HR Allah Tritunggal Mahakudus

“Credo Ut Intelligam”
(Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: Ul. 4:32-34.39-40
Bacaan II: Rm. 8:14-17
Bacaan Injil: Mat. 28:16-20

Kata Pengantar
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus!
Hari ini kita merayakan pesta liturgis, Hari Raya Allah Tritunggal Mahakudus. Tritunggal dari kata bahasa Latin, Trinitas. Allah yang kita imani itu Esa atau Satu tetapi hadir dalam tiga pribadi, yaitu Bapa, Putera dan Roh Kudus. Pribadi-pribadi Ilahi yang kita sapa sebagai Bapa, Putera dan Roh Kudus selalu kita sebut ketika membuat tanda salib sebagai tanda kemenangan kita.

Marilah kita menyucikan diri di hadapan Tuhan Allah Tritunggal Mahakudus agar kita layak merayakan perayaan Ekaristi kudus ini.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Setelah merayakan hari raya Pentekosta, yaitu peristiwa turunnya Roh Kudus ke atas para rasul pada hari Minggu yang lalu, hari ini Gereja Kudus mengajak kita untuk menyadari kembali seluruh proses komunikasi diri Allah, yang tak kenal lelah dan putus asa dalam sejarah kehidupan umat manusia, yaitu melalui kehadiran Allah Tritunggal Mahakudus: Bapa, Putera dan Roh Kudus.

Sebagai orang Kristen Katolik, jika kita memang sungguh-sungguh menghayati iman kita, dengan setia membaca dan merenungkan Kitab Suci, maka di sana kita bisa menemukan dan memahami proses pernyataan diri Allah yang kita imani sekarang ini sebagai Allah Tritunggal Mahakudus.

Secara sederhana kita dapat menerima pernyataan diri Allah sebagai Allah Tritunggal Mahakudus, yaitu mulai dengan memahami Perjanjian Lama, di mana kita pada mulanya hanya mengenal Allah sebagai Allah yang tunggal, yang mencipta alam semesta dan seluruh isinya. Namun sejak Perjanjian Baru, melalui peristiwa inkarnasi, Sabda Allah menjadi manusia dan tinggal di antara kita, yaitu dalam diri Tuhan Yesus Kristus, maka iman kepercayaan kita mulai dibarui untuk memahami Allah sebagai yang tunggal, namun berkomunikasi atau berbicara kepada kita dalam pribadi-pribadi. Tuhan Yesus dalam banyak kesempatan memberitahukan kepada kita tentang siapa itu Allah Bapa dan bahwa Bapa dan diriNya adalah satu, sehingga dengan kenaikanNya ke Surga, Ia dan Bapa mengutus Roh Kudus untuk membimbing para rasul dan kita semua untuk memahami seluruh kebenaran Allah. Sampai pada peristiwa Pentekosta yang kita rayakan Minggu lalu itu, maka menjadi terang bagi kita bahwa Allah yang kita imani adalah Allah Tritunggal Mahakudus, satu Allah-tiga pribadi: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Ini adalah cara berada Allah yang unik, yang tak kenal lelah dan putus asa untuk mengkomunikasikan diriNya kepada kita, umatNya, agar dikenal dan diimani, bukan untuk dipertanyakan dan diragukan seperti kebanyakan orang tak beriman, yang berusaha menalar Allah, penciptaNya, dengan nalarnya yang terbatas.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus!
Ziarah hidup kita selalu menuju kepada Bapa, mengikuti jejak Yesus PuteraNya dan jiwai oleh RohNya yang kudus. Ketika merayakan Ekaristi, kita juga menyapa Allah Tritunggal Mahakudus melalui tanda salib, melalui madah kemuliaan, melalui doa-doa, melalui syahadat para rasul/Aku Percaya. Patut diakui dengan rendah hati, bahwa doktrin/ajaran tentang Allah Tritunggal Mahakudus ini mungkin tidak mudah diterima oleh semua pihak, bahkan sulit dipahami oleh orang Kristen sendiri. Namun ada nasihat bijak dari orang kudus kita, St. Anselmus. Dia mengatakan “credo ut intelligam”, artinya aku percaya supaya aku mengerti. Banyak kali memang kita menuntut untuk mengerti lebih dahulu baru percaya. Namun dalam hal beriman, itu bukan cara yang tepat. Yang benarnya, yang dikehendaki Tuhan adalah supaya kita beriman dan percaya terlebih dahulu untuk dapat mengerti seluruh rahasia atau kebenaran Allah.

