Hari Minggu Prapaskah IV, Tahun B

“Belas Kasih Allah Lebih Kuat Daripada Ketidaksetiaan Manusia”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: 2Taw. 36:14-16.19-23
Bacaan II: Ef. 2:4-10
Bacaan Injil: Yoh. 3:14-21

Kata Pengatar
Umat beriman yang terkasih!
Sejak Perjanjian Lama, belas kasih Allah selalu dinyatakan kepada umatNya, Israel. Belas kasih Allah itu lebih kuat daripada ketidaksetiaan manusia. Demikian pun pada masa Perjanjian Baru, Tuhan Yesus datang ke dunia untuk membuka mata hati kita, supaya kita dapat mengerti siapa diri kita di hadapan Allah, bahwa kita sungguh dikasihi Allah.

Marilah kita menyiapkan diri untuk mendengarkan Sabda Tuhan dan menyambut Tubuh dan Darah Kristus di hari Minggu Prapaskah IV ini, dengan terlebih dahulu menyucikan diri, menyesali kelalaian dan dosa kita di hadapan Tuhan.

Renungan
Umat beriman yang terkasih!
Sejarah bangsa terpilih dalam Perjanjian Lama merupakan bukti jelas mengenai besarnya peran Allah dalam mengatur dunia ini. Ia mengerjakan mukjizat-mukjizat yang luar biasa untuk menghantar umat Israel ke tanah Kanaan, ke negeri yang telah dijanjikan kepada Abraham. Tetapi sepanjang perjalanan dan di tempat-tempat persinggahan, Allah juga memakai musuh-musuh bangsa Israel untuk menunjukkan murkaNya, sehingga bangsa terpilih itu bisa sadar tentang kebergantungan mereka kepada Allah.

Allah menyatakan kemurkaan kepada umat Israel, bangsa pilihanNya, karena mereka seringkali tidak taat kepada perintah dan larangan Allah. Oleh karena itu, umat Israel harus mengalami derita pembuangan sebagai hukuman atas ketidaksetiaan mereka. Tetapi belas kasih Allah memang lebih kuat dari ketidaktaatan umatNya. Setelah umat Israel sadar akan pelanggarannya, Allah pun menunjukkan kerahimanNya melalui pembebasan dari pembuangan. Tercatat beberapa kali umat Israel harus mengalami pembuangan akibat ketidaksetiaan mereka kepada Allah, dan Allah pun terus-menerus mengerjakan perbuatan ajaibNya bagi mereka, yaitu dengan membebaskan mereka dari perhambaan atau perbudakan di negeri pembuangan.   

Ketidaktaatan terhadap perintah dan larangan Allah sebenarnya telah menjadi penyakit yang terus menggerogoti hidup manusia sepanjang zaman. Pada masa Perjanjian Baru, Allah bahkan mengutus anakNya sendiri ke dalam dunia untuk menyelamatkannya dari kebinasaan dosa. Melalui diri PuteraNya, Tuhan kita Yesus Kristus, Allah sebenarnya ingin menyatakan kepada kita bahwa belas kasihNya lebih besar dari ketidaksetiaan kita. Untuk itu, sebagai ungkapan syukur dan terima kasih, kita diminta untuk bertobat dan percaya kepada puteraNya, agar bisa beroleh hidup kekal. Namun bagi mereka yang tidak mau percaya kepada pewartaan Injil Putera Allah, sesungguhnya mereka menghukum dirinya sendiri, karena dengan keputusannya itu mereka memilih hidup dalam kegelapan, hidup tanpa belas kasih Allah.

Saudara, saudari, terkasih!
Yesus datang ke dunia untuk membawa kebenaran tentang hidup manusia, untuk membuka mata hati kita supaya kita dapat melihat dan mengerti dengan jelas siapa diri kita sebenarnya, terutama sisi-sisi gelap kehidupan kita.

-. Dengan melihat bagaimana Yesus berjalan keliling dan berbuat baik kepada semua orang, bagaimana Ia melayani tanpa pamrih, kita dapat mengerti betapa besarnya egoisme dan ingat diri yang ada pada kita.

-. Dengan menyaksikan bagaimana Ia mencari dan mendekati orang dari segala golongan dan lapisan masyarakat, tanpa memandang bulu, kita dapat menyadari betapa kita bersifat tertutup dan suka mendirikan tembok pemisah terhadap orang lain, karena kita penuh prasangka.

-. Dengan memandang dan merenungkan kerelaanNya untuk menjadi manusia, menderita sengsara, pun bahkan wafat di salib dan mengampuni musuh-musuhNya, kita dapat memahami ketulusan cinta Allah dan membandingkannya dengan hati kita yang gampang tersinggung dan sukar berkurban dan mengampuni sesama yang bersalah kepada kita.

Intinya, bila kita merenungkan hidup, pribadi dan perbuatan Yesus, kita sebenarnya memperoleh cahaya untuk menyoroti hidup kita sendiri, agar kita menemukan titik-titik gelap dalam diri kita. Kehadiran Tuhan Yesus di tengah dunia ini hendaknya menyadarkan kita untuk terus menerus membarui diri. Tuhan Yesus tidak datang untuk menghakimi kita, melainkan untuk menyelamatkan kita sebagaimana ditegaskan dalam bacaan Injil tadi. Tuhan Yesus hanya menyoroti kegelapan dan kesalahan kita, agar kita mengerti keadaan kita yang sebenarnya. Dan kalau kita melihat dan menyadari kesalahan itu, kita dapat meminta pengampunan dan pasti akan memperolehnya.  

St. Paulus dalam bacaan kedua tadi juga mengingatkan kita bahwa belas kasih Allah senantiasa terbuka bagi siapa saja. Belas kasih Allah itu merupakan hadiah gratis atau cuma-cuma dari Allah sendiri yang harus dimanfaatkan demi keselamatan hidup kita. Kita sekalian sebenarnya tidak memperoleh cinta Allah itu karena perbuatan-perbuatan baik kita, melainkan karena kemurahan hati Allah yang mau menganugerahkanNya kepada kita. Oleh karena itu, kita tidak perlu memegahkan diri karena perbuatan baik yang kita lakukan, melainkan biarkanlah perbuatan baik itu menjadi sarana bagi Allah sendiri untuk menyatakan kasihNya kepada sesama di sekitar kita.

Umat beriman yang terkasih!
Di masa prapaskah yang hampir berakhir ini, kita sekalian masih diajak secara khusus untuk menemukan kesalahan dan kelemahan kita, menyadari sisi-sisi gelap hidup kita. Dan kalau kita sudah menemukannya, kita diajak untuk mengakuinya agar kita diampuni dan dapat memulai lagi hidup baru, yaitu hidup dalam terang Kristus. Untuk itu, sakramen tobat sangat kita butuhkan di masa prapaskah ini. Dengan menghadiri ibadat tobat dan melakukan pengakuan pribadi, maka kita sebenarnya mendamaikan diri lagi dengan Tuhan dan mau hidup sebagai anak-anak Allah yang memiliki jaminan hidup kekal. Jangan sia-siakan rahmat pengampunan dari Tuhan dalam masa prapaskah ini dan jangan malu untuk mengakui kesalahan kita di hadapan Tuhan, sebab belas kasih Allah lebih kuat daripada ketidaksetiaan kita; belas kasih Allah lebih besar daripada dosa-dosa yang pernah kita perbuat.


Tuhan memberkati kita sekalian!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar