Pesta Keluarga Kudus, Tahun B

Membarui Semangat Hidup
Seturut Teladan Hidup Keluarga Kudus Nazaret
(Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kej. 15:1-6;21:1-3
Bacaan II: Ibr. 11:8.11-12.17-19
Bacaan Injil: Luk. 2:22-40

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Hari ini kita merayakan Pesta Keluarga Kudus dari Nazaret, yaitu Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef. Pesta Keluarga Kudus (Sancta Familia) ini dirayakan oleh Gereja Katolik pada hari Minggu sesudah Hari Raya Natal. Pesta ini adalah suatu perayaan iman, di mana Gereja melihat suatu keteladanan yang ideal atau sejati dari keluarga kudus Nazaret bagi kehidupan keluarga-keluarga Kristiani, secara khusus bagi keluarga-keluarga Katolik.

Marilah kita menyiapkan diri, menyesali kelalaian dan dosa kita, terutama dalam kehidupan berkeluarga, serta mohon ampun dari Tuhan, agar kita layak merayakan ekaristi kudus ini.

Renungan
Umat beriman yang terkasih!
Pada hari Minggu ini, kita semua diundang untuk meneladani kehidupan keluarga kudus Nazaret: Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef. Kita menyebut mereka keluarga kudus, tetapi itu bukan berarti bahwa mereka tidak memiliki masalah di dalam kehidupan keluarganya. Sama seperti setiap keluarga lainnya, yang selalu berhadapan dengan masalah-masalah, keluarga kudus Nazaret pun demikian, dan mereka selalu berjuang mengatasinya.

Dalam kisah-kisah injil, terutama pada masa advent dan dalam perayaan Natal ini, kita dapat dengan mudah menemukan ceritera tentang keluarga kudus ini, mulai dari Malaikat Tuhan memberi kabar kepada Bunda Maria, bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus; keterkejutan dan kebingungan Bunda Maria setelah mendengar kabar tersebut karena ia belum bersuami; demikian juga kebingungan St. Yosef yang setelah mengetahui Bunda Maria telah mengandung, lalu dengan diam-diam mau menceraikannya; semua itu adalah reaksi manusiawi yang memperlhatkan bahwa keluarga kudus Nazaret juga memiliki masalah dalam kehidupan keluarganya.

Apalagi ketika tiba saatnya Bunda Maria harus bersalin, melahirkan Sang Juruselamat kita, Tuhan Yesus Kristus, mereka mengalami penolakan di rumah-rumah penginapan dan tak seorang pun yang mau merelakan rumahnya sebagai tempat bersalin Bunda Maria. Tentu kejadian itu sangat menyedihkan hati Bunda Maria dan St. Yosef. Mereka akhirnya harus menyaksikan Putera Allah, Sang Juruselamat kita, lahir di sebuah kandang domba yang jauh dari kata layak sebagai tempat bersalin atau tempat menanti kelahiran seorang anak.

Setelah kelahiran Tuhan Yesus pun, masalah tetap datang menghampiri mereka sebagai satu keluarga, yaitu ketika raja Herodes Agung berusaha untuk membunuh bayi Yesus, sehingga mereka harus mengungsi ke Mesir. Dan pada akhirnya, puncak yang memilukan, yaitu ketika Bunda Maria harus menyaksikan sendiri Putera-Nya, Yesus Kristus, menderita, sengsara dan wafat di kayu salib. Tentu kenyataan tragis itu, seperti kata Simeon dalam bacaan Injil yang baru saja kita dengar, seperti suatu pedang yang menembusi jiwa Bunda Maria.

Itulah sederet masalah yang dapat kita ketahui dari kisah-kisah Injil tentang kehidupan Bunda Maria dan St. Yosef serta Yesus sebagai satu keluarga. Namun, lantas mengapa kita menyebut mereka sebagai keluarga kudus?

Tentu yang pertama dan terutama, karena Yesus adalah pusat kehidupan keluarga St. Yosef dan Bunda Maria. St. Yosef dan Bunda Maria hidup oleh dan untuk Yesus, Allah yang menjelma menjadi manusia dan hadir di tengah hidup dan keluarga mereka.

Dan alasan kedua, mengapa mereka disebut sebagai keluarga kudus, yaitu karena ketaatan Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef kepada rencana dan kehendak Allah Bapa. Dengan ketaatan iman itu, mereka terbuka, teguh, dan pasrah mengatasi setiap masalah yang dijumpai dalam terang kehendak Allah Bapa. Dari Bunda Maria, kita belajar untuk menjadi hamba Tuhan yang memiliki kebebasan kerelaan untuk menyanggupi rencana Tuhan yang sudah ditetapkan atas diri kita, “Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”. Dari St. Yosef, kita belajar untuk taat kepada kehendak Tuhan untuk memikul tanggung jawab yang dipercayakanNya kepada kita. Dan dari Yesus, kita belajar untuk menempatkan kehendak Bapa di atas segala-galanya.

Itulah iman masing-masing pribadi dalam persekutuan keluarga itu, yang menjadikan mereka sebagai sebuah keluarga yang bersahaja dan kudus atau suci di mata Allah.  

Umat beriman yang terkasih!
Gereja mengajak kita untuk merayakan kehidupan Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef, karena dalam hidup Keluarga Kudus Nazaret ini kita menemukan gambaran Keluarga Kristiani, keluarga Katolik yang ideal atau sejati. Hidup mereka senantiasa terbuka terhadap sapaan dan kehendak Allah. Ketaatan dan kasih mereka kepada Allah senantiasa ditunjukkan dalam hidup sehari-hari, yang sekalipun sederhana dan tersembunyi, tetapi memancarkan cahaya cinta kasih yang menerangi seluruh dunia.

Di tahun 1892, Paus Leo XIII mengeluarkan surat apostolik berjudul Neminem Fugit, yang menyatakan bahwa keluarga-keluarga Kristiani, keluarga Katolik, perlu mengikuti teladan Keluarga Kudus Nazaret dan menimba kebijaksanaan serta nilai-nilai kebajikan daripadanya. Keluarga Kudus Nazaret, yaitu Yesus, Bunda Maria dan St. Yusuf menjadi teladan keluarga bagi kita, dalam membina nilai-nilai keutamaan ini, yaitu agar anak-anak menerima nilai-nilai keutamaan Katolik melalui perkataan dan sikap keteladanan orangtua. Sebab nilai-nilai tersebutlah yang kemudian membentuk karakter anak, yang dapat menentukan apakah ia kelak dapat menjadi seorang yang beriman teguh dan mempunyai perhatian dan belas kasih kepada sesamanya.

Paus Leo XIII berkata, “Kepada semua bapa, St. Yosef sungguh adalah teladan terbaik bagi peran kebapaan dalam melindungi dan memelihara keluarga. Dalam diri Perawan tersuci Bunda Allah, para ibu dapat menemukan contoh istimewa tentang kasih, kesederhanaan, kerendahan hati dan iman yang menyempurnakan. Dan dalam diri Kristus, yang taat kepada orangtua-Nya, anak-anak memperoleh pola ilahi tentang ketaatan yang dapat mereka kagumi, hormati dan teladani.” Demikian pula, setiap keluarga dengan latar belakang yang berbeda, entah itu yang hidupnya berada atau yang hidupnya pas-pasan atau sederhana, dapat menimba kebijaksanaan hidup dari teladan Keluarga Kudus Nazaret.

Oleh karena itu, pesta Keluarga Kudus Nazaret ini bukanlah sekadar perayaan akan sebuah keluarga yang seolah tidak pernah memiliki masalah di dalam hidupnya, melainkan suatu perayaan iman akan sebuah keluarga yang tidak pernah meragukan cinta dan kesetiaan Tuhan. Sebuah keluarga yang selalu memandang Tuhan dengan penuh cinta, membuka diri seluas-luasnya untuk dipenuhi kasih Allah dalam hidup mereka; sebuah keluarga yang senantiasa melangkah bersama Tuhan melalui semua badai pergumulan hidup, karena keyakinan bahwa rancangan Tuhan bukanlah rancangan kecelakaan, melainkan damai sejahtera.

