Membarui Semangat Hidup
Seturut Teladan Hidup
Keluarga Kudus Nazaret
(Pe. Matias da Costa,
SVD)
Bacaan I: Kej. 15:1-6;21:1-3
Bacaan II: Ibr. 11:8.11-12.17-19
Bacaan Injil: Luk. 2:22-40
Kata
Pengantar
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Hari ini kita merayakan Pesta Keluarga Kudus dari Nazaret, yaitu Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef. Pesta Keluarga Kudus (Sancta Familia) ini dirayakan oleh Gereja Katolik pada hari Minggu sesudah Hari Raya Natal. Pesta ini adalah suatu perayaan iman, di mana Gereja melihat suatu keteladanan yang ideal atau sejati dari keluarga kudus Nazaret bagi kehidupan keluarga-keluarga Kristiani, secara khusus bagi keluarga-keluarga Katolik.
Marilah kita menyiapkan diri, menyesali kelalaian dan dosa kita, terutama dalam kehidupan berkeluarga, serta mohon ampun dari Tuhan, agar kita layak merayakan ekaristi kudus ini.
Hari ini kita merayakan Pesta Keluarga Kudus dari Nazaret, yaitu Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef. Pesta Keluarga Kudus (Sancta Familia) ini dirayakan oleh Gereja Katolik pada hari Minggu sesudah Hari Raya Natal. Pesta ini adalah suatu perayaan iman, di mana Gereja melihat suatu keteladanan yang ideal atau sejati dari keluarga kudus Nazaret bagi kehidupan keluarga-keluarga Kristiani, secara khusus bagi keluarga-keluarga Katolik.
Marilah kita menyiapkan diri, menyesali kelalaian dan dosa kita, terutama dalam kehidupan berkeluarga, serta mohon ampun dari Tuhan, agar kita layak merayakan ekaristi kudus ini.
Renungan
Umat beriman yang terkasih!
Pada hari Minggu ini, kita semua diundang untuk meneladani kehidupan keluarga kudus Nazaret: Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef. Kita menyebut mereka keluarga kudus, tetapi itu bukan berarti bahwa mereka tidak memiliki masalah di dalam kehidupan keluarganya. Sama seperti setiap keluarga lainnya, yang selalu berhadapan dengan masalah-masalah, keluarga kudus Nazaret pun demikian, dan mereka selalu berjuang mengatasinya.
Dalam kisah-kisah injil, terutama pada masa advent dan dalam perayaan Natal ini, kita dapat dengan mudah menemukan ceritera tentang keluarga kudus ini, mulai dari Malaikat Tuhan memberi kabar kepada Bunda Maria, bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus; keterkejutan dan kebingungan Bunda Maria setelah mendengar kabar tersebut karena ia belum bersuami; demikian juga kebingungan St. Yosef yang setelah mengetahui Bunda Maria telah mengandung, lalu dengan diam-diam mau menceraikannya; semua itu adalah reaksi manusiawi yang memperlhatkan bahwa keluarga kudus Nazaret juga memiliki masalah dalam kehidupan keluarganya.
Apalagi ketika tiba saatnya Bunda Maria harus bersalin, melahirkan Sang Juruselamat kita, Tuhan Yesus Kristus, mereka mengalami penolakan di rumah-rumah penginapan dan tak seorang pun yang mau merelakan rumahnya sebagai tempat bersalin Bunda Maria. Tentu kejadian itu sangat menyedihkan hati Bunda Maria dan St. Yosef. Mereka akhirnya harus menyaksikan Putera Allah, Sang Juruselamat kita, lahir di sebuah kandang domba yang jauh dari kata layak sebagai tempat bersalin atau tempat menanti kelahiran seorang anak.
Setelah kelahiran Tuhan Yesus pun, masalah tetap datang menghampiri mereka sebagai satu keluarga, yaitu ketika raja Herodes Agung berusaha untuk membunuh bayi Yesus, sehingga mereka harus mengungsi ke Mesir. Dan pada akhirnya, puncak yang memilukan, yaitu ketika Bunda Maria harus menyaksikan sendiri Putera-Nya, Yesus Kristus, menderita, sengsara dan wafat di kayu salib. Tentu kenyataan tragis itu, seperti kata Simeon dalam bacaan Injil yang baru saja kita dengar, seperti suatu pedang yang menembusi jiwa Bunda Maria.
Itulah sederet masalah yang dapat kita ketahui dari kisah-kisah Injil tentang kehidupan Bunda Maria dan St. Yosef serta Yesus sebagai satu keluarga. Namun, lantas mengapa kita menyebut mereka sebagai keluarga kudus?
Tentu yang pertama dan terutama, karena Yesus adalah pusat kehidupan keluarga St. Yosef dan Bunda Maria. St. Yosef dan Bunda Maria hidup oleh dan untuk Yesus, Allah yang menjelma menjadi manusia dan hadir di tengah hidup dan keluarga mereka.
Dan alasan kedua, mengapa mereka disebut sebagai keluarga kudus, yaitu karena ketaatan Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef kepada rencana dan kehendak Allah Bapa. Dengan ketaatan iman itu, mereka terbuka, teguh, dan pasrah mengatasi setiap masalah yang dijumpai dalam terang kehendak Allah Bapa. Dari Bunda Maria, kita belajar untuk menjadi hamba Tuhan yang memiliki kebebasan kerelaan untuk menyanggupi rencana Tuhan yang sudah ditetapkan atas diri kita, “Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”. Dari St. Yosef, kita belajar untuk taat kepada kehendak Tuhan untuk memikul tanggung jawab yang dipercayakanNya kepada kita. Dan dari Yesus, kita belajar untuk menempatkan kehendak Bapa di atas segala-galanya.
Itulah iman masing-masing pribadi dalam persekutuan keluarga itu, yang menjadikan mereka sebagai sebuah keluarga yang bersahaja dan kudus atau suci di mata Allah.
Pada hari Minggu ini, kita semua diundang untuk meneladani kehidupan keluarga kudus Nazaret: Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef. Kita menyebut mereka keluarga kudus, tetapi itu bukan berarti bahwa mereka tidak memiliki masalah di dalam kehidupan keluarganya. Sama seperti setiap keluarga lainnya, yang selalu berhadapan dengan masalah-masalah, keluarga kudus Nazaret pun demikian, dan mereka selalu berjuang mengatasinya.
Dalam kisah-kisah injil, terutama pada masa advent dan dalam perayaan Natal ini, kita dapat dengan mudah menemukan ceritera tentang keluarga kudus ini, mulai dari Malaikat Tuhan memberi kabar kepada Bunda Maria, bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus; keterkejutan dan kebingungan Bunda Maria setelah mendengar kabar tersebut karena ia belum bersuami; demikian juga kebingungan St. Yosef yang setelah mengetahui Bunda Maria telah mengandung, lalu dengan diam-diam mau menceraikannya; semua itu adalah reaksi manusiawi yang memperlhatkan bahwa keluarga kudus Nazaret juga memiliki masalah dalam kehidupan keluarganya.
Apalagi ketika tiba saatnya Bunda Maria harus bersalin, melahirkan Sang Juruselamat kita, Tuhan Yesus Kristus, mereka mengalami penolakan di rumah-rumah penginapan dan tak seorang pun yang mau merelakan rumahnya sebagai tempat bersalin Bunda Maria. Tentu kejadian itu sangat menyedihkan hati Bunda Maria dan St. Yosef. Mereka akhirnya harus menyaksikan Putera Allah, Sang Juruselamat kita, lahir di sebuah kandang domba yang jauh dari kata layak sebagai tempat bersalin atau tempat menanti kelahiran seorang anak.
Setelah kelahiran Tuhan Yesus pun, masalah tetap datang menghampiri mereka sebagai satu keluarga, yaitu ketika raja Herodes Agung berusaha untuk membunuh bayi Yesus, sehingga mereka harus mengungsi ke Mesir. Dan pada akhirnya, puncak yang memilukan, yaitu ketika Bunda Maria harus menyaksikan sendiri Putera-Nya, Yesus Kristus, menderita, sengsara dan wafat di kayu salib. Tentu kenyataan tragis itu, seperti kata Simeon dalam bacaan Injil yang baru saja kita dengar, seperti suatu pedang yang menembusi jiwa Bunda Maria.
