“Bersatu Dengan Yesus: Menghasilkan Buah Iman Dan Hidup Saling Mengasihi”
(Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: Kis. 9:26-31
Bacaan II: 1 Yoh. 3:18-24
Bacaan Injil: Yoh. 15:1-8
Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Waktu terus berganti dan tak terasa kita sudah memasuki hari Minggu Paskah V. Pasca kebangkitanNya, Tuhan Yesus masih menyertai para murid selama 40 hari dan dalam rentang waktu itu, Tuhan Yesus menampakkan diri serta memberi banyak amanat atau pesan-pesan yang perlu dicamkan oleh para murid dalam hidup dan karya perutusannya. Salah satunya, yang akan kita dengar dalam bacaan Injil hari ini, yaitu Tuhan Yesus menegaskan bahwa Dialah pokok atau sumber kehidupan para murid. Barangsiapa yang selalu hidup bersatu dengan Tuhan Yesus, mendengarkan dan melaksanakan apa yang diperintahkanNya, ia akan menghasilkan banyak buah; hidupnya pasti terberkati.
Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Ada sebuah pernyataan bijak dari seorang pemimpin dunia, yaitu presiden I Amerika Serikat, George Washington. Ketika Amerika Serikat sedang menghadapi perang saudara, seseorang berkata kepada George Washington demikian, “Kalau Allah menyertai kita, maka kita pasti menang”.Tetapi George Washington menanggapinya, “Masalahnya bukan pada apakah Allah menyertai kita atau tidak; masalahnya adalah apakah kita ada bersama Allah”.
Pernyataan bijak dari presiden I Amerika Serikat itu secara tidak langsung mengingatkan kita juga tentang pesan utama dari bacaan Injil hari ini, yaitu bahwa kita harus hidup bersatu dengan Allah, bersama dengan Yesus sebagai pokok atau sumber kekuatan hidup kita. Itulah yang harus dicamkan dan dihayati oleh setiap orang Kristen, pengikut Kristus. Sebab hanya dengan hidup bersatu dengan Allah, bersama dengan Yesus, maka hidup kita akan terberkati dan kita mampu menghasilkan buah dalam setiap pekerjaan kita.
Kita mungkin bertanya, apa sebenarnya buah yang dihasilkan jikalau kita hidup bersatu dengan Allah, bersama dengan Yesus? Untuk menjawabi pertanyaan ini, kita perlu bercermin pada pengalaman hidup para murid. Atau dengan kata lain, buah yang dimaksud itu ada dalam pengalaman hidup para murid, yang mungkin menjadi bagian dari pengalaman hidup kita juga.
Kita tahu bahwa dalam tugas perutusannya menjadi saksi kebangkitan Kristus, menjadi pewarta Injil kepada segala bangsa, para murid telah mengalami peneguhan yang luar biasa karena selalu hidup bersatu dengan Yesus. Tatkala harus berhadapan dengan umat dan juga orang-orang yang memusuhi mereka, sedikit pun mereka tak gentar karena percaya bahwa Yesus yang mengutus mereka ada bersama dengan mereka dan mereka ada bersama dengan Yesus dalam menghadapi segala tantangan, entah suka maupun duka.
Seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama, salah satu buah yang diperlihatkan dari hidup para murid, yaitu percaya kepada Tuhan dan hidup saling mengasihi. Kita belajar dari pengalaman Barnabas dan Saulus/paulus, bahwa meskipun banyak orang belum bisa menerima pertobatan Saulus/Paulus, namun Barnabas percaya bahwa dengan pengalaman perjumpaannya dengan Tuhan Yesus, Saulus/Paulus tentu sudah dibarui untuk menjadi juga pewarta InjilNya. Oleh karena itu, ia pantas dikasihi dalam nama Tuhan Yesus yang mentobatkanNya. Kepercayaan dan ungkapan kasih Barnabas ini tidak sia-sia karena terbukti, bahwa Saulus/Paulus yang bertobat kemudian menjadi rasul utama yang mewartakan Injil di antara umat yang bukan Yahudi.Dan itulah sebenarnya tugas perutusan yang hakiki sebagaimana diamanatkan sendiri oleh Tuhan Yesus sebelum kenaikanNya ke Surga, bahwa para murid harus mewartakan InjilNya kepada segala bangsa. Dalam hal ini, Saulus/Paulus-lah yang telah dipilih Tuhan Yesus untuk menjalankan misi perutusan itu.
Percaya kepada Tuhan dan saling mengasihi, itulah perintah Tuhan sebagaimana ditegaskan kembali oleh St. Yohanes dalam bacaan kedua. St. Yohanes menasihatkan bahwa ciri khas hidup dalam iman adalah menaruh cinta kasih bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. Oleh karena itu, kita sekalian diingatkan sekali lagi bahwa iman kita harus berbuah dalam tindakan nyata. Kita tidak bisa mengatakan bahwa kita ini orang beriman, yang percaya dan hidup bersatu dengan Tuhan, tetapi dalam kehidupan nyata kita tidak mampu mengasihi sesama yang berada di sekitar kita; atau kita tidak mampu mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Menjadi pengikut Kristus, kita sekalian sebernarnya dipanggil untuk menjadi saudara atau saudari bagi semua orang, terutama bagi mereka yang miskin; pun bahkan bagi mereka yang memusuhi kita, kita tetap dipanggil untuk menjadi saudara atau saudari mereka. Panggilan Kristiani ini memang tidak mudah dituruti, tetapi Allah yang sudah terlebih dahulu mengasihi kita pasti akan memampukan kita untuk menghasilkan buah kebaikan ini. Itulah jaminan bahwa Allah beserta kita dan kita hidup bersatu dan beserta Allah.
