HM Paskah

“Bangkit Bersama Kristus”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kis. 10:34a.37-43
Bacaan II: Kol. 3:1-4
Bacaan Injil: Yoh. 20:1-9

Kata Pengantar
Umat beriman yang terkasih!
Selamat merayakan pesta Paskah. Selama sepekan yang baru saja lewat, kita semua telah diundang oleh Gereja Kudus untuk merenungkan saat-saat terakhir hidup Sang Juruselamat kita, Yesus Kristus, mulai dari saat Ia memasuki kota Yerusalem, mengadakan perjamuan malam terakhir, menderita sengsara dan wafat, dan kemudian bangkit dengan jaya mengalahkan kuasa dosa dan maut. Dengan mengikuti seluruh prosesi pekan suci ini, kita semua diharapkan membarui kembali iman kepercayaan kita, bahwa Tuhan Yesus adalah puncak dan sumber hidup kita. Oleh karena itu, kita harus hidup taat kepadaNya, dengan mengikuti seluruh pengajaran kudusNya yang diwartakan oleh Gereja sebagai saksi utama Kristus yang sedang berziarah di muka bumi ini.

Renungan
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus yang bangkit!
Selama pekan suci yang baru saja kita lewati, kita sudah disuguhkan dengan pelbagai kisah saat-saat akhir hidup Sang Juruselamat kita, Yesus Kristus. Pesan demi pesan kita petik untuk pembaruan kehidupan beriman kita, yaitu mulai dari teladan kepemimpinanNya saat memasuki kota Yerusalem pada hari Minggu Palma untuk menunaikan tugas akhir perutusanNya dengan gagah berani di kota itu; dilanjutkan dengan perjamuan malam terakhir sebagai kenangan akan Dia/Ekaristi pada hari Kamis Putih dengan pesan utama untuk saling melayani; kurban salib pada hari Jumat Agung sebagai ungkapan kasihNya yang tak terperikan bagi keselamatan hidup kita; dan pada akhirnya, dengan kebangkitanNya yang mulia pada pesta Paskah ini, kita diingatkan untuk beriman, bahwa kita memiliki jaminan kehidupan yang kekal berkat kebangkitanNya. Oleh karena itu, dari semua pesan-pesan itu, kita semestinya sadar bahwa Tuhan Yesus sungguh mengasihi kita. Kita tak mampu membalas kasih sayangNya yang sempurna kepada kita. Dengan mengasihi kita sehabis-habisnya, melalui pengurbanan diriNya, Tuhan Yesus hanya minta satu hal ini dari kita, yaitu kita pun harus bangkit bersamaNya, bangkit dari kelesuan hidup beriman kita.

Saudara-saudari terkasih!
Dengan merayakan kebangkitan Tuhan Yesus, kita diajak untuk berdiri lagi dan mulai melangkah dengan pasti melawan keterpurukan hidup yang disebabkan oleh dosa-dosa kita. Kita harus bertobat, dengan masuk ke dalam makam seperti Maria Magdalena, Petrus dan Yohanes untuk mengalami dan melihat kubur kosong dan percaya bahwa Tuhan sudah bangkit sebagai sumber kekuatan hidup beriman kita.

Ada sebuah ceritera tentang keledai milik seorang petani yang jatuh ke dalam sumur. Hewan itu menangis selam berjam-jam, sementara petani itu memikirkan apa yang harus ia lakukan. Akhirnya, ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur perlu ditimbun karena berbahaya. Dengan demikian, ia berpikir tidak ada gunanya lagi menolong si keledai itu.

Petani itu pun kemudian mengajak para tetangganya untuk datang membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah dan memasukkannya ke dalam sumur. Pada mulanya, ketika keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh ketakutan. Tetapi kemudian semua orang takjub melihat si keledai terdiam.

Setelah beberapa sekop tanah lagi dilemparkan ke dalam sumur, petani itu melihat ke dalam sumur dan tercengang. Walaupun punggung keledai terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah, keledai itu melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu ia menaiki tanah itu.

Sementara para tetangga petani itu terus menuangkan tanah ke atas punggung hewan itu, keledai juga terus mengguncangkan badannya dan melangkah naik. Semua orang terpesona ketika melihat si keledai itu pada akhirnya meloncati tepi sumur dan berlari pergi, menjauh dari sumur itu.

Itulah arti kebangkitan yang sesungguhnya. Ketika wafat dan kebangkitan Yesus memberikan semangat baru bagi kita untuk siap berdiri dan melangkah lagi untuk melawan segala tantangan dunia ini. Sebagaimana keledai yang diceriterakan tadi, yang tidak mau menyerah dengan orang-orang di sekitarnya yang tidak mau memberikannya lagi pengharapan untuk hidup, namun di dalam dirinya sendiri masih ada semangat dan keyakinan untuk melawan keterpurukan itu.

Bagaimana dengan kita? Masihkah kita dengan kebangkitan Yesus mempunyai kekuatan untuk berdiri dan melangkah lagi untuk melawan keterpurukan hidup kita? Masihkah kita lesu dalam hidup beriman dengan bermalas-malasan dalam beribadah?

Dengan mengalami Paskah Yesus Kristus, kita pun diajak lebih jauh untuk memberikan “paskah” kita, kebangkitan kita, bagi mereka yang sedang terpuruk di sekitar kita, bagi mereka yang miskin, tersingkir dan tertindas. Dengan memberikan diri kita bagi yang lain, maka kita pun akan menemukan jati diri kita yang sesungguhnya sebagai sahabat Yesus yang sejati, yang sudah memberikan diriNya sendiri terlebih dahulu sebagai tebusan untuk keselamatan kita. Semoga***




Hari Minggu Palma, Tahun B

“Konsisten Dalam Beriman”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan Injil: Mrk. 11:1-10
               ***
Bacaan I: Yes. 50:4-7
Bacaan II: Flp. 2:6-11
Bacaan Injil: Mrk. 14:1 – 15:47

Renungan Singkat (di luar Gereja)
Umat beriman yang terkasih!
Yesus tidak memasuki kota Yerusalem dengan menunggang kuda perang sebagaimana biasanya dilakukan seorang raja dunia. Ia masuk dengan menunggang seekor keledai untuk memperlihatkan bahwa Dia adalah seorang Pemimpin yang rendah hati. Tuhan Yesus tidak memegahkan diri, sekalipun dia Putera Allah, karena Ia mau memberi contoh kepada kita, bahwa menjadi seorang pemimpin atau seorang yang diberi tugas atau wewenang tertentu berarti harus tampil sederhana dan harus rela menjadi hamba bagi semua orang. Itulah spiritualitas dalam kepemimpinan Katolik. Menjadi seorang pemimpin berarti menjadi hamba bagi sekalian orang yang dilayani.

Selain memberi teladan kepemimpinan sejati, dengan sikap itu Tuhan Yesus sudah mengantisipasi penderitaan dan siksaan yang akan menimpa diriNya di kota itu pada hari terakhir di Minggu yang sama. Di antara mereka yang melambaikan daun-daun palma untuk menghormatiNya dan mereka yang menyerukan, “Hosana Putera Daud, hosanna di tempat tinggi”, barangkali ada yang nanti karena desakan para pemimpin berbalik menghardik Yesus pada hari Jumat Agung, “Buanglah Dia, salibkan Dia!”.

Saudara-saudari terkasih!
Terlihat sekali betapa manusia begitu mudah menjadi plin-plan atau tidak memiliki pendirian dalam hal beriman. Amat disayangkan bahwa tidak banyak perubahan selama 2000 tahun yang telah lewat. Kita selalu plin-plan ketika harus memilih antara Kristus atau barang-barang dunia ini. Dengan menyadari pendirian kita yang kurang teguh atau kerap tidak jelas semacam ini, maka kita seharusnya malu setiap kali kita merayakan Minggu Palma.

Dengan mengenangkan peristiwa Tuhan Yesus memasuki kota Yerusalem dan disambut meriah dengan daun-daun palma di tangan, kita sekalian sekali lagi diminta untuk memurnikan motivasi kita dalam beriman, bahwa kita harus sungguh-sungguh menyambutNya sebagai Raja Kehidupan, Tuhan dan Pengantara kita yang telah menyelamatkan kita dari kebinasaan dosa. Bukan dengan setengah hati, atau bahkan kemudian berbalik seperti khalayak ramai yang berteriak tanpa malu, “Buanglah Dia, salibkan Dia!”. Marilah kita berpendirian dalam beriman, sekali dibaptis menjadi Katolik, maka harus hidup sebagai orang Katolik yang ber-Tuhan, bukan hanya sekadar beragama. Semoga!