Itulah sederet masalah yang dapat kita ketahui dari kisah-kisah Injil tentang kehidupan Bunda Maria dan St. Yosef serta Yesus sebagai satu keluarga. Namun, lantas mengapa kita menyebut mereka sebagai keluarga kudus?
Tentu yang pertama dan terutama, karena Yesus adalah pusat kehidupan keluarga St. Yosef dan Bunda Maria. St. Yosef dan Bunda Maria hidup oleh dan untuk Yesus, Allah yang menjelma menjadi manusia dan hadir di tengah hidup dan keluarga mereka.
Dan alasan kedua, mengapa mereka disebut sebagai keluarga kudus, yaitu karena ketaatan Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef kepada rencana dan kehendak Allah Bapa. Dengan ketaatan iman itu, mereka terbuka, teguh, dan pasrah mengatasi setiap masalah yang dijumpai dalam terang kehendak Allah Bapa. Dari Bunda Maria, kita belajar untuk menjadi hamba Tuhan yang memiliki kebebasan kerelaan untuk menyanggupi rencana Tuhan yang sudah ditetapkan atas diri kita, “Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”. Dari St. Yosef, kita belajar untuk taat kepada kehendak Tuhan untuk memikul tanggung jawab yang dipercayakanNya kepada kita. Dan dari Yesus, kita belajar untuk menempatkan kehendak Bapa di atas segala-galanya.
Itulah iman masing-masing pribadi dalam persekutuan keluarga itu, yang menjadikan mereka sebagai sebuah keluarga yang bersahaja dan kudus atau suci di mata Allah.
Umat beriman yang terkasih!
Gereja mengajak kita untuk merayakan kehidupan Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef, karena dalam hidup Keluarga Kudus Nazaret ini kita menemukan gambaran Keluarga Kristiani, keluarga Katolik yang ideal atau sejati. Hidup mereka senantiasa terbuka terhadap sapaan dan kehendak Allah. Ketaatan dan kasih mereka kepada Allah senantiasa ditunjukkan dalam hidup sehari-hari, yang sekalipun sederhana dan tersembunyi, tetapi memancarkan cahaya cinta kasih yang menerangi seluruh dunia.
Di tahun 1892, Paus Leo XIII mengeluarkan surat apostolik berjudul Neminem Fugit, yang menyatakan bahwa keluarga-keluarga Kristiani, keluarga Katolik, perlu mengikuti teladan Keluarga Kudus Nazaret dan menimba kebijaksanaan serta nilai-nilai kebajikan daripadanya. Keluarga Kudus Nazaret, yaitu Yesus, Bunda Maria dan St. Yusuf menjadi teladan keluarga bagi kita, dalam membina nilai-nilai keutamaan ini, yaitu agar anak-anak menerima nilai-nilai keutamaan Katolik melalui perkataan dan sikap keteladanan orangtua. Sebab nilai-nilai tersebutlah yang kemudian membentuk karakter anak, yang dapat menentukan apakah ia kelak dapat menjadi seorang yang beriman teguh dan mempunyai perhatian dan belas kasih kepada sesamanya.
Paus Leo XIII berkata, “Kepada semua bapa, St. Yosef sungguh adalah teladan terbaik bagi peran kebapaan dalam melindungi dan memelihara keluarga. Dalam diri Perawan tersuci Bunda Allah, para ibu dapat menemukan contoh istimewa tentang kasih, kesederhanaan, kerendahan hati dan iman yang menyempurnakan. Dan dalam diri Kristus, yang taat kepada orangtua-Nya, anak-anak memperoleh pola ilahi tentang ketaatan yang dapat mereka kagumi, hormati dan teladani.” Demikian pula, setiap keluarga dengan latar belakang yang berbeda, entah itu yang hidupnya berada atau yang hidupnya pas-pasan atau sederhana, dapat menimba kebijaksanaan hidup dari teladan Keluarga Kudus Nazaret.