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Kepastian bahwa Allah beserta kita tidak perlu diragukan lagi. Hanya saja yang menjadi pertanyaan untuk kita, apakah kita juga beserta Allah, atau seperti yang dikatakan oleh George Washington, apakah kita ada bersama Allah dan hidup mentaati kehendakNya?
Marilah kita sekalian yang menyadari diri sebagai pengikut Kristus hendaknya membarui diri, dengan hidup bersatu dengan Allah, bersama dengan Yesus. Kita pun diminta harus berbuah dalam kehidupan nyata, yaitu dengan hidup saling mengasihi. Itulah penghayatan iman Kristiani yang sesungguhnya sebagai satu bentuk kesaksian tentang persatuan hidup kita dengan Allah, persatuan hidup kita dengan Yesus. Amin!
HM Paskah IV
“PANGGILAN MENJADI GEMBALA ATAU PEMIMPIN
ATAU SAUDARA/I BAGI SEMUA ORANG”
(Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: Kis. 4:8-12
Bacaan II: 1 Yoh. 3:1-2
Bacaan Injil: Yoh. 10:11-18
Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Gembala yang baik adalah Dia yang memperhatikan domba-dombaNya, bahkan rela mengurbankan diriNya untuk menjaga domba-dombaNya dari serangan binatang buas atau serigala. Contoh Gembala yang baik itu adalah Tuhan Yesus Kristus sendiri, yang telah menyerahkan diriNya sebagai tebusan atas dosa-dosa kita, demi menyelamatkan kita dari kebinasaan dosa. Tuhan Yesus, Gembala baik kita, tetap hadir dan menyertai kita dalam perayaan Ekaristi ini untuk memberi kita santapan hidup kekal.
Di hari Minggu Paskah IV ini, kita juga diundang Gereja Kudus untuk merayakan hari Minggu Panggilan. Kita mohon secara khusus berkat Tuhan bagi panggilan hidup kita masing-masing, entah sebagai imam, bruder, suster, bapak-ibu keluarga, petani, pegawai, pelajar, dan lain sebagainya.
Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Sabda Tuhan Yesus yang kita dengar dalam bacaan Injil hari ini menekankan keteladanan seorang Gembala yang baik atau pemimpin yang sejati. Gembala yang baik atau pemimpin yang sejati adalah dia yang tidak meninggalkan domba-dombanya atau umatnya atau rakyatnya sendirian tatkala datang ancaman yang membahayakan kehidupan mereka. Ancaman sekecil atau sebesar apa pun, seorang gembala yang baik atau pemimpin yang sejati akan mempertaruhkan nyawanya, jabatannya, demi membela keselamatan mereka yang digembalakan atau dipimpinnya.
Dalam konteks bacaan injil ini juga, Tuhan Yesus terang-terangan berbicara tentang diriNya sendiri sebagai seorang Gembala yang baik atau seorang pemimpin yang sejati. Pernyataan tentang diriNya ini tentu tak terbantahkan karena apa yang dikatakanNya sesuai dengan apa yang dibuktikanNya atau diperbuatNya. Dialah Gembala yang baik atau pemimpin yang sejati, yang telah mengurbankan diriNya demi keselamatan kita.
Kita mungkin bertanya, mengapa Tuhan Yesus begitu peduli dengan keselamatan kita, sampai rela berkurban, dihina, dibenci, disiksa sampai wafat di kayu salib? Jawabannya, karena Ia sungguh mengenal kita dan Ia tahu bahwa sesungguhnya kita sedang berada dalam ancaman kebinasan maut akibat dosa-dosa yang kita perbuat. Bahkan bukan hanya untuk kita saja Dia berkurban, tetapi juga untuk semua umat manusia, bagi mereka juga yang sampai saat ini masih menolakNya, membenciNya, tidak mengakuiNya sebagai Tuhan dan Penebus.
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Harus diakui bahwa keteladan Yesus sebagai Gembala yang baik atau Pemimpin yang sejati adalah sempurna, tanpa cacat cela. Kata dan perbuatanNya bersesuaian dan oleh karena itu keteladanan ini menantang kita juga, para pengikutNya, untuk berani bersikap dan berlaku sama seperti Yesus. Kita semua dipanggil untuk menjadi gembala yang baik atau pemimpin yang sejati dalam pelbagai status hidup kita, entah sebagai imam, bruder, suster, bapak-ibu keluarga, petani, pegawai, pelajar, dan lain-lain. Dan panggilan luhur ini menuntut komitmen/kesetiaan dan penyerahan diri yang total untuk melayani. Sebab menjadi gembala atau pemimpin yang sejati adalah untuk melayani, bukan untuk berkuasa, menindas atau bersikap dan berlaku sewenang-wenang.
Memang tidak mudah untuk menjadi gembala atau pemimpin yang sejati seperti Tuhan Yesus. Tetapi meskipun demikian, dalam kelemahan dan keterbatasan manusiawi, kita sekalian tetap dipanggil sekurang-kurangnya menjadi saudara atau saudari bagi semua orang, secara khusus bagi mereka yang miskin, dan bahkan bila mereka itu adalah seorang musuh/orang yang memusuhi kita (The Christian vocation means being a brother or sister to everyone, especially if they are poor, and even if they are an enemy), seperti yang dinasihatkan Paus Fransiskus dalam tweet kepausannya beberapa hari lalu. Itulah hakikat panggilan Kristiani kita.
Marilah kita memaknai hari Minggu Panggilan ini dengan sebuah kesadaran baru untuk menjadi gembala atau pemimpin yang sejati atau menjadi saudara-saudari bagi semua orang yang membutuhkan perhatian dan pelayanan kita, tanpa membeda-bedakan, seperti yang diteladankan sendiri oleh Tuhan Yesus kepada kita.
Tuhan Yesus memberkati kita sekalian!
ATAU SAUDARA/I BAGI SEMUA ORANG”
(Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: Kis. 4:8-12
Bacaan II: 1 Yoh. 3:1-2
Bacaan Injil: Yoh. 10:11-18
Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Gembala yang baik adalah Dia yang memperhatikan domba-dombaNya, bahkan rela mengurbankan diriNya untuk menjaga domba-dombaNya dari serangan binatang buas atau serigala. Contoh Gembala yang baik itu adalah Tuhan Yesus Kristus sendiri, yang telah menyerahkan diriNya sebagai tebusan atas dosa-dosa kita, demi menyelamatkan kita dari kebinasaan dosa. Tuhan Yesus, Gembala baik kita, tetap hadir dan menyertai kita dalam perayaan Ekaristi ini untuk memberi kita santapan hidup kekal.
Di hari Minggu Paskah IV ini, kita juga diundang Gereja Kudus untuk merayakan hari Minggu Panggilan. Kita mohon secara khusus berkat Tuhan bagi panggilan hidup kita masing-masing, entah sebagai imam, bruder, suster, bapak-ibu keluarga, petani, pegawai, pelajar, dan lain sebagainya.
Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Sabda Tuhan Yesus yang kita dengar dalam bacaan Injil hari ini menekankan keteladanan seorang Gembala yang baik atau pemimpin yang sejati. Gembala yang baik atau pemimpin yang sejati adalah dia yang tidak meninggalkan domba-dombanya atau umatnya atau rakyatnya sendirian tatkala datang ancaman yang membahayakan kehidupan mereka. Ancaman sekecil atau sebesar apa pun, seorang gembala yang baik atau pemimpin yang sejati akan mempertaruhkan nyawanya, jabatannya, demi membela keselamatan mereka yang digembalakan atau dipimpinnya.
Dalam konteks bacaan injil ini juga, Tuhan Yesus terang-terangan berbicara tentang diriNya sendiri sebagai seorang Gembala yang baik atau seorang pemimpin yang sejati. Pernyataan tentang diriNya ini tentu tak terbantahkan karena apa yang dikatakanNya sesuai dengan apa yang dibuktikanNya atau diperbuatNya. Dialah Gembala yang baik atau pemimpin yang sejati, yang telah mengurbankan diriNya demi keselamatan kita.
Kita mungkin bertanya, mengapa Tuhan Yesus begitu peduli dengan keselamatan kita, sampai rela berkurban, dihina, dibenci, disiksa sampai wafat di kayu salib? Jawabannya, karena Ia sungguh mengenal kita dan Ia tahu bahwa sesungguhnya kita sedang berada dalam ancaman kebinasan maut akibat dosa-dosa yang kita perbuat. Bahkan bukan hanya untuk kita saja Dia berkurban, tetapi juga untuk semua umat manusia, bagi mereka juga yang sampai saat ini masih menolakNya, membenciNya, tidak mengakuiNya sebagai Tuhan dan Penebus.
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Harus diakui bahwa keteladan Yesus sebagai Gembala yang baik atau Pemimpin yang sejati adalah sempurna, tanpa cacat cela. Kata dan perbuatanNya bersesuaian dan oleh karena itu keteladanan ini menantang kita juga, para pengikutNya, untuk berani bersikap dan berlaku sama seperti Yesus. Kita semua dipanggil untuk menjadi gembala yang baik atau pemimpin yang sejati dalam pelbagai status hidup kita, entah sebagai imam, bruder, suster, bapak-ibu keluarga, petani, pegawai, pelajar, dan lain-lain. Dan panggilan luhur ini menuntut komitmen/kesetiaan dan penyerahan diri yang total untuk melayani. Sebab menjadi gembala atau pemimpin yang sejati adalah untuk melayani, bukan untuk berkuasa, menindas atau bersikap dan berlaku sewenang-wenang.
Memang tidak mudah untuk menjadi gembala atau pemimpin yang sejati seperti Tuhan Yesus. Tetapi meskipun demikian, dalam kelemahan dan keterbatasan manusiawi, kita sekalian tetap dipanggil sekurang-kurangnya menjadi saudara atau saudari bagi semua orang, secara khusus bagi mereka yang miskin, dan bahkan bila mereka itu adalah seorang musuh/orang yang memusuhi kita (The Christian vocation means being a brother or sister to everyone, especially if they are poor, and even if they are an enemy), seperti yang dinasihatkan Paus Fransiskus dalam tweet kepausannya beberapa hari lalu. Itulah hakikat panggilan Kristiani kita.
Marilah kita memaknai hari Minggu Panggilan ini dengan sebuah kesadaran baru untuk menjadi gembala atau pemimpin yang sejati atau menjadi saudara-saudari bagi semua orang yang membutuhkan perhatian dan pelayanan kita, tanpa membeda-bedakan, seperti yang diteladankan sendiri oleh Tuhan Yesus kepada kita.
Tuhan Yesus memberkati kita sekalian!
HM Paskah III
“Menjadi Saksi Kebangkitan Kristus”
(Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: Kis. 3:13-15.17-19
Bacaan II: 1 Yoh. 2:1-5
Bacaan Injil: Luk. 24:35-48
Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Di hari Minggu Paskah III ini kita sekalian diundang untuk merenungkan pengalaman iman para murid yang menyaksikan sendiri Kristus yang bangkit hadir di tengah-tengah mereka, meneguhkan iman mereka dan mengutus mereka untuk menjadi saksiNya kepada segala bangsa. Bagi kita, perayaan Ekaristi yang kita rayakan ini pun adalah tanda kehadiran nyata Kristus yang bangkit di tengah-tengah kita. Oleh karena itu, melalui perayaan Ekaristi ini kita harus merasakan dan mengalami kehadiran Kristus yang bangkit itu di tengah-tengah kita, agar iman kita pun diteguhkan dan dimampukan menjadi saksi kebangkitanNya, menjadi saluran berkat Kristus, bagi sesama di sekitar kita.
Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus yang bangkit!
Kisah Injil hari ini menampilkan sebuah pengalaman eksistensial atau pengalaman keberadaan para murid yang meneguhkan dan sekaligus menantang iman mereka. Para murid yang sebelumnya hanya mendengar desas-desus tentang kebangkitan Kristus, kali ini semuanya bisa melihat dengan jelas dan percaya bahwa Kristus memang sungguh telah bangkit dan hadir di tengah-tengah mereka. Kristus yang bangkit itu bukan sj dalam bentuk roh, melainkan dalam bentuk roh dan daging sebagaimana yang mereka lihat dan kenal sebelumnya.
Pengalaman eksistensial atau pengalaman keberadaan adalah sebuah pengalaman yang konkrit, melaluinya seseorang bisa menyimpulkan sesuatu terkait dengan apa yang dialaminya. Manusia dengan bebas akan mempercayai atau tidak mempercayai apa yang dilihat atau dialaminya. Demikian pun dengan pengalaman para murid yang melihat Kristus yang bangkit hadir di tengah-tengah mereka. Walaupun pada mulanya mereka menyangka bahwa mereka melihat hantu, namun pada akhirnya mereka dengan bebas mau percaya bahwa yang kini hadir di tengah-tengah mereka adalah sungguh Kristus yang bangkit, Guru dan Tuhan mereka.
Hari-hari pasca kebangkitan Yesus, selama 40 hari, selalu dipenuhi dengan kisah tentang penampakanNya. Sesungguhnya periode atau masa penampakan Yesus ini sangat kristis bagi iman para rasul. Pertama-tama, para murid dipenuhi kegembiraan karena sungguh melihat Guru yang dicintainya itu telah bangkit. Namun pada sisi lain, logika kemanusiaan atau pemikiran manusiawi tidak dapat menerima adanya realitas kebangkitan dari antara orang mati. Oleh karena itu, penampakan Yesus itu sebenarnya menjadi peneguh dan sekaligus tantangan bagi para murid. Menjadi peneguh karena Yesus yang diandalkan itu hadir dan tetap menyertai mereka setelah kebangkitanNya. Sedangkan menjadi tantangan karena mereka harus mewartakanNya juga kepada orang lain, kepada segala bangsa. Perpaduan antara dua hal ini dalam hati, yaitu peneguhan dan sekaligus tantangan, dapat menjadi konflik iman yang besar jika tidak ditangani dengan baik.
Pengalaman keberadaan para murid, yang percaya bahwa Kristus telah bangkit dan mereka harus mewartakanNya juga kepada orang lain, kepada segala bangsa, sebenarnya adalah bagian dari pengalaman keberadaan/pengalaman iman kita juga.
Setelah merayakan pesta Paskah, pesta kebangkitan Kristus, kita pun pada masa kini harus mengalami peneguhan iman, bahwa Kristus yang bangkit itu tetap hadir dan menyertai perjalanan hidup kita. Dan tidak hanya sampai di situ, tantangan bagi kita pun sama seperti para murid, yaitu harus menjadi saksi Kristus yang bangkit kepada semua orang di sekitar kita.
Umat beriman yang terkasih!
Kita mungkin bisa dengan mudah bergembira ria merayakan pesta Paskah. Namun yang menjadi lebih penting lagi bagi kita sekarang adalah bagaimana bersaksi, mewartakan Kristus yang bangkit itu kepada sesama di sekitar kita, kepada mereka yang hidupnya masih menjauh dari Allah, kepada sesama kita yang seagama tetapi hidupnya menjauh dari Gereja.
Kita perlu belajar dari teladan para murid dalam hal menjadi saksi kebangkitan Kristus yang sejati, yaitu melalui perkataan dan perbuatan yang baik. Para murid, seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama, diwakili oleh Petrus dan Yohanes bersaksi tentang kebangkitan Kristus dengan mengerjakan perbuatan kasih, yaitu menyembuhkan seorang lumpuh. Artinya, mereka menjadi saksi kebangkitan Kristus dengan perbuatan nyata yang bisa dirasakan oleh orang lain. Atau seperti rasul Yohanes sendiri dalam bacaan kedua, bersaksi tentang kebangkitan Kristus melalui nasihatnya yang berwibawa kepada kita tentang apa artinya hidup beriman. Bahwa hidup beriman adalah hidup dengan menghayati ajaran Kristen, melakukan kebenaran dan menuruti perintah yang Yesus ajarkan. Oleh karena itu, jika ada di antara kita yang hanya berkata, “Aku mengenal Allah” atau “Saya beragama Katolik”, tetapi tidak hidup seturut perintah Allah-ajaran Yesus, ia adalah seorang pendusta dan di dalam dia tidak ada kebenaran.
Marilah kita pada setiap perayaan Ekaristi yang kita rayakan, selalu menyadari kehadiran Yesus di tengah-tengah kita, yang meneguhkan iman kita dan sekaligus menantang kita untuk menjadi saksi kebangkitanNya melalui perkataan dan perbuatan kita yang baik sebagai orang Katolik.
Tuhan Yesus yang bangkit memberkati kita sekalian!
(Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: Kis. 3:13-15.17-19
Bacaan II: 1 Yoh. 2:1-5
Bacaan Injil: Luk. 24:35-48
Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Di hari Minggu Paskah III ini kita sekalian diundang untuk merenungkan pengalaman iman para murid yang menyaksikan sendiri Kristus yang bangkit hadir di tengah-tengah mereka, meneguhkan iman mereka dan mengutus mereka untuk menjadi saksiNya kepada segala bangsa. Bagi kita, perayaan Ekaristi yang kita rayakan ini pun adalah tanda kehadiran nyata Kristus yang bangkit di tengah-tengah kita. Oleh karena itu, melalui perayaan Ekaristi ini kita harus merasakan dan mengalami kehadiran Kristus yang bangkit itu di tengah-tengah kita, agar iman kita pun diteguhkan dan dimampukan menjadi saksi kebangkitanNya, menjadi saluran berkat Kristus, bagi sesama di sekitar kita.
Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus yang bangkit!
Kisah Injil hari ini menampilkan sebuah pengalaman eksistensial atau pengalaman keberadaan para murid yang meneguhkan dan sekaligus menantang iman mereka. Para murid yang sebelumnya hanya mendengar desas-desus tentang kebangkitan Kristus, kali ini semuanya bisa melihat dengan jelas dan percaya bahwa Kristus memang sungguh telah bangkit dan hadir di tengah-tengah mereka. Kristus yang bangkit itu bukan sj dalam bentuk roh, melainkan dalam bentuk roh dan daging sebagaimana yang mereka lihat dan kenal sebelumnya.
Pengalaman eksistensial atau pengalaman keberadaan adalah sebuah pengalaman yang konkrit, melaluinya seseorang bisa menyimpulkan sesuatu terkait dengan apa yang dialaminya. Manusia dengan bebas akan mempercayai atau tidak mempercayai apa yang dilihat atau dialaminya. Demikian pun dengan pengalaman para murid yang melihat Kristus yang bangkit hadir di tengah-tengah mereka. Walaupun pada mulanya mereka menyangka bahwa mereka melihat hantu, namun pada akhirnya mereka dengan bebas mau percaya bahwa yang kini hadir di tengah-tengah mereka adalah sungguh Kristus yang bangkit, Guru dan Tuhan mereka.
Hari-hari pasca kebangkitan Yesus, selama 40 hari, selalu dipenuhi dengan kisah tentang penampakanNya. Sesungguhnya periode atau masa penampakan Yesus ini sangat kristis bagi iman para rasul. Pertama-tama, para murid dipenuhi kegembiraan karena sungguh melihat Guru yang dicintainya itu telah bangkit. Namun pada sisi lain, logika kemanusiaan atau pemikiran manusiawi tidak dapat menerima adanya realitas kebangkitan dari antara orang mati. Oleh karena itu, penampakan Yesus itu sebenarnya menjadi peneguh dan sekaligus tantangan bagi para murid. Menjadi peneguh karena Yesus yang diandalkan itu hadir dan tetap menyertai mereka setelah kebangkitanNya. Sedangkan menjadi tantangan karena mereka harus mewartakanNya juga kepada orang lain, kepada segala bangsa. Perpaduan antara dua hal ini dalam hati, yaitu peneguhan dan sekaligus tantangan, dapat menjadi konflik iman yang besar jika tidak ditangani dengan baik.
Pengalaman keberadaan para murid, yang percaya bahwa Kristus telah bangkit dan mereka harus mewartakanNya juga kepada orang lain, kepada segala bangsa, sebenarnya adalah bagian dari pengalaman keberadaan/pengalaman iman kita juga.
Setelah merayakan pesta Paskah, pesta kebangkitan Kristus, kita pun pada masa kini harus mengalami peneguhan iman, bahwa Kristus yang bangkit itu tetap hadir dan menyertai perjalanan hidup kita. Dan tidak hanya sampai di situ, tantangan bagi kita pun sama seperti para murid, yaitu harus menjadi saksi Kristus yang bangkit kepada semua orang di sekitar kita.
Umat beriman yang terkasih!
Kita mungkin bisa dengan mudah bergembira ria merayakan pesta Paskah. Namun yang menjadi lebih penting lagi bagi kita sekarang adalah bagaimana bersaksi, mewartakan Kristus yang bangkit itu kepada sesama di sekitar kita, kepada mereka yang hidupnya masih menjauh dari Allah, kepada sesama kita yang seagama tetapi hidupnya menjauh dari Gereja.