Itulah yang diimani juga oleh Abraham dan Sara, seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama hari ini. Kendati nubuat bahwa Sara akan mengandung di usia tuanya membingungkan Abraham, namun ia tetap mempercayai nubuat itu. Kepercayaan Abraham tidak sia-sia. Keluarga Kudus Nazaret pun sebenarnya sudah dipersiapkan sejak munculnya keluarga beriman ini, yaitu Abraham, Sara dan Ishak. Iman Abraham itulah yang kemudian menjadikannya bapa dan teladan orang-orang beriman untuk taat kepada Allah. Ia percaya bahwa Allah berkuasa dalam segala hal, seperti yang diingatkan kembali kepada kita dalam surat kepada Orang Ibrani yang kita dengar dalam bacaan kedua tadi.

Marilah kita, yang hadir dalam perayaan ekaristi yang sangat istimewa ini membarui kembali semangat hidup berkeluarga kita. Satu hal yang baik juga kalau kita praktekkan di paroki kita, setelah saya melihat praktek di beberapa paroki yang pernah saya kunjungi ketika merayakan pesta Keluarga Kudus, yaitu umat sekalian diundang untuk datang ke Gereja sebagai satu keluarga (bapak, mama dan anak-anak) untuk memperbarui kembali semangat hidup berkeluarganya. Dan salah satu cara yang bisa diperlihatkan, yaitu dengan duduk bersama di satu deret bangku sebagai bapak, mama, yang mengapiti anak-anaknya di tengah-tengah mereka. Pesan dari praktek ini sederhana saja, yaitu bagi keluarga-keluarga Katolik yang belum mampu memperlihatkan persatuan dan keakraban di dalam keluarganya, sebagai bentuk penghayatan iman mereka untuk meneladani kehidupan keluarga kudus Nazaret, maka kesempatan perayaan ekaristi kudus ini sangat bermanfaat untuk melihat kembali seluk-beluk kehidupan berkeluarganya, dan sesegera mungkin memperbaruinya kembali seturut teladan hidup keluarga kudus Nazaret.

Tuhan Yesus, Bunda Maria dan St. Yosef, Keluarga Kudus Nazaret, mendoakan kita! Amin.

Pesta St. Stefanus, Martir

Pesta St. Stefanus, Martir
(Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kis. 6:8-10;7:54-59
Bacaan Injil: Mat. 10:17-22

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Perayaan Natal kedua menurut kebiasaan penyebutan kita untuk tanggal 26 Desember atau sehari sesudah pesta kelahiran Tuhan Yesus, sebenarnya adalah perayaan peringatan martir pertama dalam Gereja kita, yaitu St. Stefanus. Dia adalah seorang diakon, yang mati sebagai martir kira-kira pada tahun 34 Masehi, karena membela imannya akan Allah. Itu berarti kematian St. Stefanus adalah setahun sesudah peristiwa sengsara, penyaliban, kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus.

Bagaimana kita bisa memaknai peristiwa kematian St. Stefanus ini dalam hubungan dengan sukacita kelahiran Tuhan Yesus atau peringatan Natal kemarin? Tentu hal ini tidak mudah untuk dijelaskan, tetapi dalam nada iman kita harus mengakui bahwa kematian St. Stefanus ini karena imannya akan Tuhan kita Yesus Kristus yang telah lahir bagi kita sebagai Penebus atau Juruselamat. St. Stefanus melihat kemuliaan Allah, dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah.  

Marilah kita menyiapkan diri untuk merayakan ekaristi kudus ini, dengan terlebih dahulu memohon ampun atas segala salah dan dosa kita.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Kemarin kita merayakan sukacita kelahiran seorang anak, Sang Juruselamat, Tuhan kita Yesus Kristus; hari ini situasinya seperti terbalik, karena kita merayakan kematian tragis seorang yang tulus hati membela imannya, yaitu St. Stefanus, martir pertama dalam Gereja Katolik. Dalam perayaan liturgy Gereja hari ini, kita perlu memahami bahwa kelahiran Tuhan Yesus juga yang menghantar Stefanus kepada kematian. Ini perlu kita pikirkan dalam bingkai pemahaman yang positif, dalam bingkai iman kita. St. Stefanus dihukum mati, dengan cara dirajam atau dilempari batu, karena imannya akan Tuhan kita Yesus Kristus. St. Stefanus melihat kemuliaan Allah, dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah.

St. Lukas, yang adalah juga penulis Kisah Para Rasul, menggambarkan kematian St. Stefanus dengan menekankan dua bentuk doa yang keluar dari mulutnya, sebuah doa penyerahan, yaitu “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku”, dan sebuah doa permohonan untuk para pembunuhnya, yang tidak dibacakan tadi dalam bacaan pertama, yaitu “Tuhan, jangan tanggungkan dosa ini kepada mereka”. Dengan doa permohonan ini, St. Stefanus kemudian meninggal dunia.

St. Lukas sebelumnya menulis juga kematian Tuhan Yesus dengan dua bentuk doa tersebut, yaitu sebuah doa penyerahan, “Bapa, ke dalam tanganMu kuserahkan jiwaKu”, dan sebuah doa permohonan untuk para pembunuhnya, “Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. Doa Yesus ini, di saat penderitaanNya di kayu salib ditujukan kepada Bapa, sedangkan doa St. Stefanus ketika ia dirajam ditujukan kepada Kristus yang bangkit. Kanak-kanak Yesus kini adalah Tuhan yang bangkit dan kita bisa berdoa kepadaNya seperti kita berdoa kepada Bapa.

Dalam Gereja, kita sering berdoa kepada Bapa melalui pengantaraan Yesus, tetapi kita juga diundang untuk bisa berdoa langsung kepada Yesus. Kematian St. Stefanus sama seperti kematian Tuhan Yesus, karena ia dipenuhi dengan Roh Kudus. Kita juga telah dianugerahi dengan Roh Kudus yang sama, dan Roh kudus itulah menguatkan kita semua untuk hidup seperti Yesus dan mati seperti Yesus. Pada pesta St. Stefanus, Martir ini, kita berdoa untuk semangat baru, pembaruan Roh Kudus dalam hidup kita.

Tuhan memberkati kita sekalian! 


Hari Natal

Sabda Telah Menjadi Manusia Dan Tinggal Di Antara Kita
(Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Yes. 52:7-10
Bacaan II: Ibr. 1:1-6
Bacaan Injil: Yoh. 1:1-18


Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Selamat hari Natal. Bersukacitalah, sebab Juruselamat atau Penebus kita telah lahir; Dialah Sumber Keselamatan yang datang dari Allah kita. Dialah Sabda atau Firman Tuhan yang telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Dialah Putera Allah sendiri yang seharusnya lahir dan berbaring di hati kita, bukan di kandang domba dan hanya dibaringkan dalam palungan.

Marilah sebelum melanjutkan perayaan ekaristi syukur Natal ini, terlebih dahulu kita menyesali kelalaian dan dosa kita, terutama dosa penolakan terhadap Allah dan kehendakNya yang seringkali kita perbuat, sehingga kita pantas merayakan peristiwa keselamatan ini

Renungan
Umat beriman yang terkasih!
Kegembiraan merayakan hari Natal, peringatan kelahiran Tuhan Yesus, hendaknya bersumber dari dalam hati kita; bukan terletak pada kerlap-kerlip pohon Natal, bukan pada Sinterklas yang membagi-bagikan hadiah atau kado Natal, bukan pada makanan dan minuman, atau kue-kue pesta yang melimpah, tetapi hati kita yang seharusnya terbuka dan mempersilahkan Tuhan Yesus untuk lahir dalam hidup kita.

Dalam ibadat Sabda atau perayaan Ekaristi peringatan kelahiran Tuhan Yesus kemarin malam, kita semua mendengar bagaimana Sta. Maria dan St. Yosef mengalami penolakan untuk mendapatkan akomodasi atau penginapan melahirkan Sang Juruselamat, Tuhan kita Yesus Kristus. Injil Lukas mencatat mengapa Tuhan Yesus akhirnya lahir di sebuah kandang domba, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan (Luk. 2:7)! Seandainya pada waktu itu, penduduk di Betlehem memiliki rasa kemanusiaan dan berbelas-kasih, mungkin Tuhan Yesus tidak akan lahir di kandang domba tersebut. Oleh karena itu, peristiwa kelahiran Tuhan Yesus pada 2017 tahun yang lalu sebenarnya diwarnai dengan “penolakan” dari pihak manusia. Manusia tidak memiliki kesediaan hati, merelakan penginapan atau hidupnya sebagai tempat lahir Sang Juruselamat. Kesalahan atau dosa ini yang patut kita perhatikan setiap kali merayakan peringatan Natal. Kita diminta untuk tidak mengulang lagi kesalahan yang terjadi 2017 tahun yang lalu. Tuhan Yesus tidak menuntut rumah penginapan mewah atau istana, atau pesta dan hingar-bingar perayaan Natal kita, tetapi yang diharapkan Tuhan Yesus adalah kesediaan hati kita untuk menyambutNya, lahir dan menjadi besar dalam hidup kita.