Ada ceritera tentang pergumulan St. Agustinus, yang berusaha memahami tuntas tentang Allah Tritunggal Mahakudus. Pada suatu kesempatan St. Agustinus sedang berjalan di pinggir pantai. Ia berjumpa dengan seorang anak kecil yang sedang bermain di tepi pantai itu. Anak itu menggali sebuah lubang kecil seperti sumur di atas pasir. Lalu ia berulang kali mengambil air laut dengan sebuah gelas kecil dan memasukannya ke dalam lubang itu. Setiap kali lubang itu diisi langsung menjadi kering karena dasarnya adalah pasir. Agustinus bertanya kepadanya, untuk apa ia melakukan semuanya itu. Anak kecil itu menjawab hendak memindahkan seluruh air laut ke dalam lubang kecil tersebut. Agustinus mengatakan kepadanya bahwa usahanya itu hanya sia-sia saja. Tidaklah mungkin memindahkan seluruh air laut ke dalam lubang tersebut. Anak kecil itu kemudian bertanya kepada Agustinus apa yang sedang dipikirkannya. Agustinus menjawab bahwa ia sedang memikirkan misteri Allah Tritunggal Mahakudus. Anak kecil itu tertawa terbahak-bahak sambil mengatakan bahwa otakmu itu kecil seperti lubang buatan saya ini sedangkan Allah Tritunggal Mahakudus itu jauh lebih luas dari samudera raya. Agustinus menjadi sadar bahwa ternyata akal budi tidak mampu memahami seluruh rahasia Tuhan. Ia kemudian berkesimpulan: “Di mana ada cinta kasih, di situ ada Allah Tritunggal Mahakudus: Pencinta, Yang Dicinta dan Sumber Cinta Kasih.

Saudara-saudari terkasih, dengan merayakan hari raya Allah Tritunggal Mahakudus, kita semua diingatkan untuk menyadari kembali misteri iman kepercayaan kita.

Pertama, kita menyembah Allah yang tidak sendirian melainkan Allah yang penuh dengan persekutuan kasih dan saling berbagi. Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah satu komunitas, satu kesatuan. Ini haruslah menjadi dasar bagi persekutuan hidup kita juga, agar kita pun bersekutu dalam kasih, saling mengasihi, seperti keberadaan Allah Tritunggal Mahakudus sendiri.

Kedua, Allah Tritunggal Mahakudus adalah kasih yang sempurna.  Tidak ada kasih lain yang sempurna seperti kasih Tuhan Allah Tritunggal Mahakudus.

Marilah kita semakin mengimani Allah Tritunggal Mahakudus dalam hidup kita, dengan selalu sadar menandai diri dengan tanda keselamatan dan kemenangan kita, yaitu tanda salib: dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Amin.

HR Pentekosta

“Roh Kudus Memimpin Kita
Ke Dalam Seluruh Kebenaran Allah”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: 1 Kor. 12:3b-7.12-13
Bacaan II: Gal. 5:16-25
Bacaan Injil: Yoh. 15:26-27; 16:12-15

Kata Pengantar
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus!
Hari raya Pentekosta yang kita rayakan pada hari ini merupakan puncak pernyataan diri Allah di mana kita sekalian dengan penuh iman mengenal dan menerima kehadiran pribadi ketiga Allah, yaitu Roh Kudus dalam kehidupan kita. Roh Kudus adalah Roh Bapa dan Putera yang dicurahkan atau diutus untuk membimbing kita kepada kebenaran, yaitu supaya kita sungguh-sungguh mengimani Kristus, sebagai Tuhan dan Pengatara kita, yang diutus Bapa untuk menyelamatkan dunia.

Marilah kita menyadari kehadiran Allah Roh Kudus di tengah-tengah kita, dalam perayaan Ekaristi Kudus ini, sehingga kita mampu memahami seluruh kebenaran Allah yang sudah, sedang, dan akan dinyatakan kepada kita, umatNya.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Hari ini kita merayakan hari raya Pentekosta, yaitu peristiwa turunnya Roh Kudus ke atas para rasul sebagaimana diceriterakan dalam bacaan pertama tadi. Peristiwa iman ini tentunya menyadarkan para murid dan kita semua, bahwa apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam amanat-amanat perpisahanNya sebelum naik ke surga adalah benar. Tuhan Yesus menjanjikan Roh Kudus kepada para murid, dan 50 hari sesudah kebangkitanNya atau sepuluh hari sesudah kenaikanNya ke Surga, Roh Kudus itu diutus kepada para murid untuk membimbing dan mengajar mereka memahami seluruh kebenaran Allah yang sudah disampaikan Tuhan Yesus semasa masih ada bersama-sama dengan mereka. Roh Kudus itu turun dan berdiam di hati para murid, sehingga memberanikan mereka bersaksi atau berbicara dalam berbagai bahasa tentang karya keselamatan Allah yang paripurna dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Dan sampai pada peristiwa Pentekosta ini, sebenarnya para murid dan kita semua pada zaman ini mengenal dan menerima puncak pewahyuan diri Allah, kehadiran pribadi ketiga Allah, yaitu Roh Kudus dalam kehidupan kita. Dengan demikian, kita boleh mengimani Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa-Putera-Roh Kudus, sebagai sebuah cara berada Allah yang tak kenal lelah atau putus asa dalam mengkomunikasikan diriNya kepada kita, manusia, ciptaanNya.

Saudara-saudari terkasih!
Kedatangan Roh Kudus yang kita rayakan pada hari ini juga sebenarnya mau menyadarkan kita tentang keterbatasan kemampuan kita untuk memahami Allah dan karya keselamatanNya yang telah, sedang dan akan terlaksana di dalam dunia ini. Oleh karena itu, Roh Kudus diutus untuk membimbing dan membantu kita agar dapat mengerti sepenuhnya kekayaan karya kasih keselamatan Allah itu dalam hidup kita. Sebab rahasia kasih Allah itu begitu tinggi dan dalam, begitu lebar dan luas, sehingga kita memerlukan Roh Kudus yang berdiam di dalam hati kita, untuk memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran Allah. Dan bukan hanya untuk keselamatan diri kita saja Roh Kudus bekerja, melainkan Ia juga setiap hari menggerakkan hati kita untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah, yaitu melalui kata dan perbuatan kita yang baik: rajin berdoa/beribadah, rajin bekerja, saling mengasihi, saling menolong, saling mengampuni, dan berbagai hal positif lainnya yang bisa kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
***
Ada sebuah wawancara menarik antara seorang Teolog Kristen yang terkenal dari Amerika Latin, namanya Leonardo Boff, dan Pemimpin Spiritual dari Tibet, Dalai Lama, tentang agama apa yang terbaik di dunia.

Leonardo Boff dalam sesi reses pada sebuah diskusi tentang agama dan kebebasan mengajukan pertanyaan kepada Dalai Lama, yang tak lain adalah seorang Budhist. Pertanyaan agak nakal itu, tentang agama apa yang terbaik di dunia, disampaikan Leonardo Boff dengan sebuah praduga. Leonardo Boff bergumam dalam hati, "Saya kira dia akan menjawab, tentu saja Buddha dari Tibet atau agama-agama timur yang usianya lebih tua dari Kristianitas".

Mendengar pertanyaan itu, Dalai Lama berhenti sejenak sambil tersenyum, menatap langsung ke mata Leonardo Boff dan secara mengejutkan menjawab pertanyaan itu, "Agama terbaik adalah yang lebih mendekatkan Anda pada Cinta (TUHAN), yaitu agama yang membuat Anda menjadi orang yang lebih baik."

Sambil menutupi rasa malu karena praduganya salah, Leonardo Boff bertanya lagi, "Apa tanda agama yang membuat kita menjadi lebih baik?"

"Agama apa pun yang bisa membuat Anda Lebih berbelas kasih, lebih berpikiran sehat, lebih objektif dan adil, lebih menyayangi, lebih manusiawi, lebih punya rasa tanggung jawab, lebih beretika, agama yang punya kualitas seperti yang saya sebut adalah agama terbaik," ujar Dalai Lama.

Leonardo Boff terdiam sejenak dan terkagum-kagum atas jawaban Dalai Lama yang bijaksana dan tidak dapat dibantah.

Selanjutnya, Dalai Lama berkata, "Kawan, tak penting bagi saya apa agamamu... Yang betul-betul penting bagi saya adalah perilaku Anda di depan kawan-kawan Anda, di depan keluarga, lingkungan kerja, dan dunia." Dalai Lama menasehati:
“*Jagalah pikiranmu, karena akan menjadi perkataanmu.
  *Jagalah perkataanmu, karena akan menjadi perbuatanmu.
  *Jagalah perbuatanmu, karena akan menjadi kebiasaanmu.
  *Jagalah kebiasaanmu, karena akan membentuk karaktermu.
  *Jagalah karaktermu, karena akan membentuk nasib/karmamu.
Jadi, nasib/karmamu/penghakimanmu berawal dari pikiranmu... dan tidak ada agama yang lebih tinggi daripada kebenaran," ujar pemimpin spiritual Tibet itu.
***
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Tuhan Yesus sendiri saat menjanjikan Roh Kudus kepada para rasul Ia berkata bahwa Roh kudus itu akan memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran, “Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran”. Itu berarti, berkat kehadiran Roh Kudus, kita dimampukan tidak saja beragama ritual untuk keselamatan diri sendiri (menghadiri perayaan ekaristi dan selesai di pintu keluar Gereja), tetapi lebih dari itu, kita dituntun juga oleh Roh Kudus untuk beragama dengan baik, yaitu senantiasa hidup dalam kebenaran/kehendak Allah melalui perilaku baik kita sehari-hari.

Sebagai orang Katolik, kita masing-masing telah menerima pencurahan Roh Kudus, yaitu pada saat pembaptisan dan  juga pada saat penerimaan sakramen Krisma atau Penguatan. Pada saat pembaptisan, Roh Kudus menghapuskan dosa dan membuat kita bersatu dengan hidup Allah Tritunggal Mahakudus. Sedangkan pada saat Krisma atau Penguatan, Roh Kudus memampukan kita untuk menjadi saksi Kristus.

Marilah kita menyadari kembali kehadiran Roh Kudus di dalam hidup kita, yang berdiam di dalam hati kita melalui rahmat pembaptisan, dan juga melalui sakramen Krisma, sehingga kita bisa dipimpin ke dalam seluruh kebenaran Allah, yaitu memahami karya keselamatan Allah dalam diri kita dan mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah itu di tengah  dunia kehidupan kita sehari-hari. Semoga!

HM Paskah VII

“Hakikat Doa: Setia Bersekutu Dengan Allah Dan Erat Bersatu Dengan Sesama"
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kis. 1:15-17.20a.20c-26
Bacaan II: 1 Yoh. 4:11-16
Bacaan Injil: Yoh. 17:11b-19

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Sebelum kisah sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikanNya ke surga, Tuhan Yesus pada malam perjamuan terakhir menyempatkan diri untuk berdoa bagi para murid. Tuhan Yesus tahu bahwa kisah sengsara dan wafatNya akan menghebohkan para murid. Oleh karena itu, Tuhan Yesus berdoa kepada Allah Bapa agar iman para murid diteguhkan dan tetap dipelihara dalam kesatuan denganNya, sehingga setelah berlalunya peristiwa menghebohkan itu, para murid bisa menjadi penerus atau pewarta InjilNya di dalam dunia.

Dengan mendoakan para murid, Tuhan Yesus juga sebenarnya mendoakan kita pada masa kini. Melalui perayaan ekaristi ini, kita sekalian diundang untuk bersatu dengan Tuhan Yesus, agar iman kita diteguhkan dan mampu menjadi pewarta InjilNya di tengah dunia kehidupan kita sehari-hari. Marilah kita menyucikan diri agar pantas merayakan perjamuan kudus ini.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Doa Tuhan Yesus kepada para murid merupakan sebuah ungkapan kasih yang mendalam, meskipun di sana ada rasa kecewa terselip karena salah satu dari antara para murid yang sama dikasihiNya ternyata berkhianat, yaitu Yudas Iskariot. Namun terlepas dari itu, Tuhan Yesus berdoa kepada para murid untuk menunjukkan bahwa Allah Kehidupan yang kita kenal di dalam Yesus Kristus adalah Allah yang peduli. Ia bukan hanya menciptakan alam semesta ini tetapi juga terus memperhatikan dan memelihara setiap kehidupan di dalamnya. Kepedulian dan kasih Allah memancar dalam doa dan karya Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menghendaki para murid menjadi satu, seperti Ia dan Bapa adalah satu. Menjadi satu berarti saling menopang dan menguatkan di dalam melaksanakan panggilan Tuhan dalam hidup ini. Seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama, para murid saling meneguhkan dengan mencari rasul pengganti bagi kelompok duabelasan, untuk mengisi kekosongan akibat pengkhianatan Yudas Iskariot. Dengan terpilihnya Matias sebagai rasul pengganti, yang menggenapi kelompok keduabelasan, maka kesatuan yang diharapkan dan didoakan Tuhan Yesus tetap terjaga. Para murid tetap terpelihara sebagai kelompok keduabelasan. Sebagai bukti saling menopang dan menguatkan, rasul Yohanes dalam bacaan kedua tadi menasihatkan bahwa para pengikut Kristus harus saling mengasihi. Hanya dengan itu, maka Allah tetap ada di dalam kita, dan kasihNya sempurna di dalam kita.

Saudara-saudari terkasih!
Doa Tuhan Yesus bagi para murid merupakan panggilan bagi kita untuk setia bersekutu dengan Bapa dan erat bersatu dengan sesama orang percaya. Itulah kerinduan Tuhan Yesus atas kita. Bagaimana kita akan mewujudkan hal ini? Tuhan Yesus sudah mengajarkan caranya pada kita dan para murid sudah mempraktekkannya, yaitu dengan berdoa.

Berdoa tampaknya sangat sederhana. Anak kecil pun bisa berdoa. Namun ternyata berdoa tidak sesederhana yang kita kira. Berdoa bukan sekadar menyampaikan daftar permohonan kepada Tuhan. Berdoa berarti menyelaraskan hati dan hidup kita dengan kehendak Bapa. Oleh karena itu, kita perlu terus merendahkan hati di bawah tangan Tuhan yang kuat. Artinya kita harus membuang jauh-jauh ego dan kesombongan kita. Berdoa juga mengandung dimensi horizontal, menyangkut hubungan kita dengan sesama. Dengan saling mendoakan, kita saling menguatkan dan meneguhkan. Dengan berdoa kita dipersatukan dengan Bapa dan dipersekutukan dengan sesama orang percaya sehingga kita menjadi satu, seperti Yesus dan Bapa adalah satu.

Pesan untuk kita, hari gini tidak berdoa, apa kata Tuhan????

HR Kenaikan Tuhan

“Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk”
(Choďte do celého sveta a hlásajte evanjelium všetkému stvoreniu)
 (Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: Kis. 1:1-11
Bacaan II: Ef. 4:1-13
Bacaan Injil: Mrk. 16:15-20

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Hari ini kita merayakan pesta Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga. Bagi kita, kenaikan Tuhan Yesus ke Surga bukanlah sebuah perpisahan dengan kita, umatNya, sebab Ia tetap hadir di tengah kita dalam berbagai macam cara dan bentuk. Terutama sekali melalui perayaan Ekaristi yang kita rayakan ini, kehadiran Tuhan Yesus Kristus menjadi sangat istimewa dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, kita perlu menghayati setiap perayaan Ekaristi yang kita hadiri sebagai sumber dan puncak kehidupan kita; melaluinya kita akan tetap hidup dan bersatu dengan Tuhan Yesus untuk menjalankan amanat-amanatNya.

Marilah kita menyucikan diri agar pantas merayakan Ekaristi Kudus ini.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Hari raya kenaikan Tuhan adalah sebuah peristiwa iman, di mana Gereja mengakui bahwa Yesus yang wafat dan bangkit kini dimuliakan di tempat Allah sendiri. Ia duduk di sisi kanan Allah Bapa yang mahakuasa dan kepadaNya diberikan juga kuasa atas surga dan bumi. Oleh karena itu, sebelum terangkat ke surga, Yesus meyakinkan para murid untuk pergi dan mewartakan Injil ke seluruh dunia tanpa takut, sebab Ia tetap menyertai mereka dengan kuasaNya. Bagi yang percaya, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, tidak akan celaka kalau memegang ular, kebal terhadap racun maut, dan sentuhan tangan mereka akan menyembukan orang yang sakit. Itulah keistimewaan dan “kesaktian” Yesus yang diwariskan juga kepada para murid yang setia menjalankan tugas perutusannya, yang berani pergi dan mewartakan injil ke seluruh dunia.

Dalam catatan sejarah, sejak perutusan itu, para murid pun pergi mewartakan Injil ke segala penjuru dunia. Dan benar seperti yang disabdakan dalam Injil, bahwa Tuhan turut bekerja dan meneguhkan ajaran mereka dengan mukjizat-mukjizat. Itulah sebabnya kita pun pada masa kini bisa menikmati buah-buah pewartaan Injil para murid yang diteruskan oleh Gereja melalui para misionarisnya, baik yang pernah bekerja di paroki kita maupun di tempat-tempat lain, di seluruh belahan bumi ini.

Saudara-saudari terkasih, melalui misteri kenaikan Tuhan yang kita rayakan ini, kita pun diundang untuk menyadari dan merasakan hak dan keistimewaan kita, yang kita dapatkan karena mengikuti Yesus. Bahwa kita sekalian pun dinaungi dengan kuasa Tuhan yang naik ke surga dan kita masing-masing pun oleh karena rahmat pembaptisan yang diterima, kita diutus Tuhan untuk mewartakan InjilNya kepada siapa saja, kapan saja dan di mana saja kita berada, yaitu melalui perkataan dan perbuatan kita yang baik. Tidak peduli orang menyukai atau tidak menyukai kita, yang terpenting adalah kita tetap berbuat baik, saling mengasihi seperti yang dikehendaki Tuhan Yesus. Itulah tugas pemberitaan Injil yang harus terlaksana dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin.  

HM Paskah VI

“Persahabatan Sejati Atas Dasar Saling Mengasihi”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kis. 10:25-26.34-35.44-48
Bacaan II: 1 Yoh. 4:7-10
Bacaan Injil: Yoh. 15:9-17

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Di hari Minggu Paskah VI ini kita sekalian diingatkan untuk menyadari kembali relasi kita dengan Tuhan, yaitu sebagai sahabatNya tatkala kita sungguh-sungguh menjalankan perintahNya untuk saling mengasihi. Tanpa suasana saling mengasihi di lingkup kehidupan kita, di dalam keluarga maupun dalam hidup bermasyarakat/menggereja, maka percuma saja kita menyebut diri sebagai orang Katolik; sia-sia juga Ekaristi yang kita rayakan ini, jikalau kita masih hidup menuruti keinginan sendiri, terpisah dari apa yang dikehendaki Tuhan.

Marilah kita masing-masing memeriksa diri, sudah sejauh mana kita mengamalkan perintah Tuhan untuk saling mengasihi. Jikalau masih ada kebencian, iri hati, suka memfitnah, sombong, mementingkan diri sendiri dan acuh tak acuh dalam kehidupan bersama/dalam kehidupan menggereja, maka baiklah kita menyesali kelalaian dan dosa itu di hadapan Tuhan, agar kita layak merayakan Ekaristi Kudus ini; perjamuan persahabatan dengan Tuhan yang mengundang kita untuk selalu tinggal di dalam kasihNya.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Dalam pergaulan sehari-hari, tentu kita memiliki kerinduan untuk menemukan seorang sahabat yang dapat memahami kita, menerima kita apa adanya, mendengarkan keluh-kesah kita, tidak melukai hati kita dan setia menemani kita dalam keadaan apa pun, suka maupun duka. Namun harus diakui bahwa untuk menemukan sahabat sejati seperti itu tidaklah mudah, karena kecenderungan manusia dalam pergaulan selalu “ada maunya”/ada perhitungan tertentu untuk kepentingan dirinya sendiri. Apalagi di zaman now, mencari sahabat sejati bagaikan mencari jarum di dalam tumpukan jerami. Pengaruh media sosial bisa saja menghubungkan kita dengan siapa saja, kapan dan di mana saja, berteman dengan siapa saja, ber-chat ria dengan siapa saja, tetapi untuk menemukan seorang sahabat sejati harus disadari bahwa ranahnya bukan di dunia maya. Sahabat sejati harus ditemukan di dalam dia, yang hadir kini dan di sini, di dunia nyata; bukan yang hadir di layar hp dan sewaktu-waktu bisa terputus karena jaringan error, atau pulsa prabayar habis, atau pulsa data habis. Bagaimana pun, kita masing-masing pasti ingin memiliki sahabat sejati. Kerinduan ini memang sangat bernilai, sehingga St. Thomas Aquinas – pujangga Gereja kita pernah berujar demikian, “Tidak ada lagi di dunia yang lebih berharga dari persahabatan sejati”.

Saudara-saudari terkasih!
Bacaan Injil yang diperdengarkan kepada kita hari ini menekankan nilai persahabatan sejati itu. Persahabatan yang sejati harus dibangun atas dasar kasih -  saling mengasihi, seperti yang diamanatkan Tuhan Yesus sendiri, “Inilah perintahKu, yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu”. Hanya dengan saling mengasihi, maka kita bisa menjadi sahabat sejati satu sama lain, menjadi sahabat Tuhan dan sahabat sesama di sekitar kita. Tanpa kasih, saling mengasihi, maka pergaulan atau relasi kita tidak lebih dari sekadar basa-basi dan mencari keuntungan diri sendiri.

Sebagai orang Katolik, kita disadarkan kembali hari ini untuk menaruh perhatian pada nilai kasih – saling mengasihi yang harus terbangun di dalam relasi persahabatan kita, bukan di dunia maya tetapi di dunia nyata. Kita diperintahkan Tuhan Yesus untuk membangun persahabatan sejati di antara kita yang modelnya bersumber dari persahabatan Allah sendiri dengan kita, umat manusia. Tuhan Yesus menghendaki agar kita mencontohNya diriNya, mencontoh Allah dalam mengasihi, yaitu mengasihi secara total, pun bahkan rela berkurban demi keselamatan hidup kita, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatNya”. Tuhan Yesus adalah model sahabat sejati, yang tidak hanya berkata-kata tentang kasih tetapi menunjukkannya dalam tindakan nyata mengasihi kita; Ia selalu hadir dan ada bersama dengan kita, kapan dan di mana saja kita membutuhkanNya; Ia bisa tertawa bersama kita, tetapi juga menangis bersama dengan kita; Ia selalu mengingatkan siapa kita sesungguhnya di balik semua peristiwa yang kita alami; Ia memberi izin kepada kita untuk menjadi diri sendiri yang lebih baik; dan Ia membuat kita mampu merasakan kedamaian dan kebahagiaan hidup tatkala bersatu denganNya. Itulah gambaran sahabat sejati yang menjadi junjungan kita juga dalam berelasi satu sama lain sebagai pengikutNya. Kita dituntut untuk menjadi sahabat sejati seperti Yesus sendiri bagi sesama di sekitar kita.

Memang dewasa ini mencari sahabat sejati yang demikian itu mungkin sulit. Tetapi jikalau kita yang menamakan diri orang Katolik ini menuruti apa yang diperintahkan Tuhan Yesus kepada kita, dengan sungguh-sungguh saling mengasihi, maka niscaya persahabatan sejati itu bisa ditemui di mana saja, mulai dari dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat maupun dalam hidup menggereja. Dan sekali lagi, satu pesan penting untuk kita di era ini, yaitu persahabatan sejati, saling mengasihi, itu harus dibangun di dalam dunia nyata, bukan di dunia maya atau dunia angan-angan. Sebagai contoh, kita diminta untuk semakin bijaksana dalam menggunakan media sosial/medsos, yang meskipun di satu sisi bisa memudahkan kita untuk berelasi dengan siapa saja, kapan dan di mana saja, namun pada sisi yang lain juga bisa membunuh karakter panggilan hidup kita sebagai orang Kristen seperti yang dikehendaki Tuhan Yesus, yaitu supaya kita saling mengasihi dalam dunia nyata. Jangan sampai karena pengaruh media sosial, misalnya hp, kita akhirnya mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat dalam kehidupan kita sehari-hari.

Saudara-saudari terkasih!
Ada sebuah catatan menarik untuk kita tentang pengaruh negatif HP, yang bisa menjadi bahan permenungan kita juga di Hari Minggu Paskah VI ini, supaya kita bisa sadar dan berusaha membangun kembali persahabatan yang sejati, saling mengasihi di antara kita dalam dunia nyata. Ini artikel copas/copy paste, judulnya: “Hidup Tapi Seperti Mayat”. Catatannya demikian:
Bertamu main HP.
Berdoa main HP.
Ibadah main HP.
Terima tamu main HP.
Bekerja main HP.
Belajar main HP.
Di tengah keluarga main HP.
Kadang terlihat 2 orang saling duduk berhadapan tidak bicara sama sekali, karena salah satu atau keduanya sibuk main HP. Atau kalaupun harus bicara akhirnya tidak nyambung dan muncul sikap tidak peduli.
Punya masalah pun bukan lagi mendatangi keluarga yang terdekat, tetapi membahas di sosmed, rasanya lebih “afdol”.
Manusia menjadi “ADA NAMUN TIADA”.
Hidupnya hanya seputar dunia dalam ponselnya.
Jabatan tangan erat sahabat telah hilang dan diganti gambar-gambar mati dalam ponsel.
Gerak petualangan akan hebatnya bumi juga sudah diganti hanya dengan gerakan telunjuk dan jempol.
Wajah-wajah mulai pucat, tubuh mulai ringkih, pahala-pahala beterbangan sia-sia sebagai resiko terburuk yang mungkin dimiliki. Sedangkan engkau belum ke mana-mana dan melakukan apa pun selain menggerakkan jempol dan jarimu pada layar kecil yang penuh sihir ini.
Hidup dalam kematian itu adalah keniscayaan, tetapi “MATI DALAM HIDUP” itu pilihan.
MAKA BANGUNLAH, hiduplah sebagaimana manusia itu hidup.
Saat suami atau istri datang, simpan HPmu.
Saat anak berceritera, simpan HPmu.
Saat ibu, bapak bicara, simpan HPmu.
Saat tamu berkunjung, simpan HPmu.
Saat matahari merekah, udara sejuk, angin semilir, burung bersiul, anak-anak tertawa riang, simpan HPmu.
Perhatikan duniamu dengan seksama, sebab NIKMAT TUHAN ada di sana.
HIDUPLAH. Engkau belum mati tapi sudah bertingkah seperti mayat.
(Catatan Rm. Antonius Joko)
 
Marilah kita membarui kembali semangat persahabatan sejati di antara kita, dengan mengesampingkan hal-hal yang dapat menghalangi kita untuk saling mengasihi seperti yang dikehendaki Tuhan Yesus sendiri. Kita adalah sahabat Tuhan Yesus, kita adalah sahabat sejati satu sama lain. Jangan biarkan pengaruh dunia ini memisahkan kita dari kasih Allah dan kasih kepada sesama di sekitar kita. Tuhan Yesus memberkati kita sekalian! Amin.