“Persahabatan Sejati Atas Dasar Saling Mengasihi”
(Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: Kis. 10:25-26.34-35.44-48
Bacaan II: 1 Yoh. 4:7-10
Bacaan Injil: Yoh. 15:9-17
Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Di hari Minggu Paskah VI ini kita sekalian diingatkan untuk menyadari kembali relasi kita dengan Tuhan, yaitu sebagai sahabatNya tatkala kita sungguh-sungguh menjalankan perintahNya untuk saling mengasihi. Tanpa suasana saling mengasihi di lingkup kehidupan kita, di dalam keluarga maupun dalam hidup bermasyarakat/menggereja, maka percuma saja kita menyebut diri sebagai orang Katolik; sia-sia juga Ekaristi yang kita rayakan ini, jikalau kita masih hidup menuruti keinginan sendiri, terpisah dari apa yang dikehendaki Tuhan.
Marilah kita masing-masing memeriksa diri, sudah sejauh mana kita mengamalkan perintah Tuhan untuk saling mengasihi. Jikalau masih ada kebencian, iri hati, suka memfitnah, sombong, mementingkan diri sendiri dan acuh tak acuh dalam kehidupan bersama/dalam kehidupan menggereja, maka baiklah kita menyesali kelalaian dan dosa itu di hadapan Tuhan, agar kita layak merayakan Ekaristi Kudus ini; perjamuan persahabatan dengan Tuhan yang mengundang kita untuk selalu tinggal di dalam kasihNya.
Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Dalam pergaulan sehari-hari, tentu kita memiliki kerinduan untuk menemukan seorang sahabat yang dapat memahami kita, menerima kita apa adanya, mendengarkan keluh-kesah kita, tidak melukai hati kita dan setia menemani kita dalam keadaan apa pun, suka maupun duka. Namun harus diakui bahwa untuk menemukan sahabat sejati seperti itu tidaklah mudah, karena kecenderungan manusia dalam pergaulan selalu “ada maunya”/ada perhitungan tertentu untuk kepentingan dirinya sendiri. Apalagi di zaman now, mencari sahabat sejati bagaikan mencari jarum di dalam tumpukan jerami. Pengaruh media sosial bisa saja menghubungkan kita dengan siapa saja, kapan dan di mana saja, berteman dengan siapa saja, ber-chat ria dengan siapa saja, tetapi untuk menemukan seorang sahabat sejati harus disadari bahwa ranahnya bukan di dunia maya. Sahabat sejati harus ditemukan di dalam dia, yang hadir kini dan di sini, di dunia nyata; bukan yang hadir di layar hp dan sewaktu-waktu bisa terputus karena jaringan error, atau pulsa prabayar habis, atau pulsa data habis. Bagaimana pun, kita masing-masing pasti ingin memiliki sahabat sejati. Kerinduan ini memang sangat bernilai, sehingga St. Thomas Aquinas – pujangga Gereja kita pernah berujar demikian, “Tidak ada lagi di dunia yang lebih berharga dari persahabatan sejati”.
Saudara-saudari terkasih!
Bacaan Injil yang diperdengarkan kepada kita hari ini menekankan nilai persahabatan sejati itu. Persahabatan yang sejati harus dibangun atas dasar kasih - saling mengasihi, seperti yang diamanatkan Tuhan Yesus sendiri, “Inilah perintahKu, yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu”. Hanya dengan saling mengasihi, maka kita bisa menjadi sahabat sejati satu sama lain, menjadi sahabat Tuhan dan sahabat sesama di sekitar kita. Tanpa kasih, saling mengasihi, maka pergaulan atau relasi kita tidak lebih dari sekadar basa-basi dan mencari keuntungan diri sendiri.
Sebagai orang Katolik, kita disadarkan kembali hari ini untuk menaruh perhatian pada nilai kasih – saling mengasihi yang harus terbangun di dalam relasi persahabatan kita, bukan di dunia maya tetapi di dunia nyata. Kita diperintahkan Tuhan Yesus untuk membangun persahabatan sejati di antara kita yang modelnya bersumber dari persahabatan Allah sendiri dengan kita, umat manusia. Tuhan Yesus menghendaki agar kita mencontohNya diriNya, mencontoh Allah dalam mengasihi, yaitu mengasihi secara total, pun bahkan rela berkurban demi keselamatan hidup kita, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatNya”. Tuhan Yesus adalah model sahabat sejati, yang tidak hanya berkata-kata tentang kasih tetapi menunjukkannya dalam tindakan nyata mengasihi kita; Ia selalu hadir dan ada bersama dengan kita, kapan dan di mana saja kita membutuhkanNya; Ia bisa tertawa bersama kita, tetapi juga menangis bersama dengan kita; Ia selalu mengingatkan siapa kita sesungguhnya di balik semua peristiwa yang kita alami; Ia memberi izin kepada kita untuk menjadi diri sendiri yang lebih baik; dan Ia membuat kita mampu merasakan kedamaian dan kebahagiaan hidup tatkala bersatu denganNya. Itulah gambaran sahabat sejati yang menjadi junjungan kita juga dalam berelasi satu sama lain sebagai pengikutNya. Kita dituntut untuk menjadi sahabat sejati seperti Yesus sendiri bagi sesama di sekitar kita.