Umat beriman yang terkasih!
Meskipun pada kedatanganNya yang pertama diwarnai dengan “penolakan” dari manusia yang tidak merelakan rumah penginapan bagiNya, tetapi rencana penyelamatan dan penebusan Allah tetap harus terlaksana. Tuhan Yesus rela lahir di sebuah kandang domba, hanya dibungkus lamping dan dibaringkan dalam palungan yang menjadi tempat makan-minum domba sehari-hari, agar kita diselamatkan dari kebinasaan dosa. Sungguh luar biasa kasih Allah kepada kita. Peristiwa kelahiran Tuhan Yesus ini tetap terjadi, meskipun dalam kondisi yang jauh dari kata layak bagiNya.

Kelahiran Tuhan Yesus ini juga adalah pernyataan Firman atau Sabda Allah yang menjadi manusia. Dialah Firman atau Sabda Allah yang pada mulaNya ada bersama-sama Allah, dan Firman itu adalah Allah sendiri, seperti yang diperdengarkan dalam bacaan Injil hari ini. Dengan menjelmaNya Firman atau Sabda Allah menjadi manusia, maka segala ujung bumi bisa melihat keselamatan yang datang dari Allah sendiri, seperti yang dinubuatkan sebelumnya oleh nabi Yesaya dalam bacaan pertama tadi. Dan Dia yang kini hadir di tengah-tengah manusia sebagai Penyelamat, tiada lain adalah Dia yang terdekat dengan Yang Ilahi. Itulah arti kiasan “anak” dan “ahli waris” atau yang berhak menerima segala yang ada, seperti yang ditegaskan dalam bacaan kedua.

Oleh sebab itu, umat beriman sekalian yang terkasih dalam kelahiran Tuhan Yesus, kini kita sekalian diajak untuk bersorak-sorai atau bersukacita, karena Penyelamat yang dijanjikan Allah telah datang dan tinggal di antara kita. Kita diminta untuk menerima dan membiarkan Tuhan Yesus lahir di hati kita, dalam hidup kita, agar kita dapat merasakan kehadiran dan kekuatan keselamatanNya dalam hidup kita.

Tuhan Yesus memberkati kita sekalian!



Malam Natal

Mempersilahkan Tuhan Yesus Lahir Dalam Diri-Hati Kita
(Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Yes. 9:1-6
Bacaan II: Tit. 2:11-14
Bacaan Injil: Luk. 2:1-14

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Masa penantian atau masa advent telah berakhir. Pada malam hari ini kita mendengar malaikat Tuhan telah menampakkan diri kepada para gembala dan mewartakan bahwa Sang Juruselamat telah lahir di Kota Daud, Betlehem. Ini adalah kabar sukacita yang ditunggu-tunggu sejak masa Perjanjian Lama dan akhirnya terpenuhi dengan kelahiran Sang juruselamat, Tuhan kita Yesus Kristus 2017 tahun yang lalu.

Renungan
Umat beriman yang terkasih!
Nabi Yesaya dalam Perjanjian Lama seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama tadi menubuatkan perihal ini, bahwa seorang Putera telah diberikan kepada kita dan kekuasaanNya tidak akan berkesudahan. Putera yang dimaksudkan oleh nabi Yesaya itu tak lain adalah Tuhan Yesus sendiri, yang kelahiranNya 2017 tahun yang lalu, kita peringati lagi pada malam hari ini.

Dalam bacaan Injil, kelahiran Tuhan Yesus dikisahkan terjadi begitu mengharukan. Tuhan Yesus lahir bukan di sebuah penginapan, apalagi di sebuah rumah mewah atau istana. Ia lahir di sebuah kandang domba. Oleh karena itu, Ia hanya dibungkus dengan lampin dan dibaringkan dalam palungan, yang menjadi tempat makan-minum domba sehari-hari. Di samping sukacita Sta. Maria, St. Yosef dan juga para malaikat karena kelahiran Putera Allah, tetapi kita pun patut merefleksikan, mengapa sampai Sang Juruselamat harus lahir seperti ini, hanya di sebuah kandang domba?

Dalam bacaan injil tadi kita sudah mendengar alasan dari pertanyaan kita itu, mengapa Tuhan Yesus harus lahir di sebuah kandang domba? Kita hendaknya tidak terburu-buru untuk mengatakan bahwa itu adalah kehendak Tuhan, bahwa Ia ingin lahir di kandang itu. Dalam bacaan injil tadi, secara jelas dikemukakan bahwa hal ini terjadi, bahwa Tuhan Yesus harus lahir di sebuah kandang domba, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan (Luk. 2:7)! Itulah alasan yang tercatat dalam Injil, dan patut menjadi bahan permenungan kita juga malam ini. Bagaimana perasaan saudara-saudari setelah mendengar kenyataan ini? Biasa-biasa saja atau merasa prihatin dan marah karena tidak ada orang yang mau merelakan penginapannya atau rumahnya sebagai tempat bersalin Putera Allah, Sang Juruselamat kita?

Mari kita coba memahami kenyataan kelahiran Tuhan Yesus di kandang domba dengan sikap manusia pada waktu itu. Bahwa ungkapan, “Tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan” sebenarnya adalah “ungkapan penolakan”. Kedatangan Tuhan pertama kali langsung disambut dengan penolakan manusia. Sadar atau tidak, kenyataan inilah yang sebenarnya terjadi pada waktu itu. Karena jika tidak demikian, jika manusia tidak menolak Allah, maka mungkin Tuhan Yesus bukan lahir di kandang Domba; mungkin Ia akan lahir di sebuah rumah penginapan atau di sebuah tempat yang layak untuk bersalin bagi seorang ibu! Itulah kenyataan yang telah terjadi 2017 tahun yang lalu.

Malam ini, kita semua berkumpul di rumah Tuhan ini untuk memperingati lagi hari kelahiran Sang juruselamat, Tuhan kita Yesus Kristus. Dengan memperingati kelahiran Tuhan Yesus ini, apakah kita masih mau melakukan kesalahan yang sama, yang terjadi 2017 tahun yang lalu, dengan mengatakan bahwa tidak ada tempat bagi mereka: Sta. Maria dan St. Yosef untuk melahirkan Putera Allah di rumah penginapan-hidup kita?

Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Tempat yang pantas untuk kelahiran Tuhan Yesus sebenarnya bukan di kandang domba, melainkan dalam penginapan diri-hati kita. Itulah yang harus kita persiapkan setiap kali kita merayakan hari Natal. Kita membiarkan Tuhan Yesus untuk lahir di dalam diri-hati kita, agar ia menjadi besar dan menjiwai seluruh hidup kita. Itulah makna Natal yang sesungguhnya. Dengan membiarkan Tuhan Yesus lahir dalam diri-hati kita, maka kita beroleh kasih karunia untuk mampu meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan dunia ini; hidup kita akan menjadi lebih bijaksana, adil dan rajin berbuat baik, seperti yang diingatkan oleh St. Paulus dalam suratnya kepada Titus dalam bacaan kedua tadi. Itulah rahmat yang akan menyelamatkan hidup kita. Dengan demikian, kecenderungan kita yang sering menjauh dari Yang Ilahi atau sering menolak Allah akan diganti oleh Daya Ilahi yang akan membawa kita kepada persatuan erat dengan Tuhan.

Marilah kita bersukacita merayakan kelahiran Tuhan Yesus ini dengan kesadaran baru untuk mempersilahkan Tuhan Yesus lahir dalam diri-hati kita. Setelah lahir, kita pun harus merawatNya dengan kata dan perbuatan kita yang baik, sehingga pada akhirnya Tuhan Yesus semakin besar dan menjiwai seluruh hidup kita dan menghantar kita kepada keselamatan.

Tuhan memberkati kita sekalian!