Renungan Singkat (di dalam Gereja)
Umat beriman yang terkasih!
Suasana meriah Minggu Palma seakan sirna ketika kita mendengar kisah sengsara dan wafat Yesus Kristus sebagaimana dibacakan dalam passio. Namun bila kita masih punya hati, kita sepantasnya merenung betapa mulia pengorbanan Tuhan Yesus bagi keselamatan hidup kita. Kisah sengsara dan wafatNya di kayu salib adalah kisah kasih yang tak terperikan bagi dunia. SalibNya adalah salib kasih untuk keselamatan kita.

Kita tahu bahwa sesungguhnya kita tidak pantas untuk menerima cinta Allah yang sekian besar itu. Ketika kita memandang salib dan melihat tangan dan kaki Putera Allah terpaku pada salib, yang perlahan-lahan mengalirkan darah dari lambungNya untuk kita, masih adakah yang dapat kita perbuat selain menundukkan kepala dengan penuh rasa malu? Sekalipun kita tidak mengejek dan menghina Dia secara terang-terangan seperti yang dilakukan orang-orang Farisi dan para musuhNya, namun kita telah melakukan secara tidak langsung lewat ketidakpedulian kita, lewat dosa kita yang melawan Allah dan sesama.

Saudara-saudari terkasih!
Pekan Suci yang sudah kita masuki ini akan sungguh-sungguh menjadi satu Minggu yang kudus dan menjadi satu titik awal dalam hidup kita apabila kita menyesali masa lampau kita, dengan bertobat dan mulai menyerahkan diri kita kepada Allah yang penuh kasih. Melalui hidup, penderitaan, kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus, kita sekalian telah diangkat menjadi ahli waris Surgawi. Oleh karena itu, baiklah kita hidup sesuai janji baptis kita, menjadi putera-puteri Allah yang terkasih, demi memperoleh tanah air Surgawi itu. Tuhan Yesus tidak pernah meninggalkan kita. Ia tetap menyertai kita dalam segala situasi hidup kita. Berimanlah dengan teguh! Amin.   


Hari Minggu Prapaskah V, Tahun B

“Memaknai Salib Kasih Kristus”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Yer. 31:31-34
Bacaan II: Ibr. 5:7-9
Bacaan Injil: Yoh. 12:20-33

Kata Pengatar
Umat beriman yang terkasih!
Kita sudah berada di penghujung masa Prapaskah, yaitu hari Minggu Prapaskah V. Dalam bacaan-bacaan suci hari ini kita masih terus diingatkan tentang kebaikan hati Allah yang tak kenal lelah untuk menyelamatkan kita, umatNya, dari kebinasaan dosa. Dengan berbagai cara, pun bahkan dengan mengurbankan PuteraNya sendiri di atas kayu salib, Allah sebenarnya mau memenangkan hati kita untuk beriman total kepadaNya, mempercayaiNya sebagai Allah dan Penjamin hidup yang utama. Namun apa tanggapan atau balasan kita?

Harus diakui bahwa kita seringkali masih lebih suka hidup terpisah dari belas kasih Allah. Kita lebih suka hidup seolah tak ber-Tuhan, mementingkan diri sendiri dan penuh kepura-puraan dalam beragama. Marilah di awal perayaan ekaristi ini, kita menyesali kelalaian dan dosa kita serta mohon ampun di hadapan Allah yang maha belas kasih.

Renungan
Umat beriman yang terkasih!
Nubuat Tuhan yang disampaikan melalui nabi Yeremia seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama hari ini, yaitu mengenai perjanjian baru yang akan diadakan lagi dengan umat Israel, tak lain menunjuk pada perjanjian baru yang diikat dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus. Dialah yang menjadi simbol perdamaian kembali antara Tuhan dan manusia.