Kita perlu belajar dari teladan para murid dalam hal menjadi saksi kebangkitan Kristus yang sejati, yaitu melalui perkataan dan perbuatan yang baik. Para murid, seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama, diwakili oleh Petrus dan Yohanes bersaksi tentang kebangkitan Kristus dengan mengerjakan perbuatan kasih, yaitu menyembuhkan seorang lumpuh. Artinya, mereka menjadi saksi kebangkitan Kristus dengan perbuatan nyata yang bisa dirasakan oleh orang lain. Atau seperti rasul Yohanes sendiri dalam bacaan kedua, bersaksi tentang kebangkitan Kristus melalui nasihatnya yang berwibawa kepada kita tentang apa artinya hidup beriman. Bahwa hidup beriman adalah hidup dengan menghayati ajaran Kristen, melakukan kebenaran dan menuruti perintah yang Yesus ajarkan. Oleh karena itu, jika ada di antara kita yang hanya berkata, “Aku mengenal Allah” atau “Saya beragama Katolik”, tetapi tidak hidup seturut perintah Allah-ajaran Yesus, ia adalah seorang pendusta dan di dalam dia tidak ada kebenaran.
Marilah kita pada setiap perayaan Ekaristi yang kita rayakan, selalu menyadari kehadiran Yesus di tengah-tengah kita, yang meneguhkan iman kita dan sekaligus menantang kita untuk menjadi saksi kebangkitanNya melalui perkataan dan perbuatan kita yang baik sebagai orang Katolik.
Tuhan Yesus yang bangkit memberkati kita sekalian!
HM Paskah II
“Merenungkan Kembali Sikap Iman Kita”
(Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: Kis. 4:32-35
Bacaan II: 1 Yoh. 5:1-6
Bacaan Injil: Yoh. 20:19-31
Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Pada tanggal 30 April 2000, paus Yohanes Paulus II/St. Yohanes Paulus II mengumumkan agar Gereja Katolik di seluruh dunia merayakan hari Minggu Paskah II sebagai hari Minggu Kerahiman Ilahi. Oleh karena itu, pada hari Minggu ini kita semua diundang untuk tidak takut mendekat kepada Allah agar dapat mengalami kerahimanNya yang tak terselami. Demikian pun dengan para pendosa yang malang, berkat kebangkitan Kristus, Kerahiman Ilahi pun terbuka bagi mereka yang mau menyesal dan bertobat dari perbuatan jahatnya.
Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus yang bangkit!
Bacaan injil yang diperdengarkan kepada kita hari ini mengetengahkan tentang penampakan Yesus yang bangkit kepada para murid. Penginjil Yohanes menekankan peristiwa penampakan ini sebagai sebuah titik balik pembaruan iman para murid. Terutama dengan menyisipkan ceritera tentang Tomas yang tidak mudah percaya sebelum berhadapan langsung dengan Yesus yang bangkit, penginjil Yohanes sebenarnya mau mengajak para murid untuk melihat dan merenungkan kembali sikap imannya.
Tidak mudah percaya begitu saja dengan pelbagai informasi, itulah sikap kritis yang coba ditunjukkan Tomas. Dalam hal ini, Tomas sebenarnya mau mengatakan bahwa ia tidak mau beriman buta, tanpa sebuah pengalaman pribadi yang sungguh-sungguh meneguhkan imannya. Demikian pun halnya dengan informasi tentang kebangkitan Kristus yang diperolehnya dari para murid yang lain. Tomas pun tidak mau percaya begitu saja. Namun meskipun demikian, pada akhirnya ia percaya juga ketika berhadapan langsung dengan Yesus yang bangkit. Dengan pengalaman pribadi ini, Tomas pun menunjukkan pengakuan dan sikap imannya secara tegas bahwa ia percaya, “Ya Tuhanku dan Allahku!”.
Secara spontan saat mendengar kisah tentang Tomas yang tidak mudah percaya tentang kebangkitan Kristus ini, kita mungkin mencelanya sebagai orang yang kurang beriman. Namun, jika kita sendiri yang berada pada posisinya saat itu, mungkin kita pun akan bersikap sama seperti Tomas. Itulah sifat manusiawi kita yang selalu menuntut tanda atau bukti terlebih dahulu sebelum beriman atau percaya. Sikap Tomas ini pun mungkin masih menjadi sikap dari sebagian umat Allah atau sikap kita saat ini. Meskipun dalam Injil tadi Yesus memuji kita, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya”, tetapi benarkah kita yang merenungkan kisah Injil hari ini sudah lebih baik dari Tomas dalam hal beriman? Ataukah kita sama saja dengan Tomas, yang meskipun sudah dibaptis dan menamakan diri pengikut Kristus, tetapi dalam hidup sehari-hari masih suka menuntut tanda atau bukti sebelum percaya atau beriman secara konsisten kepada Tuhan? Seharusnya, jika kita sudah lebih baik dari Tomas dalam hal beriman, maka hal itu harus ditunjukkan dalam kehidupan nyata kita, yaitu rajin beribadah atau berdoa, berpuasa dari sikap atau perbuatan kita yang jahat, dan suka berbuat baik atau berbagi apa yang baik yang kita miliki dengan sesama di sekitar kita yang membutuhkan. Jika perwujudan iman semacam ini sudah kita penuhi, maka bolehlah kita berbangga bahwa kita lebih baik dari Tomas dalam hal beriman. Jika belum, maka marilah kita renungkan lagi pengakuan dan sikap iman kita di hadapan Tuhan.
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus yang bangkit!
Hidup sebagai pengikut Kristus yang sejati, yang sungguh percaya bahwa Kristus telah bangkit, seharusnya menyatukan kita semua dalam suasana sehati dan sejiwa seperti kehidupan jemaat perdana yang dikisahkan dalam bacaan pertama. Kita harus hidup saling memperhatikan satu sama lain. Orang Kristen yang sejati tidak hidup bagi dirinya sendiri, tidak egois, melainkan harus mencontoh Tuhan Yesus sendiri yang rela berbagi hidup dengan kita, demi keselamatan hidup kita. Demikian pun dalam kehidupan menggereja, kita masing-masing harus hidup berbagi dengan sesama di sekitar kita, yang membutuhkan perhatian dan bantuan kita, entah itu secara spiritual maupun secara material. Itulah, perwujudan dari pengakuan atau sikap iman kita yang sesungguhnya sebagai orang Kristen.
Surat pertama Yohanes dalam bacaan kedua pun mengingatkan kita tentang kekuatan iman yang mengalahkan dunia. Artinya, iman yang kita tunjukkan lewat kasih sayang kepada sesama di sekitar kita secara nyata, itulah yang memberi arti atau makna bagi kehidupan kita. Dengan perbuatan iman semacam inilah kita menjadi saksi iman akan Kristus. Dengan demikian, orang Katolik yang hidup hanya mementingkan dirinya sendiri dan menelantarkan sesama di sekitarnya yang membutuhkan bantuan atau pertolongannya, maka sebenarnya ia bukan orang Katolik.
Saudara-saudari, dalam permenungan kita di hari Minggu Paskah II ini, kita pun diundang untuk merayakan Kerahiman Ilahi. Melalui penampakan-penampakanNya kepada Sta. Faustina, Yesus antara lain bersabda, “PutriKu, umumkan kepada seluruh dunia mengenai Kerahiman-Ku yang tak terselami. Aku minta agar Pesta Kerahiman Ilahi menjadi tempat perlindungan dan tempat penampungan untuk semua jiwa, khususnya para pendosa yang malang. Pada hari itu, KerahimanKu yang paling dalam dan lembut terbuka. Aku menganugerahkan samudera rahmat ke atas jiwa-jiwa yang mengunjungi sumber KerahimanKu. Jiwa-jiwa yang mengaku dosa dan menerima Komuni Suci akan menerima pengampunan yang menyeluruh dari dosa dan denda dosanya. Pada hari itu semua gerbang ilahi terbuka dan rahmat akan mengalir keluar. Jangan biarkan jiwa-jiwa takut untuk mendekat padaKu, walaupun dosa-dosa mereka sangat besar. KerahimanKu sangatlah besar, sehingga tidak ada pikiran, baik dari manusia maupun malaikat, yang dapat memahaminya secara keseluruhan di sepanjang segala masa. Semua jiwa yang mengikatkan dirinya padaKu akan memandang kasih dan KerahimanKu untuk selama-lamanya. Umat manusia tidak akan mendapatkan kedamaian sebelum berbalik kepada Sumber KerahimanKu (dikutip dari Buku Catatan Harian St. Faustina, hal. 699).
Umat beriman yang terkasih!
Marilah kita melihat dan merenungkan kembali sikap iman kita. Tuhan Yesus mengundang kita semua untuk tidak takut mendekat padaNya. Janganlah kita tidak percaya lagi, melainkan percayalah! Dia, Tuhan yang kita imani adalah Dia yang Maharahim. Amin.
(Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan I: Kis. 4:32-35
Bacaan II: 1 Yoh. 5:1-6
Bacaan Injil: Yoh. 20:19-31
Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Pada tanggal 30 April 2000, paus Yohanes Paulus II/St. Yohanes Paulus II mengumumkan agar Gereja Katolik di seluruh dunia merayakan hari Minggu Paskah II sebagai hari Minggu Kerahiman Ilahi. Oleh karena itu, pada hari Minggu ini kita semua diundang untuk tidak takut mendekat kepada Allah agar dapat mengalami kerahimanNya yang tak terselami. Demikian pun dengan para pendosa yang malang, berkat kebangkitan Kristus, Kerahiman Ilahi pun terbuka bagi mereka yang mau menyesal dan bertobat dari perbuatan jahatnya.
Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus yang bangkit!
Bacaan injil yang diperdengarkan kepada kita hari ini mengetengahkan tentang penampakan Yesus yang bangkit kepada para murid. Penginjil Yohanes menekankan peristiwa penampakan ini sebagai sebuah titik balik pembaruan iman para murid. Terutama dengan menyisipkan ceritera tentang Tomas yang tidak mudah percaya sebelum berhadapan langsung dengan Yesus yang bangkit, penginjil Yohanes sebenarnya mau mengajak para murid untuk melihat dan merenungkan kembali sikap imannya.
Tidak mudah percaya begitu saja dengan pelbagai informasi, itulah sikap kritis yang coba ditunjukkan Tomas. Dalam hal ini, Tomas sebenarnya mau mengatakan bahwa ia tidak mau beriman buta, tanpa sebuah pengalaman pribadi yang sungguh-sungguh meneguhkan imannya. Demikian pun halnya dengan informasi tentang kebangkitan Kristus yang diperolehnya dari para murid yang lain. Tomas pun tidak mau percaya begitu saja. Namun meskipun demikian, pada akhirnya ia percaya juga ketika berhadapan langsung dengan Yesus yang bangkit. Dengan pengalaman pribadi ini, Tomas pun menunjukkan pengakuan dan sikap imannya secara tegas bahwa ia percaya, “Ya Tuhanku dan Allahku!”.