   

HM Advent IV, Tahun B

“Misteri Kebebasan Dan Pilihan Tuhan”
(Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: 2 Sam. 7:1-5.8b-12.14a.16
Bacaan II: Roma 16:2-27
Bacaan Injil: Luk. 1:26-38

Umat beriman yang terkasih!
Jika kita menanyakan kepada pasangan suami-istri bagaimana mereka bertemu dan jatuh cinta satu sama lain, atau kita menanyakan kepada dua orang sahabat karib bagaimana mereka bertemu dan menjadi sahabat yang baik, mereka mungkin akan sedikit kesulitan untuk menjawab, dan bisa saja mereka menjawab seperti ini, “Itu terjadi begitu saja”. Pada satu sisi, jawaban seperti ini bisa diterima. Tetapi pada sisi yang lain, keputusan untuk menjadi suami-istri atau berjanji menjadi sahabat karib untuk selamanya, itu bukan terjadi begitu saja. Jika dua orang berada dalam hubungan yang serius satu sama lain, entah itu dalam hidup perkawinan, yaitu menjadi suami-istri atau dalam pertemanan, yaitu menjadi sahabat karib, itu terjadi karena mereka telah memilih satu sama lain untuk saling percaya dan berbagi hidup di antara mereka.

Kita mungkin bertanya, “Mengapa ia memilih pria atau wanita itu untuk menjadi suami atau isterinya, atau menjadi sahabatnya, dan bukan mereka yang lain? Mengapa seseorang memilih untuk membagi hidupnya dengan pasangannya atau dengan sahabatnya? Itulah misteri kebebasan manusia, untuk memilih secara bebas dengan siapa ia mau membina hidup berumah tangga, atau dengan siapa ia mau berteman.

Jika di sini kita melihat adanya misteri dalam relasi hidup manusia, begitu pun kiranya relasi Tuhan dengan kita. Mengapa Tuhan memilih Maria menjadi Bunda PuteraNya? Itu adalah misteri kebebasan dan pilihan Allah. Tetapi, di sini ada perbedaan antara pilihan Tuhan terhadap Maria untuk mengandung dan melahirkan PuteraNya dan pilihan yang mungkin kita buat dalam berelasi di antara kita.

Pilihan relasi kita biasanya selalu didasarkan atas kepentingan atau pertimbangan-pertimbangan khusus hanya dengan orang yang kita pilih itu. Tetapi ketika Tuhan memilih Maria, Tuhan sebenarnya memilih kita semua; Tuhan memilih Maria untuk kepentingan kita semua; Tuhan memilih Maria untuk mengandung dan melahirkan PuteraNya sebagai hadiah terindah penebusan untuk kita semua.  Itulah mengapa jawaban Bunda Maria atas pilihan Tuhan tidak mementingkan dirinya sendiri. Bunda Maria memperhitungkan kita semua. Kita semua diikutsertakan dalam jawaban tulusnya, “Terjadilah padaku menurut perkataanMu”.  

Inilah kabar gembira juga untuk kita, bahwa Bunda Maria tidak melupakan kita. Meskipun Bunda Maria kaget dan bingung dengan pilihan Tuhan yang disampaikan malaikat Gabriel kepadanya, namun ia pasrah atau menyerahkan diri seluruhnya kepada misteri kebebasan dan pilihan Tuhan atas dirinya. Tuhan bebas memilih Bunda Maria, dan Bunda Maria pun dengan bebas memilih untuk menanggapi pilihan Tuhan itu untuk kepentingan kita semua.   

Umat beriman yang terkasih!
Bacaan-bacaan suci hari ini sebenarnya menarik perhatian kita untuk melihat bagaimana Tuhan berinisiatif untuk menyelamatkan kita. fokus dari bacaan-bacaan hari ini adalah bukan tentang apa yang harus kita perbuat kepada Tuhan, tetapi apa yang Tuhan ingin perbuat kepada kita.

Dalam bacaan pertama, kita mendengar bagaimana raja Daud ingin melakukan sesuatu yang luar biasa kepada Tuhan, yaitu dengan membangun sebuah bait Allah sebagai rumah pujian bagi Tuhan. Tetapi nabi Natan mengatakan bahwa Tuhan tidak memerlukan apapun untuk dibangun bagiNya. Justru sebaliknya, Tuhanlah yang akan berbuat sesuatu untuk Daud, untuk keturunannya, yang akan memimpin umat Allah. Daud pun akhirnya membatalkan rencana besarnya dan belajar membiarkan Tuhan memberkati hidupnya.

Demikian pun dalam bacaan Injil, kita sudah melihat bagaimana Tuhan telah melalukan suatu karya agung dalam hidup Bunda Maria. Tuhan tidak menuntut apa-apa dari Bunda Maria, melainkan Tuhan dengan bebas telah menjatuhkan pilihanNya untuk memberkati hidup Bunda Maria dengan mengandung PuteraNya, Sang Penebus, Tuhan kita Yesus Kristus. Dan Bunda Maria pun, walau dalam kekagetan dan kebingungan, tetap percaya, belajar berpasrah kepada kehendak Tuhan, “Terjadilah padaku menurut perkataanMu”. 

Yang harus kita sadari, bahwa inti dari kabar gembira dalam relasi atau hubungan kita dengan Tuhan adalah bahwa Tuhan itu berbelas-kasih, yang berkuasa menguatkan kita dan ingin memberi apa saja kita yang kita butuhkan dalam hidup ini. Kita sudah sepatutnya mengagumi kebijaksanaan Allah yang telah berabad-abad lamanya tersembunyi, namun kini telah dinyatakan melalui Tuhan kita Yesus Kristus. Oleh karena itu, senada dengan refleksi St. Paulus pada akhir suratnya kepada jemaat di roma, kita pun memanjatkan syukur dan pujian kepada Allah.

Saudara-saudari terkasih, masa Advent yang kita akhiri pada hari ini sebenarnya adalah saat yang sangat khusus dan amat berharga ketika kita mengizinkan Tuhan untuk melimpahkan berkatNya atas hidup kita. Ini adalah saat ketika kita datang kepadaNya dengan segala kebutuhan kita dan membuka hati kita bagi belas-kasihan cinta dan kehadiranNya. Apakah kita sudah sungguh-sungguh menyiapkan diri untuk menerima hadiah terindah yang telah Tuhan siapkan untuk kita di hari Natal ini? Masing-masing kita bisa menjawabnya. Semoga kita telah menyucikan diri, membersihkan noda-noda dosa kita, agar kita layak menyambut kelahiran Sang Penebus, Tuhan kita Yesus Kristus.


Tuhan memberkati kita sekalian! 

Sakramen Pengakuan Dosa

Persiapan Pengakuan Dosa
Tuhan Yesus mengaruniakan Sakramen Pengakuan Dosa “agar barangsiapa telah berbuat dosa setelah Pembaptisan dapat didamaikan kembali dengan Allah yang telah mereka sakiti hati-Nya dan dengan Gereja yang telah mereka lukai.” (Paus Yohanes Paulus II, 6 Jan 1983).

Sebab kita semua adalah orang-orang berdosa, kita perlu untuk didamaikan dengan Allah” (2 Korintus 5:20). Bahkan orang yang paling keras dan bebal sekalipun di antara kita memerlukan pertobatan dan pemurnian. Caranya sungguh sederhana dan mudah, terjangkau oleh setiap orang yang mencari pengampunan Allah untuk dosa-dosanya.

Boleh dikatakan bahwa satu-satunya syarat adalah memiliki niat baik untuk kembali kepada Allah seperti si anak yang hilang (Lukas 15:17-19) dan mengakui dosa-dosa kita dengan penuh rasa penyesalan di hadapan wakil Allah, yaitu Imam (cf. Yohanes 20:23).

Doa Sebelum Pengakuan Dosa
Ya Allah yang Maha Kuasa dan Maha Rahim, yang telah menciptakanku dan menebusku dengan darah suci Putra Tunggal-Mu, sudilah melihatku, ya Tuhan, berlutut di kaki-Mu memohon pengampunan-Mu. Aku dengan sangat tulus berniat untuk meninggalkan cara hidupku yang tidak baik, untuk meninggalkan lembah kekelaman dimana aku telah lama tersesat, dan untuk kembali kepada-Mu, sumber air kehidupan.
Aku sekarang berniat untuk menerima Sakramen Pengakuan Dosa. Aku berhasrat untuk mengakukan dosa-dosaku dengan penuh ketulusan kepada-Mu dan kepada Imam-Mu, oleh sebab itu sekarang aku ingin memeriksa batinku dengan sungguh-sungguh.