Memang dewasa ini mencari sahabat sejati yang demikian itu mungkin sulit. Tetapi jikalau kita yang menamakan diri orang Katolik ini menuruti apa yang diperintahkan Tuhan Yesus kepada kita, dengan sungguh-sungguh saling mengasihi, maka niscaya persahabatan sejati itu bisa ditemui di mana saja, mulai dari dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat maupun dalam hidup menggereja. Dan sekali lagi, satu pesan penting untuk kita di era ini, yaitu persahabatan sejati, saling mengasihi, itu harus dibangun di dalam dunia nyata, bukan di dunia maya atau dunia angan-angan. Sebagai contoh, kita diminta untuk semakin bijaksana dalam menggunakan media sosial/medsos, yang meskipun di satu sisi bisa memudahkan kita untuk berelasi dengan siapa saja, kapan dan di mana saja, namun pada sisi yang lain juga bisa membunuh karakter panggilan hidup kita sebagai orang Kristen seperti yang dikehendaki Tuhan Yesus, yaitu supaya kita saling mengasihi dalam dunia nyata. Jangan sampai karena pengaruh media sosial, misalnya hp, kita akhirnya mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat dalam kehidupan kita sehari-hari.
Saudara-saudari terkasih!
Ada sebuah catatan menarik untuk kita tentang pengaruh negatif HP, yang bisa menjadi bahan permenungan kita juga di Hari Minggu Paskah VI ini, supaya kita bisa sadar dan berusaha membangun kembali persahabatan yang sejati, saling mengasihi di antara kita dalam dunia nyata. Ini artikel copas/copy paste, judulnya: “Hidup Tapi Seperti Mayat”. Catatannya demikian:
Bertamu main HP.
Berdoa main HP.
Ibadah main HP.
Terima tamu main HP.
Bekerja main HP.
Belajar main HP.
Di tengah keluarga main HP.
Kadang terlihat 2 orang saling duduk berhadapan tidak bicara sama sekali, karena salah satu atau keduanya sibuk main HP. Atau kalaupun harus bicara akhirnya tidak nyambung dan muncul sikap tidak peduli.
Punya masalah pun bukan lagi mendatangi keluarga yang terdekat, tetapi membahas di sosmed, rasanya lebih “afdol”.
Manusia menjadi “ADA NAMUN TIADA”.
Hidupnya hanya seputar dunia dalam ponselnya.
Jabatan tangan erat sahabat telah hilang dan diganti gambar-gambar mati dalam ponsel.
Gerak petualangan akan hebatnya bumi juga sudah diganti hanya dengan gerakan telunjuk dan jempol.
Wajah-wajah mulai pucat, tubuh mulai ringkih, pahala-pahala beterbangan sia-sia sebagai resiko terburuk yang mungkin dimiliki. Sedangkan engkau belum ke mana-mana dan melakukan apa pun selain menggerakkan jempol dan jarimu pada layar kecil yang penuh sihir ini.
Hidup dalam kematian itu adalah keniscayaan, tetapi “MATI DALAM HIDUP” itu pilihan.
MAKA BANGUNLAH, hiduplah sebagaimana manusia itu hidup.
Saat suami atau istri datang, simpan HPmu.
Saat anak berceritera, simpan HPmu.
Saat ibu, bapak bicara, simpan HPmu.
Saat tamu berkunjung, simpan HPmu.
Saat matahari merekah, udara sejuk, angin semilir, burung bersiul, anak-anak tertawa riang, simpan HPmu.
Perhatikan duniamu dengan seksama, sebab NIKMAT TUHAN ada di sana.
HIDUPLAH. Engkau belum mati tapi sudah bertingkah seperti mayat.
(Catatan Rm. Antonius Joko)
Marilah kita membarui kembali semangat persahabatan sejati di antara kita, dengan mengesampingkan hal-hal yang dapat menghalangi kita untuk saling mengasihi seperti yang dikehendaki Tuhan Yesus sendiri. Kita adalah sahabat Tuhan Yesus, kita adalah sahabat sejati satu sama lain. Jangan biarkan pengaruh dunia ini memisahkan kita dari kasih Allah dan kasih kepada sesama di sekitar kita. Tuhan Yesus memberkati kita sekalian! Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar