Allah, karena kebebalan hati manusia yang tidak menaruh kepercayaan kepada Allah, tidak mau menaati perintah dan laranganNya. Ketidakpercayaan ini menyebabkan manusia berada dalam ancaman kebinasaan total. Namun, dengan pengurbanan diriNya di atas kayu salib, Tuhan Yesus membuka kembali jalan pepulih dan keselamatan bagi manusia. Inilah makna sesungguhnya dari peristiwa Salib, yang seharusnya menjadi warta keselamatan bagi kita, bagi setiap orang yang pikiran dan hatinya masih menjauh dari Allah. Dengan pengurbananNya di atas kayu Salib, Tuhan Yesus telah menjadi pokok atau sumber keselamatan bagi kita semua, seperti ditegaskan murid St. Paulus yang menulis kembali pengajaran gurunya untuk disampaikan kepada orang Ibrani.

Kini kita sudah berada di penghujung masa Prapaskah, yaitu hari Minggu Prapaskah V. Tinggal beberapa hari lagi kita akan memasuki Pekan Suci untuk merenung dengan penuh iman kurban kasih Tuhan Yesus bagi keselamatan hidup kita. Sudahkah kita menyucikan diri untuk memasuki Pekan Suci itu? Ataukah kita masih merasa biasa-biasa saja, lebih menyibukkan diri dengan rutinitas duniawi kita dan merasa nyaman saja hidup terpisah dari belas kasih Allah?

Bagi kita orang Katolik, Gereja menegaskan bahwa hanya mereka yang sungguh-sungguh menyiapkan diri selama masa Prapaskah yang pantas atau layak untuk merayakan Paskah. Itu berarti bahwa hanya mereka yang sungguh-sungguh mengisi masa khusus ini dengan pertobatan, dengan doa, puasa dan sedekah, yang tahu memaknai sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan Yesus sebagai jaminan keselamatan hidupnya.  Oleh karena itu, marilah kita memeriksa diri sekali lagi, sudahkah kita menyiapkan diri untuk memasuki Pekan Suci? Kita diminta membarui diri dengan bertobat dan percaya kepada Injil sebelum masa Prapaskah ini berakhir agar layak merayakan Paskah Tuhan. Semoga***   



Hari Minggu Prapaskah IV, Tahun B

“Belas Kasih Allah Lebih Kuat Daripada Ketidaksetiaan Manusia”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: 2Taw. 36:14-16.19-23
Bacaan II: Ef. 2:4-10
Bacaan Injil: Yoh. 3:14-21

Kata Pengatar
Umat beriman yang terkasih!
Sejak Perjanjian Lama, belas kasih Allah selalu dinyatakan kepada umatNya, Israel. Belas kasih Allah itu lebih kuat daripada ketidaksetiaan manusia. Demikian pun pada masa Perjanjian Baru, Tuhan Yesus datang ke dunia untuk membuka mata hati kita, supaya kita dapat mengerti siapa diri kita di hadapan Allah, bahwa kita sungguh dikasihi Allah.

Marilah kita menyiapkan diri untuk mendengarkan Sabda Tuhan dan menyambut Tubuh dan Darah Kristus di hari Minggu Prapaskah IV ini, dengan terlebih dahulu menyucikan diri, menyesali kelalaian dan dosa kita di hadapan Tuhan.

Renungan
Umat beriman yang terkasih!
Sejarah bangsa terpilih dalam Perjanjian Lama merupakan bukti jelas mengenai besarnya peran Allah dalam mengatur dunia ini. Ia mengerjakan mukjizat-mukjizat yang luar biasa untuk menghantar umat Israel ke tanah Kanaan, ke negeri yang telah dijanjikan kepada Abraham. Tetapi sepanjang perjalanan dan di tempat-tempat persinggahan, Allah juga memakai musuh-musuh bangsa Israel untuk menunjukkan murkaNya, sehingga bangsa terpilih itu bisa sadar tentang kebergantungan mereka kepada Allah.

Allah menyatakan kemurkaan kepada umat Israel, bangsa pilihanNya, karena mereka seringkali tidak taat kepada perintah dan larangan Allah. Oleh karena itu, umat Israel harus mengalami derita pembuangan sebagai hukuman atas ketidaksetiaan mereka. Tetapi belas kasih Allah memang lebih kuat dari ketidaktaatan umatNya. Setelah umat Israel sadar akan pelanggarannya, Allah pun menunjukkan kerahimanNya melalui pembebasan dari pembuangan. Tercatat beberapa kali umat Israel harus mengalami pembuangan akibat ketidaksetiaan mereka kepada Allah, dan Allah pun terus-menerus mengerjakan perbuatan ajaibNya bagi mereka, yaitu dengan membebaskan mereka dari perhambaan atau perbudakan di negeri pembuangan.   

Ketidaktaatan terhadap perintah dan larangan Allah sebenarnya telah menjadi penyakit yang terus menggerogoti hidup manusia sepanjang zaman. Pada masa Perjanjian Baru, Allah bahkan mengutus anakNya sendiri ke dalam dunia untuk menyelamatkannya dari kebinasaan dosa. Melalui diri PuteraNya, Tuhan kita Yesus Kristus, Allah sebenarnya ingin menyatakan kepada kita bahwa belas kasihNya lebih besar dari ketidaksetiaan kita. Untuk itu, sebagai ungkapan syukur dan terima kasih, kita diminta untuk bertobat dan percaya kepada puteraNya, agar bisa beroleh hidup kekal. Namun bagi mereka yang tidak mau percaya kepada pewartaan Injil Putera Allah, sesungguhnya mereka menghukum dirinya sendiri, karena dengan keputusannya itu mereka memilih hidup dalam kegelapan, hidup tanpa belas kasih Allah.

Saudara, saudari, terkasih!
Yesus datang ke dunia untuk membawa kebenaran tentang hidup manusia, untuk membuka mata hati kita supaya kita dapat melihat dan mengerti dengan jelas siapa diri kita sebenarnya, terutama sisi-sisi gelap kehidupan kita.

-. Dengan melihat bagaimana Yesus berjalan keliling dan berbuat baik kepada semua orang, bagaimana Ia melayani tanpa pamrih, kita dapat mengerti betapa besarnya egoisme dan ingat diri yang ada pada kita.

-. Dengan menyaksikan bagaimana Ia mencari dan mendekati orang dari segala golongan dan lapisan masyarakat, tanpa memandang bulu, kita dapat menyadari betapa kita bersifat tertutup dan suka mendirikan tembok pemisah terhadap orang lain, karena kita penuh prasangka.

-. Dengan memandang dan merenungkan kerelaanNya untuk menjadi manusia, menderita sengsara, pun bahkan wafat di salib dan mengampuni musuh-musuhNya, kita dapat memahami ketulusan cinta Allah dan membandingkannya dengan hati kita yang gampang tersinggung dan sukar berkurban dan mengampuni sesama yang bersalah kepada kita.

Intinya, bila kita merenungkan hidup, pribadi dan perbuatan Yesus, kita sebenarnya memperoleh cahaya untuk menyoroti hidup kita sendiri, agar kita menemukan titik-titik gelap dalam diri kita. Kehadiran Tuhan Yesus di tengah dunia ini hendaknya menyadarkan kita untuk terus menerus membarui diri. Tuhan Yesus tidak datang untuk menghakimi kita, melainkan untuk menyelamatkan kita sebagaimana ditegaskan dalam bacaan Injil tadi. Tuhan Yesus hanya menyoroti kegelapan dan kesalahan kita, agar kita mengerti keadaan kita yang sebenarnya. Dan kalau kita melihat dan menyadari kesalahan itu, kita dapat meminta pengampunan dan pasti akan memperolehnya.  

St. Paulus dalam bacaan kedua tadi juga mengingatkan kita bahwa belas kasih Allah senantiasa terbuka bagi siapa saja. Belas kasih Allah itu merupakan hadiah gratis atau cuma-cuma dari Allah sendiri yang harus dimanfaatkan demi keselamatan hidup kita. Kita sekalian sebenarnya tidak memperoleh cinta Allah itu karena perbuatan-perbuatan baik kita, melainkan karena kemurahan hati Allah yang mau menganugerahkanNya kepada kita. Oleh karena itu, kita tidak perlu memegahkan diri karena perbuatan baik yang kita lakukan, melainkan biarkanlah perbuatan baik itu menjadi sarana bagi Allah sendiri untuk menyatakan kasihNya kepada sesama di sekitar kita.

Umat beriman yang terkasih!
Di masa prapaskah yang hampir berakhir ini, kita sekalian masih diajak secara khusus untuk menemukan kesalahan dan kelemahan kita, menyadari sisi-sisi gelap hidup kita. Dan kalau kita sudah menemukannya, kita diajak untuk mengakuinya agar kita diampuni dan dapat memulai lagi hidup baru, yaitu hidup dalam terang Kristus. Untuk itu, sakramen tobat sangat kita butuhkan di masa prapaskah ini. Dengan menghadiri ibadat tobat dan melakukan pengakuan pribadi, maka kita sebenarnya mendamaikan diri lagi dengan Tuhan dan mau hidup sebagai anak-anak Allah yang memiliki jaminan hidup kekal. Jangan sia-siakan rahmat pengampunan dari Tuhan dalam masa prapaskah ini dan jangan malu untuk mengakui kesalahan kita di hadapan Tuhan, sebab belas kasih Allah lebih kuat daripada ketidaksetiaan kita; belas kasih Allah lebih besar daripada dosa-dosa yang pernah kita perbuat.


Tuhan memberkati kita sekalian!

Hari Minggu Prapaskah III, Tahun B

Jangan Mengingini Milik Sesama Secara Tidak Adil
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kel. 20:1-17
Bacaan II: 1 Kor. 1:22-25
Bacaan Injil: Yoh. 2:13-25

Kata Pengatar
Umat beriman yang terkasih!
Larangan dan perintah Allah kepada kita, umatNya, sudah jelas tertuang dalam sepuluh perintahNya, yaitu hukum yang telah diberikan melalui nabi Musa. Larangan dan perintah Allah itu rupanya menunjukkan kecenderungan-kecenderungan hati kita, kecenderungan hati manusia untuk melakukan dosa. Salah satu kecenderungan dosa itu adalah penipuan atau manipulasi untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari orang lain; atau keserakahan mengingini milik sesama secara tidak adil.

Marilah kita menyiapkan diri untuk mendengarkan Sabda Tuhan dan merenungkanNya serta menyambut Tubuh-Darah Kristus di hari Minggu Prapaskah III ini, dengan terlebih dahulu mengakui kelalaian dan dosa kita di hadapan Tuhan

Renungan
Umat beriman yang terkasih!
Dalam bacaan pertama tadi kita diingatkan kembali tentang 10 perintah Allah yang harus menjadi pedoman hidup beriman kita. 10 perintah Allah itu, jika diperhatikan, kebanyakan bersifat negatif atau berupa larangan dan hanya sedikit yang bersifat positif atau berupa perintah. Larangan dan perintah Allah itu rupanya menunjukkan dengan jelas kecenderungan-kecenderungan hati kita, kecenderungan hati manusia untuk melakukan dosa. Ada 2 bagian penting yang sebenarnya mau ditekankan melalui 10 perintah Allah itu, yakni tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan dan  hubungan antara manusia dengan sesamanya.