Pemeriksaan Batin Sebelum Pengakuan Dosa
Periksalah batinmu. Ingat kembali dosa-dosamu. Perlahan tanyakan kepada dirimu apa yang telah kamu lakukan dengan penuh kesadaran dan dengan penuh kesengajaan yang bertentangan dengan Perintah-Perintah Allah.

Perintah Allah Pertama
-. Pernahkah aku menjalankan kewajibanku kepada Allah dengan kurang tulus atau bersungut-sungut?
-. Apakah aku telah berdoa secara teratur?
-. Pernahkah aku menerima Komuni Kudus ketika saya memiliki dosa berat atau tanpa mempersiapkan diri dengan cukup? Pernahkah saya teledor dalam berpuasa satu jam sebelum Ekaristi?
-. Apakah aku pernah lalai menyebutkan beberapa dosa-dosa berat ketika aku terakhir mengaku dosa?
-. Pernahkah aku dengan serius percaya tahayul atau melakukan praktek-praktek tahayul (bertanya ke ahli nujum, horoskop, dukun, dll.)?
-. Apakah aku pernah dengan serius meragukan hal-hal yang berkenaan dengan Iman Katolik?
-. Pernahkah aku membahayakan Imanku dengan membaca buku, selebaran, atau majalah yang menyesatkan atau bertentangan dengan ajaran Iman dan Moral Katolik?
-. Apakah aku pernah membahayakan Imanku dengan bergabung atau menghadiri pertemuan dan aktifitas dari organisasi-organisasi yang menentang Gereja atau bertentangan dengan iman Katolik (kebaktian protestan, persekutuan doa non-Katolik, partai komunis, freemason, aliran-aliran sesat dan agama-agama lain)?
-. Pernahkah aku melakukan dosa sakrilegius (penghinaan terhadap orang, tempat, atau benda/hal yang suci)?

Perintah Allah Kedua
-. Apakah aku mencoba dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi janji-janji dan resolusi-resolusi yang saya buat di hadapan Allah?
-. Pernahkah aku menyebut nama Allah dengan tidak hormat? Apakah aku pernah menggunakan nama Allah dengan nada menghina, bercanda, marah, atau dengan cara-cara lain yang tidak hormat?
-. Apakah aku pernah menggunakan nama Bunda Perawan Maria atau nama-nama Santo-Santa dengan nada menghina, bercanda, marah, atau dengan cara-cara lain yang tidak hormat?
-. Pernahkah aku menjadi sponsor (wali) dalam pembaptisan atau upacara-upacara lain di luar Gereja Katolik?
-. Apakah aku pernah bersaksi dusta di bawah sumpah?
-. Pernahkah aku mengingkari janji-janji/kaul-kaul pribadi maupun publik?

Perintah Allah Ketiga
-. Apakah aku pernah tidak menghadiri Misa pada hari-hari Minggu atau hari-hari suci wajib lainnya?
-. Pernahkah aku membiarkan diriku terganggu pada waktu Misa, dengan tidak memusatkan perhatian, menengok kanan-kiri karena penasaran, dll.?
-. Apakah aku pernah datang ke Misa dengan sangat terlambat tanpa alasan yang cukup sehingga aku gagal memenuhi kewajiban menghadiri Misa hari Minggu?
-. Pernahkah aku bertindak kurang sopan atau menunjukkan sikap yang kurang baik atau mengenakan pakaian yang kurang senonoh di dalam gereja, atau menyebabkan orang lain terganggu?
-. Apakan aku dengan murah hati membantu Gereja di dalam segala keperluannya seturut kemampuanku?
-. Apakah aku melaksanakan puasa dan pantang pada hari-hari yang diwajibkan oleh Gereja?
-. Pernahkah aku mengerjakan atau menyuruh orang lain mengerjakan pekerjaan yang menguras tenaga (pekerjaan manual yang menggunakan lebih banyak tenaga daripada pikiran) pada hari-hari Minggu atau hari-hari suci wajib lainnya?

Perintah Allah Keempat
(Untuk Orangtua)
-. Apakah aku pernah lalai untuk mengajari anak-anakku berdoa, mengantar mereka ke gereja, dan memberikan mereka pendidikan Kristiani?
-. Pernahkah aku memberikan teladan yang tidak baik kepada mereka?
-. Apakah aku pernah lalai menjaga anak-anakku: di dalam pergaulan mereka, buku-buku yang mereka baca, film dan acara televisi yang mereka tonton?
-. Apakah aku sudah memastikan bahwa anak-anakku telah melakukan Pengakuan Dosa Pertama dan menerima Komuni Pertama pada sekitar usia tujuh tahun?

(Untuk Anak-anak)
-. Apakah aku pernah bersikap tidak patuh atau tidak hormat terhadap orangtuaku?
-. Apakah aku pernah lalai untuk membantu orangtuaku di dalam segala keperluan mereka?
-. Apakah aku memperlakukan orangtuaku dengan hanya sedikit kasih sayang atau rasa hormat?
-. Apakah aku merasa terluka atau bersikap angkuh ketika aku ditegur oleh mereka?
-. Apakah aku memiliki keinginan untuk mandiri yang terlalu berlebihan?
-. Apakah aku mengerjakan segala tugas-tugas rumahku?
-. Apakah aku pernah bertengkar dengan kakak dan adikku?

Perintah Allah Kelima
-. Apakah aku mudah marah atau kehilangan kesabaranku?
-. Apakah aku pernah iri hati atau cemburu terhadap orang lain?
-. Pernahkah aku melukai atau membunuh orang? Apakah aku pernah sembrono ketika mengemudi?
-. Apakah aku menjadi penyebab orang lain berbuat dosa dengan percakapanku, lelucon jorok, cara berpakaian, undangan untuk menghadiri pertunjukkan-petunjukkan tertentu, meminjamkan buku atau majalah tidak baik, membantu mereka mencuri, dll.? Apakah aku telah mencoba memperbaiki skandal yang terjadi?
-. Berapa orang yang telah aku sebabkan berbuat dosa? Dosa-dosa apa?
-. Apakah aku lalai menjaga kesehatanku? Pernahkah aku mencoba bunuh diri?
-. Apakah aku pernah memutilasi diriku atau orang lain?
-. Pernahkah aku mabuk-mabukan atau memakai obat-obatan terlarang/narkoba (ganja, heroin, ekstasi, dll.)?
-. Apakah aku pernah makan atau minum secara berlebihan, membiarkan diriku terbawa oleh kerakusan?
-. Pernahkah aku ambil bagian dalam segala bentuk tindakan kekerasan secara fisik (mengeroyok, pemloncoan, berkelahi, dll.)?
-. Pernahkah aku menyetujui atau secara aktif ambil bagian dalam sterilisasi langsung (tubektomi, vasektomi, dll.)? Apakah aku sadar bahwa hal ini akan memiliki dampak permanen pada kehidupan perkawinanku dan bahwa aku akan harus mempertanggungjawabkan segala akibatnya di hadapan Allah?
-. Pernahkah aku menyetujui, menganjurkan, menasehati, atau secara aktif ambil bagian dalam aborsi? Apakah aku sadar bahwa Gereja menghukum mereka yang memperoleh dan melakukan aborsi dengan ekskomunikasi?
-. Apakah aku pernah menyakiti/merugikan orang lain dengan perkataan atau perbuatanku?
Ketika orang menyinggung perasaanku, apakah aku berniat balas dendam, menyimpan permusuhan, kebencian, atau perasaan tidak enak?
-. Apakah aku meminta maaf setiap kali aku menyinggung perasaan orang lain?
-. Apakah aku pernah mencemooh atau menggodai orang lain?

Perintah Allah Keenam dan Kesembilan
-. Apakah aku pernah membiarkan diriku mempunyai pikiran-pikiran tidak senonoh/cabul?
-. Pernahkah aku menyetujui keinginan-keinginan jahat yang melawan kebajikan kemurnian, meskipun saya mungkin akhirnya tidak melakukannya? Apakah ada keadaan yang membuat dosa tersebut lebih parah (hubungan/kedekatan dengan, atau status perkawinan, atau status tahbisan/konsekrasi kepada Allah, dari orang yang terlibat)?
-. Apakah aku pernah terlibat dalam percapakan yang tidak senonoh? Apakah aku yang memulainya?
-. Apakah aku mencari kesenangan dalam rupa hiburan yang menempatkanku dekat dengan godaan-godaan dosa (tari-tarian, film atau pertunjukan, bacaan yang tidak bermoral, pergaulan yang tidak baik, diskotik, rumah bordil, bar/karaoke, spa/sauna, dll.)?
-. Apakah aku sadar bahwa aku mungkin telah berbuat dosa dengan menempatkan diriku dalam godaan-godaan ini (tinggal bersama dalam satu kamar dengan lawan jenis, berduaan dengan lawan jenis di dalam mobil di tempat gelap, dll.)?
-. Sebelum pergi menonton film atau membaca buku, apakah aku mencoba untuk mencari tahu implikasi moralnya, agar aku tidak menempatkan diriku dalam ancaman langsung untuk berbuat dosa dan untuk menjaga agar hati nuraniku tidak tercemarkan?
-. Apakah aku pernah membiarkan diriku mempunyai perasaan-perasaan yang kotor/tidak murni?
-. Apakah aku dengan sengaja ingin melihat gambar-gambar yang tidak senonoh atau tampil tidak senonoh atau melihat orang dengan pikiran tidak senonoh? Apakah aku pernah dengan sengaja ingin melakukan dosa-dosa semacam ini?
-. Pernahkah aku menyebabkan orang lain berbuat dosa ketidakmurnian atau ketidaksenonohan? Dosa apa saja?
-. Pernahkah aku melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak murni? Secara individu melalui praktek penyalahgunaan diri (masturbasi) yang termasuk dosa mortal/berat? Melakukannya bersama orang lain? Berapa kali? Dengan orang-orang yang sama jenis atau lawan jenis? Apakah ada keadaan (hubungan, kedekatan, dll., dari orang yang terlibat) yang dapat memberatkan perbuatan dosa itu?
-. Apakah aku mempunyai persahabatan yang seringkali menjadi godaan untuk berbuat dosa?
-. Apakah aku siap untuk memutuskan hubungan dengan mereka?
-. Dalam pacaran, apakah cinta kasih adalah alasan mendasarku untuk membina hubungan dengan pacarku? Apakah aku hidup dengan semangat pengorbanan yang konstan dan gembira untuk tidak menempatkan orang yang aku kasihi dalam bahaya dosa? Apakah aku menganggap rendah cinta kasih dengan mencemarkannya dengan egoisme atau kesenangan semata?
-. Apakah aku melakukan perbuatan-perbuatan yang melibatkan atau menjurus kepada nafsu birahi seperti petting/bercumbu, necking/menciumi leher, berciuman penuh nafsu dan berpelukan berkepanjangan?

(Untuk Suami/Isteri)
-. Apakah aku pernah menyalahgunakan perkawinan? Apakah aku pernah menindas hak perkawinan pasanganku? Apakah aku pernah mengkhianati janji setia perkawinan dalam keinginan atau dengan perbuatan?
-. Apakah aku melakukan hubungan intim pada hari-hari tertentu saja dikala tidak mungkin terjadi kehamilan? Apakah aku melanjutkan metode pengaturan kehamilan ini tanpa alasan yang memadai?
Pernahkah aku meminum pil atau metode KB artifisial yang lain untuk menghindari kehamilan?
Pernahkah aku menganjurkan orang lain menggunakan KB artifisial?
-. Apakah aku mempunyai andil di dalam menyebarkan suasana yang mendukung penggunaan KB artifisial melalui nasehat-nasehat, lelucon-lelucon, sikap-sikapku, dll.?
(Mengenai aborsi, sterilisasi, dll., lihat Perintah Allah Kelima).

Perintah Allah Ketujuh dan Kesepuluh
-. Apakah aku pernah mencuri barang apapun atau uang berapapun? Apakah aku mengembalikannya, atau setidaknya, memiliki niat untuk mengembalikannya?
-. Pernahkah aku merusak atau menyebakan kerusakan terhadap properti/barang milik orang lain?
Apakah aku pernah merugikan orang lain dengan kecurangan, penipuan, atau pemaksaan dalam kontrak atau transaksi bisnis?
-. Apakah aku menghambur-hamburkan uang melebihi kemampuanku? Apakah aku menggunakan uang secara berlebihan untuk hal-hal yang tidak penting oleh karena iseng, ingin pamer, atau plin-plan?
-. Apakah aku memberikan bantuan/sumbangan sesuai dengan kemampuanku?
-. Apakah aku iri akan barang-barang milik sesamaku?
-. Pernahkah aku lalai membayar hutang-hutangku?
-. Apakah aku pernah menyimpan barang temuan atau curian?
-. Apakah aku mempunyai keinginan untuk mencuri?
-. Apakah aku rajin dalam pekerjaanku dan belajarku atau sebaliknya apakah aku membiarkan diriku terbawa oleh kemalasan atau kenyamanan?
-. Apakah aku serakah? Apakah aku memiliki pandangan hidup materialistis yang terlalu berlebihan?

Perintah Allah Kedelapan
-. Pernahkah aku bersaksi dusta/berbohong? Apakah aku telah memperbaiki segala kerusakan/kerugian yang terjadi sebagai akibat dari dusta/kebohonganku?
-. Apakah aku pernah dengan tidak adil menuduh orang lain?
-. Pernahkah aku memfitnah orang lain, yaitu, mengatakan kebohongan yang menghancurkan/menghina tentang orang lain?
-. Apakah aku pernah turut ambil bagian dalam menyebarkan gosip, main tikam dari belakang, atau menyebarkan kabar burung?
-. Pernahkah aku membocorkan rahasia dengan tanpa alasan?

Apa yang sebaiknya dilakukan sebelum Pengakuan Dosa
a) Periksalah batinmu. Ingat kembali dosa-dosamu. Perlahan tanyakan kepada diri sendiri apa yang telah anda lakukan dengan penuh kesadaran dan dengan penuh kesengajaan yang bertentangan dengan Perintah-Perintah Allah.
b) Dengan sungguh-sungguh sesalilah dosa-dosamu. Menyesali dosa adalah lebih penting daripada mengingat dosa-dosa anda. Ini tidaklah sulit jika anda sadar bahwa untuk satu dosa mortal/berat, anda bisa, sekarang dan selamanya, berada dalam api neraka, tanpa harapan untuk memperoleh kembali kebahagiaan kekal dan kemuliaan surgawi. Patutlah anda bersyukur atas Kerahiman Allah, Bapamu Yang Penuh Kasih, yang melihat kemalanganmu dan tidak langsung menghukummu, tetapi sebaliknya Dia menunggu anda untuk kembali kepada-Nya. Dia menerima, memeluk dan mencium anda lagi, dan melupakan segala kedurhakaan. Dia adalah Bapa Surgawi yang sama, yang mengirimkan Putra-Nya yang Tunggal, Yesus, untuk menderita sengasara dan wafat untuk menebus dosa-dosa anda. Bagaimana mungkin kita bisa-bisanya tidak mengasihi-Nya, dan benar-benar menyesali segala kedurhakaan kita? Menyesallah sebab karena dosa-dosa anda telah kehilangan upah surgawi, dan pantas menerima hukuman api neraka (Penyesalan Tak Sempurna); akan tetapi terlebih lagi, menyesallah oleh karena anda telah menyakitkan hati Bapa Surgawi Yang Penuh Kasih dan Penyelamat dan Penebusmu Yang Maha Rahim, Yesus Kristus (Penyesalan Sempurna).
c) Agar supaya yakin bahwa penyesalan anda adalah benar dan sungguh-sungguh, bertekadlah penuh di dalam hati bahwa anda lebih memilih untuk mati daripada berbuat dosa. Anda tidak perlu berjanji untuk tidak akan jatuh lagi ke dalam dosa. Kita tahu kelemahan dan kecenderungan kita untuk berbuat dosa sangatlah besar. Dengan penuh rasa percaya kepada Allah, bertekadlah sekarang untuk sungguh-sungguh mencoba di masa depan untuk menghindari dosa. Dosa dan godaan mungkin masih terus menarik kita; akan tetapi kehendak kita haruslah bertekad untuk membenci dan menolaknya. Inilah semua persiapan yang diperlukan. Di depan sebuah Salib, jika mungkin, dengan tulus doakanlah Doa Tobat.

Doa Tobat:
Allah yang Maha Rahim, aku menyesal atas dosa-dosaku, sebab patut aku Engkau hukum, terutama sebab aku telah menghina Engkau, Yang Maha Murah dan Maha Baik bagiku. Aku benci akan segala dosaku, dan berjanji dengan pertolongan rahmatMu, hendak memperbaiki hidupku, dan tidak akan berbuat dosa lagi. Allah, ampunilah aku, orang berdosa. Amin.

Tata Cara Pengakuan Dosa
a) Berlututlah dan katakan: Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus atau Berkatilah saya, Romo, karena saya telah berdosa. Pengakuan dosa saya yang terakhir adalah……... (berapa minggu, bulan, tahun yang lalu, dll.). Dosa-dosa saya adalah.......
.
b) Beritahukan dosa-dosa yang anda ingat. Mulailah dengan dosa yang terberat, yang paling memalukan untuk diakukan, supaya menjadi lebih mudah untuk mengatakan dosa-dosa selanjutnya.
Jika anda tidak tahu bagaimana cara mengaku dosa, atau merasa gelisah, malu, katakan saja kepada Imam: Tolong, bantu saya, Romo, saya tidak tahu apa yang harus saya katakan. Lalu, tenang saja, anda tidak perlu khawatir. Sang Imam akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang perlu saja untuk membantu anda melakukan Pengakuan Dosa yang baik. Jawab saja dengan tulus, Ya atau Tidak, tanpa bermaksud untuk menutupi apapun, dan Pengakuan Dosamu akan menjadi sangatlah baik.
Allah hanya meminta supaya kita mengakui semua dosa-dosa berat yang telah kita perbuat, di hadapan Imam-Nya. Sepanjang kita benar-benar menyesali dosa-dosa kita, meskipun kita tidak sengaja lupa akan beberapa dosa, Dia akan memaafkan kita juga sepenuhnya, termasuk dosa-dosa yang mungkin terlupakan itu.
Kalau anda tidak ingat pernah melakukan dosa berat, pastikan untuk mengakukan setidaknya beberapa dosa-dosa ringanmu, dengan menambahkan kalimat: “Saya menyesal atas dosa-dosa ini dan semua dosa-dosa saya di masa lalu, terutama atas…” (katakan saja salah satu dosa yang anda benar-benar menyesal telah melakukannya).

c) Kemudian dengarkanlah nasihat yang diberikan oleh Imam kepadamu. Perhatikanlah penitensi (beberapa doa atau pekerjaan baik) yang mungkin Imam minta untuk anda lakukan sebagai silih atas hukuman temporal (hukuman akibat dosa, yang kita terima selagi kita hidup) setelah pengampunan dosa-dosa anda.

d) Doakan sekali lagi Doa Tobat, dan dengan rendah hati dan penuh rasa syukur dengarkanlah Absolusi (Pengampunan) yang diberikan oleh Imam dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, yang kemudian anda jawab: Amin. Dan setelah itu anda boleh keluar dari ruang Pengakuan Dosa. Jika Sang Imam mengakhiri dengan berkata: “Bersukacitalah di dalam Tuhan dan pergilah dalam damai.” anda boleh menjawab, “Syukur kepada Allah!”

Ulasan dan Petunjuk ini diambil dari materi rekoleksi the Work of God.

HM Advent III, Tahun B

Bertobatlah, Maka Kamu Akan Bersukacita!
(Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Yes 61:1-2a.10-11
Bacaan II: 1Tes 5:16-24
Bacaan Injil: Yoh 1:6-8.19-28

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Hari ini kita memasuki hari Minggu Adven III, yang disebut juga dengan Minggu Gaudete. Gaudete adalah kata bahasa Latin, yang berarti “bersukacita”. Hari Minggu Advent III ini melambangkan adanya sukacita di tengah masa penantian karena Natal atau kedatangan Tuhan hampir tiba.

Pada hari Minggu Adven III ini kita juga diajak sekali lagi untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan. Persiapan atau proses penantian kedatangan Tuhan ini harus kita isi dengan pertobatan, pemerikasaan batin dan pengakuan dosa. Hanya dengan cara inilah, kita bisa bersukacita dan pantas untuk menyambut kedatangan Tuhan.

Marilah kita menyiapkan diri untuk merayakan peristiwa keselamatan ini, dengan terlebih dahulu mengakui kelalaian dan dosa kita, agar kita layak bersukacita menyambut kedatangan Tuhan.

Renungan
Umat beriman yang terkasih!
Kata “Bersukacita”; Gaudete (Latin), Rejoice (Inggris), Radovať Sa (Slovakia); merupakan sebuah kata kerja, yang menggambarkan proses, perubahan, atau suatu keadaan. Bersukacita dalam pengertian ini berarti bersuka hati atau bergirang hati. Pada hari Minggu Advent III ini, kita semua diundang untuk bersukacita karena Natal hampir tiba, kedatangan Tuhan yang kedua pada akhir zaman pun mulai diantisipasi.

Dalam bacaan pertama hari ini, kita mendengar bagaimana nabi Yesaya dengan sukacita menubuatkan tentang kedatangan Mesias dan pengurapanNya yang berhubungan dengan tugas atau pelayananNya, yaitu memberitakan Tahun Rahmat Tuhan. Kalau sepintas kita membaca nubuat nabi Yesaya ini, kita mungkin berpikir bahwa nabi Yesaya berbicara tentang dirinya sendiri, “Roh Tuhan ada padaku, ……”. Tetapi sebenarnya nubuat sang nabi ini menunjuk pada kedatangan Mesias, yaitu kedatangan Tuhan Yesus sendiri pada 2017 tahun yang lalu.

Kita ingat, ketika Tuhan Yesus kembali ke Nazaret, tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaanNya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibukaNya, Ia menemukan nas seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama tadi, Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. Sesudah membacakannya, Tuhan Yesus berkata, "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya (Bdk. Luk. 4:16-21). Itu berarti bacaan pertama hari ini menubuatkan tentang kedatangan Tuhan Yesus, dan nabi Yesaya bersukacita atau bersukaria di dalam Tuhan karena Tuhan akan menampakkan kasih setiaNya.

Dalam bacaan Injil, Yohanes Pembaptis yang juga dinubuatkan kedatangannya oleh nabi Yesaya seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama Minggu lalu dan dipertegas lagi dalam bacaan injil hari ini, dengan sukacita memberikan kesaksian tentang Dia yang akan datang kemudian sesudah dirinya, yaitu Mesias, Tuhan Yesus Kristus. Injil hari ini hampir seluruhnya berbicara tentang Yohanes Pembaptis dan kesaksiannya. Ia ditampilkan sebagai utusan khusus Allah untuk menjadi saksi bagi “Sang Terang" walaupun ia bukan “Terang” itu sendiri.

Nama Yohanes Pembaptis pada waktu itu sudah sangat terkenal di seluruh daerah Yudea dan Yerusalem. Oleh karena itu, banyak orang Israel pun mengira bahwa dia adalah Mesias, yang akan datang itu. Namun dengan rendah hati, Yohanes Pembaptis menegaskan bahwa ia hanyalah suara yang berseru-seru di padang gurung, luruskanlah jalan bagi Tuhan, seperti yang dikatakan nabi Yesaya. Tugas Yohanes Pembaptis adalah menyerukan pertobatan sebagai pintu masuk untuk bersukacita menantikan kedatangan Tuhan. Hanya mereka yang mau bertobat, mengakui dosa-dosa, mohon pengampunan dari Tuhan dan dibaptis, yang bisa sungguh-sungguh merasakan apa artinya bersukacita menantikan kedatangan Tuhan.

Dalam bacaan kedua, St. Paulus juga mengajak kita untuk bersukacita, sebab Tuhan setia dengan janjiNya, yaitu Ia akan datang kembali untuk kedua kalinya. Oleh karena itu, kita sekali lagi diminta untuk menyiapkan jalan bagiNya, dengan bertobat dan menjauhkan diri dari segala perbuatan jahat, sehingga roh, jiwa dan tubuh kita bisa ditemui tak bercacat pada hari kedatangan Tuhan itu.

Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Sekali lagi, yang menjadi pusat perhatian kita pada hari Minggu Advent III ini adalah Gaudete, bersukacita! Ketiga bacaan suci yang diperdengarkan kepada kita dalam perayaan ekaristi ini sudah memperlihatkan sukacita itu dalam menantikan kedatangan Tuhan. Pertanyaan untuk kita yang hadir di sini, “Sudahkah saya sendiri bersukacita menantikan kedatangan Tuhan, untuk merayakan hari Natal yang hampir tiba itu?”

Kata bersukacita kedengarannya mudah saja diperbincangkan, tetapi tidak semua orang bisa merasakan dengan sungguh-sungguh sukacita itu di dalam hidupnya. Apalagi dalam hal persiapan menyambut kedatangan Tuhan, atau merayakan hari Natal yang sebentar lagi akan tiba. Untuk bisa bersukacita, pintu masuk yang harus kita lalui sebagai orang beriman adalah bertobat. Dalam pengertian ini, pertobatan bisa menghadirkan sukacita yang sungguh-sungguh di dalam hidup kita karena melaluinya kita menyucikan diri kita, menyesali kelalaian dan dosa kita, dan mohon pengampunan dari Tuhan sendiri.

Pada hari-hari terakhir ini, sebelum kita merayakan hari Natal, Gereja menghimbau agar kita menyucikan diri dengan merayakan sakramen tobat. Kita hendaknya melakukan pemeriksaan batin dan dilanjutkan dengan pengakuan pribadi, sehingga kita bisa membarui diri kita, membarui semangat kita. Merayakan sakramen tobat ini ibaratnya seperti kita mencuci pakaian kotor kita agar menjadi bersih kembali; demikian pun melalui sakramen tobat ini, memeriksa batin dan membuat pengakuan pribadi, kita sebenarnya mencuci noda-noda dosa yang melekat dalam diri kita. Dengan demikian, kita bisa menjadi bersih kembali.

Marilah kita memanfaatkan hari-hari terakhir dari masa Advent atau masa penantian ini untuk merayakan sakramen tobat, sebab hanya dengan cara inilah kita bisa bersukacita dan pantas merayakan Natal, menyambut kedatangan Tuhan.



Tuhan memberkati kita sekalian!     

HM Advent II, Tahun B

Bertobat: 
Sucikan Diri Untuk Menyambut Kedatangan Tuhan!
(Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Yes. 40:1-5.9-11
Mazmur: 85:9ab-10.11-12.13-14
Bacaan II: 2 Ptr. 3:8-14
Bacaan Injil: Mrk. 8:1-8

Umat beriman yang terkasih!
Bacaan-bacaan suci pada hari Minggu Adven yang kedua ini mengundang kita untuk bertobat, menyucikan diri, meluruskan hati, agar kita pantas menyambut kedatangan Tuhan.

Dalam bacaan pertama, melalui nubuat nabi Yesaya, Tuhan meneguhkan umat Israel bahwa saat penebusannya, saat pembebasannya sudah dekat. Bangsa Israel sebagai umat pilihan Tuhan diminta untuk menyucikan diri, menyiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan yang akan membebaskan mereka dari perhambaan atau perbudakan di Babel. 

Masa perhambaan atau perbudakan bangsa Israel di Babel atau Babilonia memang merupakan masa yang gelap dan berat dalam sejarah kehidupan mereka. Pembuangan ini sebagai hukuman atas dosa-dosa mereka, karena tidak mentaati kehendak Tuhan. Namun, Tuhan yang berbelas-kasih dan murah hati tetap menyayangi umat Israel. Oleh karena itu, setelah melewati masa hukuman ini, Tuhan sendiri memprakarsai pembebasan umat Israel dari perbudakan di Babel. Ini adalah kabar gembira, bahwa dosa umat Israel telah diampuni oleh Tuhan. Yang diminta dari umat Israel adalah keteguhan iman, untuk tetap percaya akan kebaikan dan kesetiaan Tuhan. Hanya Tuhan yang berkuasa untuk menebus mereka dari perhambaan atau perbudakan.

Nubuat Nabi Yesaya ini, kemudian dalam bacaan injil diperdengarkan lagi kepada kita. Penginjil Markus dalam pembukaan injilnya menulis tentang seorang nabi besar yang bertugas menyiapkan jalan bagi kedatangan Sang Mesias. Nabi besar dan nabi yang terakhir itu adalah Yohanes Pembaptis. Dialah suara yang berseru-seru di padang gurun atau dalam kegersangan hidup kita, “Siapkanlah jalan bagi Tuhan, luruskanlah jalan bagiNya”.

Yohanes Pembaptis adalah utusan khusus dari Tuhan untuk menyerukan pertobatan bagi umat Israel dan bagi kita sekalian untuk menyambut kedatangan Sang Juruselamat dengan hati yang pantas dan gembira, “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis, dan Allah akan mengampuni dosamu”.

Misi perutusan Yohanes Pembaptis pada waktu itu menyita juga perhatian dari seluruh daerah Yudea dan semua penduduk Yerusalem. Yohanes Pembaptis sempat menjadi pusat perhatian dan dikira sebagai Mesias, Sang Juruselamat yang telah datang seperti dijanjikan Allah. Namun, dengan rendah hati Yohanes Pembaptis menegaskan bahwa dia hanyalah seorang utusan yang menyiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan, “Sesudah aku akan datang Ia yang lebih besar daripadaku”. Yohanes pembaptis menjadi model atau teladan kerendahan hati bagi siapa saja yang melayani Tuhan, bahwa karya cinta kasih yang diperbuat kepada sesama hanyalah upaya untuk menyiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan yang akan menebus dan merajai hati mereka.

Umat beriman yang terkasih!
Setelah merenungkan kabar gembira kedatangan Tuhan yang sudah dipersiapkan oleh para utusanNya, baik itu melalui nubuat nabi Yesaya dalam bacaan pertama tadi maupun melalui seruan pertobatan yang dikumandangkan oleh Yohanes Pembaptis dalam bacaan injil, St. Petrus kemudian dalam suratnya yang kedua mengingatkan kita tentang semangat dasar dari orang Kristen, yaitu bahwa kita seharusnya memiliki pengharapan akan kedatangan Tuhan yang setia pada janjiNya.

Sekali lagi untuk kita pahami, bahwa perihal janji kedatangan Tuhan sebenarnya sudah terpenuhi, sedang berlangsung sekarang, dan masih akan terjadi lagi, yaitu pada saat kedatanganNya yang kedua.

Sudah terpenuhi, karena melalui kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus 2017 tahun yang lalu, Tuhan sudah memenuhi janjiNya untuk menebus kita dari perhambaan dosa dan kebinasaan hidup. Melalui hidup dan karyaNya sampai mati di kayu salib dan bangkit dengan jaya, Tuhan kita Yesus Kristus telah memulihkan kembali martabat kita sebagai anak-anak Allah yang terkasih.

Sedang berlangsung sekarang, karena Roh Kudus – Roh Bapa dan Putera – yang diutus kepada kita setelah kenaikan Tuhan Yesus ke surga, tetap menyertai derap langkah hidup kita dan membimbing GerejaNya sebagai kehadiran nyata Tuhan sendiri di tengah-tengah umatNya.

Dan masih akan terjadi lagi, yaitu pada saat kedatanganNya yang kedua, karena Tuhan sendiri berjanji akan menemui atau menjumpai kita lagi secara pribadi, yaitu ketika ia datang kembali sebagai Raja dan Hakim untuk mengadili kita, baik atau jahat, sesuai dengan perbuatan kita semasa hidup di dunia ini.

Dengan menyadari karya penebusan Tuhan yang berlangsung sepanjang sejarah peradaban umat manusia ini, maka kita diminta supaya menyadari bahwa anugerah hidup yang sekarang ini merupakan kesempatan agar kita hidup suci dan saleh, karena itulah hal yang paling pantas untuk menyambut kedatangan Tuhan. Tuhan memberi waktu kepada kita semua untuk bertobat, menyucikan diri, meluruskan hati untuk menyambut kedatanganNya. Kita harus menyadari bahwa Tuhan sabar, meskipun seringkali kita lalai dan berdosa melawan perintah-perintahNya: 10 perintah Allah, ajaran-ajaran Tuhan Yesus seperti yang tertuang dalam injil, ajaran para rasul, ajaran para kudus dan juga ajaran-ajaran Gereja. Tuhan masih memberi kesempatan kepada kita untuk bertobat, memperbaiki diri, karena Tuhan ingin kita semua selamat.

Oleh karena itu, umat beriman yang terkasih, marilah kita semua membarui diri, dengan mengambil kesempatan berahmat ini, masa advent ini, untuk bertobat. Kita semua diundang untuk menyucikan diri dalam sakramen Tobat atau pengakuan pribadi dan juga memperbanyak perbuatan kasih kita kepada sesama sebagai bentuk kasih kita kepada Allah, sehingga pada akhirnya Tuhan bisa menemui kita tak bercacat dan tak bernoda, ketika Ia datang.


Tuhan memberkati kita sekalian!