Oleh karena itu, pesta Keluarga Kudus Nazaret ini bukanlah sekadar perayaan akan sebuah keluarga yang seolah tidak pernah memiliki masalah di dalam hidupnya, melainkan suatu perayaan iman akan sebuah keluarga yang tidak pernah meragukan cinta dan kesetiaan Tuhan. Sebuah keluarga yang selalu memandang Tuhan dengan penuh cinta, membuka diri seluas-luasnya untuk dipenuhi kasih Allah dalam hidup mereka; sebuah keluarga yang senantiasa melangkah bersama Tuhan melalui semua badai pergumulan hidup, karena keyakinan bahwa rancangan Tuhan bukanlah rancangan kecelakaan, melainkan damai sejahtera.
Itulah yang diimani juga oleh Abraham dan Sara, seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama hari ini. Kendati nubuat bahwa Sara akan mengandung di usia tuanya membingungkan Abraham, namun ia tetap mempercayai nubuat itu. Kepercayaan Abraham tidak sia-sia. Keluarga Kudus Nazaret pun sebenarnya sudah dipersiapkan sejak munculnya keluarga beriman ini, yaitu Abraham, Sara dan Ishak. Iman Abraham itulah yang kemudian menjadikannya bapa dan teladan orang-orang beriman untuk taat kepada Allah. Ia percaya bahwa Allah berkuasa dalam segala hal, seperti yang diingatkan kembali kepada kita dalam surat kepada Orang Ibrani yang kita dengar dalam bacaan kedua tadi.
Marilah kita, yang hadir dalam perayaan ekaristi yang sangat istimewa ini membarui kembali semangat hidup berkeluarga kita. Satu hal yang baik juga kalau kita praktekkan di paroki kita, setelah saya melihat praktek di beberapa paroki yang pernah saya kunjungi ketika merayakan pesta Keluarga Kudus, yaitu umat sekalian diundang untuk datang ke Gereja sebagai satu keluarga (bapak, mama dan anak-anak) untuk memperbarui kembali semangat hidup berkeluarganya. Dan salah satu cara yang bisa diperlihatkan, yaitu dengan duduk bersama di satu deret bangku sebagai bapak, mama, yang mengapiti anak-anaknya di tengah-tengah mereka. Pesan dari praktek ini sederhana saja, yaitu bagi keluarga-keluarga Katolik yang belum mampu memperlihatkan persatuan dan keakraban di dalam keluarganya, sebagai bentuk penghayatan iman mereka untuk meneladani kehidupan keluarga kudus Nazaret, maka kesempatan perayaan ekaristi kudus ini sangat bermanfaat untuk melihat kembali seluk-beluk kehidupan berkeluarganya, dan sesegera mungkin memperbaruinya kembali seturut teladan hidup keluarga kudus Nazaret.
Tuhan Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef, Keluarga Kudus Nazaret, mendoakan kita! Amin.
Gereja mengajak kita untuk merayakan kehidupan Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef, karena dalam hidup Keluarga Kudus Nazaret ini kita menemukan gambaran Keluarga Kristiani, keluarga Katolik yang ideal atau sejati. Hidup mereka senantiasa terbuka terhadap sapaan dan kehendak Allah. Ketaatan dan kasih mereka kepada Allah senantiasa ditunjukkan dalam hidup sehari-hari, yang sekalipun sederhana dan tersembunyi, tetapi memancarkan cahaya cinta kasih yang menerangi seluruh dunia.
Di tahun 1892, Paus Leo XIII mengeluarkan surat apostolik berjudul Neminem Fugit, yang menyatakan bahwa keluarga-keluarga Kristiani, keluarga Katolik, perlu mengikuti teladan Keluarga Kudus Nazaret dan menimba kebijaksanaan serta nilai-nilai kebajikan daripadanya. Keluarga Kudus Nazaret, yaitu Yesus, Bunda Maria dan St. Yusuf menjadi teladan keluarga bagi kita, dalam membina nilai-nilai keutamaan ini, yaitu agar anak-anak menerima nilai-nilai keutamaan Katolik melalui perkataan dan sikap keteladanan orangtua. Sebab nilai-nilai tersebutlah yang kemudian membentuk karakter anak, yang dapat menentukan apakah ia kelak dapat menjadi seorang yang beriman teguh dan mempunyai perhatian dan belas kasih kepada sesamanya.