Menarik untuk direnungkan bahwa dalam nubuat-nubuat para nabi tentang perjanjian baru yang akan menyelamatkan manusia dari kebinasaan dosa, di sana secara jelas ditekankan bahwa Tuhanlah yang mengambil inisiatif untuk menjalankan misi penyelamatan itu. Tuhan sepertinya tak kenal lelah dan terus mencari cara bagaimana harus memenangkan hati manusia, agar bertobat dan percaya total kepadaNya. Kita mungkin bisa menghitung dari sejak masa Perjanjian Lama sampai masa Perjanjian Baru ada begitu banyak nabi yang diutus Tuhan untuk menyadarkan umat Israel tentang apa yang dikehendaki Tuhan. Pesan Tuhan semuanya bersifat positif, perintah dan laranganNya dimaksudkan untuk kebaikan atau keselamatan hidup manusia. Namun apa tanggapan atau balasan manusia terhadap kemahabaikan Tuhan ini? Umat Israel, pun bahkan kita sendiri yang hidup saat ini, sepertinya acuh tak acuh, tidak sungguh-sungguh menghiraukan kebaikan Tuhan itu. Kita beragama, tetapi dalam praksisnya lebih suka hidup mementingkan diri sendiri, mementingkan hal-hal duniawi, berkata dan berbuat seolah-olah Tuhan tidak ada, tidak mau bertobat dan merasa nyaman saja walau  hidup terpisah dari belas kasih Allah.

Saudara-saudari terkasih! Tuhan Yesus yang menjadi tanda perjanjian baru, yang diutus Allah Bapa untuk mendamaikan kembali kita dengan diriNya, dalam bacaan Injil hari ini angkat bicara tentang kepenuhan waktu, bahwa saatnya telah tiba, Anak Manusia atau Putera Allah dimuliakan.

Secara Ilahi, Tuhan Yesus di dalam diriNya sendiri sudah mulia, karena Dia adalah Putera Allah. Namun, dengan perkataanNya bahwa saatnya telah tiba, Anak Manusia dimuliakan, Tuhan Yesus mau memberitahukan maksud terpenting dari kedatanganNya ke dalam dunia, yaitu untuk menyelamatkan manusia secara paripurna dari kebinasaan dosa. Dia mengibaratkan pengurbananNya bagai biji gandum yang jatuh ke dalam tanah dan mati, agar bisa menghasilkan banyak buah. Pengurbanan bagai biji gandum itulah yang ditunjukkan Yesus melalui jalan salib, sengsara dan wafatNya di kayu salib. Bagi orang Yahudi, Salib mungkin dilihat sebagai aib atau kutukan. Bagi orang Yunani, Salib adalah kebodohan. Demikian juga pola pikir kebanyakan manusia zaman kita, Salib adalah sesuatu yang nirmakna atau sia-sia belaka. Tetapi bagi kita, orang Kristen, Salib adalah Kebijaksanaan Ilahi yang melampaui daya pikir manusia.  

Bagi kita orang Kristen, peristiwa penyaliban Yesus yang sesungguhnya adalah pencurahan Kasih Allah yang tak terkira bagi umat manusia, karena melaluinya semua bangsa manusia ditarik kepada Yesus yang ditinggikan di Salib untuk mengalami keselamatan. Itulah perjanjian baru yang diikat Tuhan selamanya dengan umat manusia, yang meruntuhkan kuasa maut dan membuka pintu kebangkitan untuk kehidupan kekal bagi siapa saja yang percaya dan berserah diri pada belas kasih Allah.

Umat beriman yang terkasih!
Dalam seluruh hidup dan karyaNya, Tuhan Yesus amat peka atas putusnya hubungan manusia dengan Allah, karena kebebalan hati manusia yang tidak menaruh kepercayaan kepada Allah, tidak mau menaati perintah dan laranganNya. Ketidakpercayaan ini menyebabkan manusia berada dalam ancaman kebinasaan total. Namun, dengan pengurbanan diriNya di atas kayu salib, Tuhan Yesus membuka kembali jalan pepulih dan keselamatan bagi manusia. Inilah makna sesungguhnya dari peristiwa Salib, yang seharusnya menjadi warta keselamatan bagi kita, bagi setiap orang yang pikiran dan hatinya masih menjauh dari Allah. Dengan pengurbananNya di atas kayu Salib, Tuhan Yesus telah menjadi pokok atau sumber keselamatan bagi kita semua, seperti ditegaskan murid St. Paulus yang menulis kembali pengajaran gurunya untuk disampaikan kepada orang Ibrani.

Kini kita sudah berada di penghujung masa Prapaskah, yaitu hari Minggu Prapaskah V. Tinggal beberapa hari lagi kita akan memasuki Pekan Suci untuk merenung dengan penuh iman kurban kasih Tuhan Yesus bagi keselamatan hidup kita. Sudahkah kita menyucikan diri untuk memasuki Pekan Suci itu? Ataukah kita masih merasa biasa-biasa saja, lebih menyibukkan diri dengan rutinitas duniawi kita dan merasa nyaman saja hidup terpisah dari belas kasih Allah?