Secara spontan saat mendengar kisah tentang Tomas yang tidak mudah percaya tentang kebangkitan Kristus ini, kita mungkin mencelanya sebagai orang yang kurang beriman. Namun, jika kita sendiri yang berada pada posisinya saat itu, mungkin kita pun akan bersikap sama seperti Tomas. Itulah sifat manusiawi kita yang selalu menuntut tanda atau bukti terlebih dahulu sebelum beriman atau percaya. Sikap Tomas ini pun mungkin masih menjadi sikap dari sebagian umat Allah atau sikap kita saat ini. Meskipun dalam Injil tadi Yesus memuji kita, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya”, tetapi benarkah kita yang merenungkan kisah Injil hari ini sudah lebih baik dari Tomas dalam hal beriman? Ataukah kita sama saja dengan Tomas, yang meskipun sudah dibaptis dan menamakan diri pengikut Kristus, tetapi dalam hidup sehari-hari masih suka menuntut tanda atau bukti sebelum percaya atau beriman secara konsisten kepada Tuhan? Seharusnya, jika kita sudah lebih baik dari Tomas dalam hal beriman, maka hal itu harus ditunjukkan dalam kehidupan nyata kita, yaitu rajin beribadah atau berdoa, berpuasa dari sikap atau perbuatan kita yang jahat, dan suka berbuat baik atau berbagi apa yang baik yang kita miliki dengan sesama di sekitar kita yang membutuhkan. Jika perwujudan iman semacam ini sudah kita penuhi, maka bolehlah kita berbangga bahwa kita lebih baik dari Tomas dalam hal beriman. Jika belum, maka marilah kita renungkan lagi pengakuan dan sikap iman kita di hadapan Tuhan.
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus yang bangkit!
Hidup sebagai pengikut Kristus yang sejati, yang sungguh percaya bahwa Kristus telah bangkit, seharusnya menyatukan kita semua dalam suasana sehati dan sejiwa seperti kehidupan jemaat perdana yang dikisahkan dalam bacaan pertama. Kita harus hidup saling memperhatikan satu sama lain. Orang Kristen yang sejati tidak hidup bagi dirinya sendiri, tidak egois, melainkan harus mencontoh Tuhan Yesus sendiri yang rela berbagi hidup dengan kita, demi keselamatan hidup kita. Demikian pun dalam kehidupan menggereja, kita masing-masing harus hidup berbagi dengan sesama di sekitar kita, yang membutuhkan perhatian dan bantuan kita, entah itu secara spiritual maupun secara material. Itulah, perwujudan dari pengakuan atau sikap iman kita yang sesungguhnya sebagai orang Kristen.
Surat pertama Yohanes dalam bacaan kedua pun mengingatkan kita tentang kekuatan iman yang mengalahkan dunia. Artinya, iman yang kita tunjukkan lewat kasih sayang kepada sesama di sekitar kita secara nyata, itulah yang memberi arti atau makna bagi kehidupan kita. Dengan perbuatan iman semacam inilah kita menjadi saksi iman akan Kristus. Dengan demikian, orang Katolik yang hidup hanya mementingkan dirinya sendiri dan menelantarkan sesama di sekitarnya yang membutuhkan bantuan atau pertolongannya, maka sebenarnya ia bukan orang Katolik.
Saudara-saudari, dalam permenungan kita di hari Minggu Paskah II ini, kita pun diundang untuk merayakan Kerahiman Ilahi. Melalui penampakan-penampakanNya kepada Sta. Faustina, Yesus antara lain bersabda, “PutriKu, umumkan kepada seluruh dunia mengenai Kerahiman-Ku yang tak terselami. Aku minta agar Pesta Kerahiman Ilahi menjadi tempat perlindungan dan tempat penampungan untuk semua jiwa, khususnya para pendosa yang malang. Pada hari itu, KerahimanKu yang paling dalam dan lembut terbuka. Aku menganugerahkan samudera rahmat ke atas jiwa-jiwa yang mengunjungi sumber KerahimanKu. Jiwa-jiwa yang mengaku dosa dan menerima Komuni Suci akan menerima pengampunan yang menyeluruh dari dosa dan denda dosanya. Pada hari itu semua gerbang ilahi terbuka dan rahmat akan mengalir keluar. Jangan biarkan jiwa-jiwa takut untuk mendekat padaKu, walaupun dosa-dosa mereka sangat besar. KerahimanKu sangatlah besar, sehingga tidak ada pikiran, baik dari manusia maupun malaikat, yang dapat memahaminya secara keseluruhan di sepanjang segala masa. Semua jiwa yang mengikatkan dirinya padaKu akan memandang kasih dan KerahimanKu untuk selama-lamanya. Umat manusia tidak akan mendapatkan kedamaian sebelum berbalik kepada Sumber KerahimanKu (dikutip dari Buku Catatan Harian St. Faustina, hal. 699).
Umat beriman yang terkasih!
Marilah kita melihat dan merenungkan kembali sikap iman kita. Tuhan Yesus mengundang kita semua untuk tidak takut mendekat padaNya. Janganlah kita tidak percaya lagi, melainkan percayalah! Dia, Tuhan yang kita imani adalah Dia yang Maharahim. Amin.
Langganan:
Postingan (Atom)