Paus Leo XIII berkata, “Kepada semua bapa, St. Yosef sungguh adalah teladan terbaik bagi peran kebapaan dalam melindungi dan memelihara keluarga. Dalam diri Perawan tersuci Bunda Allah, para ibu dapat menemukan contoh istimewa tentang kasih, kesederhanaan, kerendahan hati dan iman yang menyempurnakan. Dan dalam diri Kristus, yang taat kepada orangtua-Nya, anak-anak memperoleh pola ilahi tentang ketaatan yang dapat mereka kagumi, hormati dan teladani.” Demikian pula, setiap keluarga dengan latar belakang yang berbeda, entah itu yang hidupnya berada atau yang hidupnya pas-pasan atau sederhana, dapat menimba kebijaksanaan hidup dari teladan Keluarga Kudus Nazaret.
Oleh karena itu, pesta Keluarga Kudus Nazaret ini bukanlah sekadar perayaan akan sebuah keluarga yang seolah tidak pernah memiliki masalah di dalam hidupnya, melainkan suatu perayaan iman akan sebuah keluarga yang tidak pernah meragukan cinta dan kesetiaan Tuhan. Sebuah keluarga yang selalu memandang Tuhan dengan penuh cinta, membuka diri seluas-luasnya untuk dipenuhi kasih Allah dalam hidup mereka; sebuah keluarga yang senantiasa melangkah bersama Tuhan melalui semua badai pergumulan hidup, karena keyakinan bahwa rancangan Tuhan bukanlah rancangan kecelakaan, melainkan damai sejahtera.
Itulah yang diimani juga oleh Abraham dan Sara, seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama hari ini. Kendati nubuat bahwa Sara akan mengandung di usia tuanya membingungkan Abraham, namun ia tetap mempercayai nubuat itu. Kepercayaan Abraham tidak sia-sia. Keluarga Kudus Nazaret pun sebenarnya sudah dipersiapkan sejak munculnya keluarga beriman ini, yaitu Abraham, Sara dan Ishak. Iman Abraham itulah yang kemudian menjadikannya bapa dan teladan orang-orang beriman untuk taat kepada Allah. Ia percaya bahwa Allah berkuasa dalam segala hal, seperti yang diingatkan kembali kepada kita dalam surat kepada Orang Ibrani yang kita dengar dalam bacaan kedua tadi.
Marilah kita, yang hadir dalam perayaan ekaristi yang sangat istimewa ini membarui kembali semangat hidup berkeluarga kita. Satu hal yang baik juga kalau kita praktekkan di paroki kita, setelah saya melihat praktek di beberapa paroki yang pernah saya kunjungi ketika merayakan pesta Keluarga Kudus, yaitu umat sekalian diundang untuk datang ke Gereja sebagai satu keluarga (bapak, mama dan anak-anak) untuk memperbarui kembali semangat hidup berkeluarganya. Dan salah satu cara yang bisa diperlihatkan, yaitu dengan duduk bersama di satu deret bangku sebagai bapak, mama, yang mengapiti anak-anaknya di tengah-tengah mereka. Pesan dari praktek ini sederhana saja, yaitu bagi keluarga-keluarga Katolik yang belum mampu memperlihatkan persatuan dan keakraban di dalam keluarganya, sebagai bentuk penghayatan iman mereka untuk meneladani kehidupan keluarga kudus Nazaret, maka kesempatan perayaan ekaristi kudus ini sangat bermanfaat untuk melihat kembali seluk-beluk kehidupan berkeluarganya, dan sesegera mungkin memperbaruinya kembali seturut teladan hidup keluarga kudus Nazaret.
Tuhan Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef, Keluarga Kudus Nazaret, mendoakan kita! Amin.