Secara khusus dalam hubungan dengan bacaan Injil tadi, kita sebenarnya diingatkan oleh Tuhan Yesus tentang hubungan antara manusia dengan sesamanya, yaitu larangan mengingini milik sesama secara tidak adil. Tuhan Yesus mengusir pedagang-pedagang yang menjual hewan kurban di pelataran Kenisah dan menjungkir-balikkan meja para penukar uang, karena dalam praktik perdagangan di Kenisah itu terjadi banyak penipuan dan manipulasi untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari para peziarah. Dengan tindakan tegas ini, Tuhan Yesus sebenarnya tidak hanya sebatas mau membersihkan Bait Allah atau Kenisah sebagai tempat atau ruang doa, melainkan lebih daripada itu Ia mau membersihkan ruang batin manusia dari keserakahan dan kejahatan yang justru kerap terjadi di tengah umat yang mengklaim diri beragama, namun hidup seperti tidak ber-Tuhan. Dan untuk menegakkan kembali larangan jangan mengingini milik sesama secara tidak adil, Tuhan Yesus tidak segan-segan berhadapan dengan ancaman orang-orang Yahudi. Untuk mempertanggung-jawabkan kewenanganNya menegur mereka, Tuhan Yesus berkata, “Rombaklah Bait Allah ini dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali”. Dengan pernyataan itu, Tuhan Yesus sebenarnya mau mengatakan bahwa Ia sedikitpun tidak gentar untuk menunjukkan kebenaran kepada mereka, bahkan bila harus mati demi kebenaran itu sendiri. Sebab yang dimaksudkan Bait Allah ialah TubuhNya sendiri. Oleh karena itu, bagi siapa saja yang mau menegakkan kebenaran Tuhan, mentaati larangan dan perintah Tuhan, maka ada jaminan kebangkitan meskipun tubuh fananya harus dikurbankan.        

Umat beriman yang terkasih!
Bagi kita orang Katolik, 10 perintah Allah itu tetap menjadi dasar hukum hidup beriman kita. Meskipun konteksnya, hukum ini diberikan pada masa Perjanjian Lama, namun pada masa Perjanjian Baru, Tuhan Yesus sendiri berkata, “Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi” (Bdk. Mat. 5:18). Demikian pun larangan jangan mengingini milik sesama secara tidak adil, yakni dalam bentuk penipuan atau manipulasi untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari sesama, tetap berlaku sampai sekarang.

Pada masa kita, praktik keserakahan mengingini milik sesama secara tidak adil masih atau bahkan semakin merajalela. Pelakunya bukan orang tak beragama atau ateis, melainkan orang-orang yang seringkali kelihatan alim beragama dan mengaku ber-Tuhan. Kita saksikan dalam berita-berita televisi, para koruptor di negeri ini yang tertangkap KPK. Semuanya beragama, tetapi hidup seperti tak ber-Tuhan, sehingga melakukan praktik penipuan atau manipulasi, merampas hak-hak kesejahteraan sesama untuk kepentingan diri sendiri, keluarga dan golongannya. Itulah berita yang tersiar kepada kita. Tetapi bagaimana dengan praktik-praktik keserakahan penipuan atau manipulasi yang belum tersiar? Ini adalah pertanyaan untuk diri kita sendiri, apakah kita salah satu pelakunya yang secara diam-diam mengingini milik sesama secara tidak adil, atau bahkan telah menjalankan niat itu untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya demi kepentingan pribadi kita?

Tuhan Yesus yang berusaha menegakkan kembali hukum Taurat telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Yahudi pada waktu itu. Atau bahkan tindakanNya dianggap sebagai kebodohan bagi orang-orang bukan Yahudi sehingga Ia kemudian disalibkan. Tetapi bagi kita yang menamakan diri orang Kristen, tindakan Yesus untuk menegakkan larangan dan perintah Allah tetap menjadi kekuatan dan hikmat Allah untuk para pengikutNya, seperti diingatkan St. Paulus dalam bacaan kedua tadi.

Di masa Prapaskah ini kita disadarkan untuk terus mengoreksi diri, membarui hidup, menyesali kelalaian dan dosa yang diperbuat. Juga dalam hubungan dengan praktik-praktik yang kadang atau sering mengingini milik sesama secara tidak adil, kita diminta untuk bertobat. Sebab kita ini adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam diri kita. Janganlah kita mencemariNya dengan praktik-praktik ketidakbenaran dan ketidakadilan. Semoga***