Bagi kita orang Katolik, Gereja menegaskan bahwa hanya mereka yang sungguh-sungguh menyiapkan diri selama masa Prapaskah yang pantas atau layak untuk merayakan Paskah. Itu berarti bahwa hanya mereka yang sungguh-sungguh mengisi masa khusus ini dengan pertobatan, dengan doa, puasa dan sedekah, yang tahu memaknai sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan Yesus sebagai jaminan keselamatan hidupnya.  Oleh karena itu, marilah kita memeriksa diri sekali lagi, sudahkah kita menyiapkan diri untuk memasuki Pekan Suci? Kita diminta membarui diri dengan bertobat dan percaya kepada Injil sebelum masa Prapaskah ini berakhir agar layak merayakan Paskah Tuhan. Semoga***   



Hari Minggu Prapaskah IV, Tahun B

“Belas Kasih Allah Lebih Kuat Daripada Ketidaksetiaan Manusia”
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: 2Taw. 36:14-16.19-23
Bacaan II: Ef. 2:4-10
Bacaan Injil: Yoh. 3:14-21

Kata Pengatar
Umat beriman yang terkasih!
Sejak Perjanjian Lama, belas kasih Allah selalu dinyatakan kepada umatNya, Israel. Belas kasih Allah itu lebih kuat daripada ketidaksetiaan manusia. Demikian pun pada masa Perjanjian Baru, Tuhan Yesus datang ke dunia untuk membuka mata hati kita, supaya kita dapat mengerti siapa diri kita di hadapan Allah, bahwa kita sungguh dikasihi Allah.

Marilah kita menyiapkan diri untuk mendengarkan Sabda Tuhan dan menyambut Tubuh dan Darah Kristus di hari Minggu Prapaskah IV ini, dengan terlebih dahulu menyucikan diri, menyesali kelalaian dan dosa kita di hadapan Tuhan.

Renungan
Umat beriman yang terkasih!
Sejarah bangsa terpilih dalam Perjanjian Lama merupakan bukti jelas mengenai besarnya peran Allah dalam mengatur dunia ini. Ia mengerjakan mukjizat-mukjizat yang luar biasa untuk menghantar umat Israel ke tanah Kanaan, ke negeri yang telah dijanjikan kepada Abraham. Tetapi sepanjang perjalanan dan di tempat-tempat persinggahan, Allah juga memakai musuh-musuh bangsa Israel untuk menunjukkan murkaNya, sehingga bangsa terpilih itu bisa sadar tentang kebergantungan mereka kepada Allah.

Allah menyatakan kemurkaan kepada umat Israel, bangsa pilihanNya, karena mereka seringkali tidak taat kepada perintah dan larangan Allah. Oleh karena itu, umat Israel harus mengalami derita pembuangan sebagai hukuman atas ketidaksetiaan mereka. Tetapi belas kasih Allah memang lebih kuat dari ketidaktaatan umatNya. Setelah umat Israel sadar akan pelanggarannya, Allah pun menunjukkan kerahimanNya melalui pembebasan dari pembuangan. Tercatat beberapa kali umat Israel harus mengalami pembuangan akibat ketidaksetiaan mereka kepada Allah, dan Allah pun terus-menerus mengerjakan perbuatan ajaibNya bagi mereka, yaitu dengan membebaskan mereka dari perhambaan atau perbudakan di negeri pembuangan.   

Ketidaktaatan terhadap perintah dan larangan Allah sebenarnya telah menjadi penyakit yang terus menggerogoti hidup manusia sepanjang zaman. Pada masa Perjanjian Baru, Allah bahkan mengutus anakNya sendiri ke dalam dunia untuk menyelamatkannya dari kebinasaan dosa. Melalui diri PuteraNya, Tuhan kita Yesus Kristus, Allah sebenarnya ingin menyatakan kepada kita bahwa belas kasihNya lebih besar dari ketidaksetiaan kita. Untuk itu, sebagai ungkapan syukur dan terima kasih, kita diminta untuk bertobat dan percaya kepada puteraNya, agar bisa beroleh hidup kekal. Namun bagi mereka yang tidak mau percaya kepada pewartaan Injil Putera Allah, sesungguhnya mereka menghukum dirinya sendiri, karena dengan keputusannya itu mereka memilih hidup dalam kegelapan, hidup tanpa belas kasih Allah.

Saudara, saudari, terkasih!
Yesus datang ke dunia untuk membawa kebenaran tentang hidup manusia, untuk membuka mata hati kita supaya kita dapat melihat dan mengerti dengan jelas siapa diri kita sebenarnya, terutama sisi-sisi gelap kehidupan kita.

-. Dengan melihat bagaimana Yesus berjalan keliling dan berbuat baik kepada semua orang, bagaimana Ia melayani tanpa pamrih, kita dapat mengerti betapa besarnya egoisme dan ingat diri yang ada pada kita.

-. Dengan menyaksikan bagaimana Ia mencari dan mendekati orang dari segala golongan dan lapisan masyarakat, tanpa memandang bulu, kita dapat menyadari betapa kita bersifat tertutup dan suka mendirikan tembok pemisah terhadap orang lain, karena kita penuh prasangka.

-. Dengan memandang dan merenungkan kerelaanNya untuk menjadi manusia, menderita sengsara, pun bahkan wafat di salib dan mengampuni musuh-musuhNya, kita dapat memahami ketulusan cinta Allah dan membandingkannya dengan hati kita yang gampang tersinggung dan sukar berkurban dan mengampuni sesama yang bersalah kepada kita.

Intinya, bila kita merenungkan hidup, pribadi dan perbuatan Yesus, kita sebenarnya memperoleh cahaya untuk menyoroti hidup kita sendiri, agar kita menemukan titik-titik gelap dalam diri kita. Kehadiran Tuhan Yesus di tengah dunia ini hendaknya menyadarkan kita untuk terus menerus membarui diri. Tuhan Yesus tidak datang untuk menghakimi kita, melainkan untuk menyelamatkan kita sebagaimana ditegaskan dalam bacaan Injil tadi. Tuhan Yesus hanya menyoroti kegelapan dan kesalahan kita, agar kita mengerti keadaan kita yang sebenarnya. Dan kalau kita melihat dan menyadari kesalahan itu, kita dapat meminta pengampunan dan pasti akan memperolehnya.  

St. Paulus dalam bacaan kedua tadi juga mengingatkan kita bahwa belas kasih Allah senantiasa terbuka bagi siapa saja. Belas kasih Allah itu merupakan hadiah gratis atau cuma-cuma dari Allah sendiri yang harus dimanfaatkan demi keselamatan hidup kita. Kita sekalian sebenarnya tidak memperoleh cinta Allah itu karena perbuatan-perbuatan baik kita, melainkan karena kemurahan hati Allah yang mau menganugerahkanNya kepada kita. Oleh karena itu, kita tidak perlu memegahkan diri karena perbuatan baik yang kita lakukan, melainkan biarkanlah perbuatan baik itu menjadi sarana bagi Allah sendiri untuk menyatakan kasihNya kepada sesama di sekitar kita.

Umat beriman yang terkasih!
Di masa prapaskah yang hampir berakhir ini, kita sekalian masih diajak secara khusus untuk menemukan kesalahan dan kelemahan kita, menyadari sisi-sisi gelap hidup kita. Dan kalau kita sudah menemukannya, kita diajak untuk mengakuinya agar kita diampuni dan dapat memulai lagi hidup baru, yaitu hidup dalam terang Kristus. Untuk itu, sakramen tobat sangat kita butuhkan di masa prapaskah ini. Dengan menghadiri ibadat tobat dan melakukan pengakuan pribadi, maka kita sebenarnya mendamaikan diri lagi dengan Tuhan dan mau hidup sebagai anak-anak Allah yang memiliki jaminan hidup kekal. Jangan sia-siakan rahmat pengampunan dari Tuhan dalam masa prapaskah ini dan jangan malu untuk mengakui kesalahan kita di hadapan Tuhan, sebab belas kasih Allah lebih kuat daripada ketidaksetiaan kita; belas kasih Allah lebih besar daripada dosa-dosa yang pernah kita perbuat.


Tuhan memberkati kita sekalian!

Hari Minggu Prapaskah III, Tahun B

Jangan Mengingini Milik Sesama Secara Tidak Adil
 (Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Kel. 20:1-17
Bacaan II: 1 Kor. 1:22-25
Bacaan Injil: Yoh. 2:13-25

Kata Pengatar
Umat beriman yang terkasih!
Larangan dan perintah Allah kepada kita, umatNya, sudah jelas tertuang dalam sepuluh perintahNya, yaitu hukum yang telah diberikan melalui nabi Musa. Larangan dan perintah Allah itu rupanya menunjukkan kecenderungan-kecenderungan hati kita, kecenderungan hati manusia untuk melakukan dosa. Salah satu kecenderungan dosa itu adalah penipuan atau manipulasi untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari orang lain; atau keserakahan mengingini milik sesama secara tidak adil.

Marilah kita menyiapkan diri untuk mendengarkan Sabda Tuhan dan merenungkanNya serta menyambut Tubuh-Darah Kristus di hari Minggu Prapaskah III ini, dengan terlebih dahulu mengakui kelalaian dan dosa kita di hadapan Tuhan

Renungan
Umat beriman yang terkasih!
Dalam bacaan pertama tadi kita diingatkan kembali tentang 10 perintah Allah yang harus menjadi pedoman hidup beriman kita. 10 perintah Allah itu, jika diperhatikan, kebanyakan bersifat negatif atau berupa larangan dan hanya sedikit yang bersifat positif atau berupa perintah. Larangan dan perintah Allah itu rupanya menunjukkan dengan jelas kecenderungan-kecenderungan hati kita, kecenderungan hati manusia untuk melakukan dosa. Ada 2 bagian penting yang sebenarnya mau ditekankan melalui 10 perintah Allah itu, yakni tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan dan  hubungan antara manusia dengan sesamanya.

Secara khusus dalam hubungan dengan bacaan Injil tadi, kita sebenarnya diingatkan oleh Tuhan Yesus tentang hubungan antara manusia dengan sesamanya, yaitu larangan mengingini milik sesama secara tidak adil. Tuhan Yesus mengusir pedagang-pedagang yang menjual hewan kurban di pelataran Kenisah dan menjungkir-balikkan meja para penukar uang, karena dalam praktik perdagangan di Kenisah itu terjadi banyak penipuan dan manipulasi untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari para peziarah. Dengan tindakan tegas ini, Tuhan Yesus sebenarnya tidak hanya sebatas mau membersihkan Bait Allah atau Kenisah sebagai tempat atau ruang doa, melainkan lebih daripada itu Ia mau membersihkan ruang batin manusia dari keserakahan dan kejahatan yang justru kerap terjadi di tengah umat yang mengklaim diri beragama, namun hidup seperti tidak ber-Tuhan. Dan untuk menegakkan kembali larangan jangan mengingini milik sesama secara tidak adil, Tuhan Yesus tidak segan-segan berhadapan dengan ancaman orang-orang Yahudi. Untuk mempertanggung-jawabkan kewenanganNya menegur mereka, Tuhan Yesus berkata, “Rombaklah Bait Allah ini dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali”. Dengan pernyataan itu, Tuhan Yesus sebenarnya mau mengatakan bahwa Ia sedikitpun tidak gentar untuk menunjukkan kebenaran kepada mereka, bahkan bila harus mati demi kebenaran itu sendiri. Sebab yang dimaksudkan Bait Allah ialah TubuhNya sendiri. Oleh karena itu, bagi siapa saja yang mau menegakkan kebenaran Tuhan, mentaati larangan dan perintah Tuhan, maka ada jaminan kebangkitan meskipun tubuh fananya harus dikurbankan.        

Umat beriman yang terkasih!
Bagi kita orang Katolik, 10 perintah Allah itu tetap menjadi dasar hukum hidup beriman kita. Meskipun konteksnya, hukum ini diberikan pada masa Perjanjian Lama, namun pada masa Perjanjian Baru, Tuhan Yesus sendiri berkata, “Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi” (Bdk. Mat. 5:18). Demikian pun larangan jangan mengingini milik sesama secara tidak adil, yakni dalam bentuk penipuan atau manipulasi untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari sesama, tetap berlaku sampai sekarang.

Pada masa kita, praktik keserakahan mengingini milik sesama secara tidak adil masih atau bahkan semakin merajalela. Pelakunya bukan orang tak beragama atau ateis, melainkan orang-orang yang seringkali kelihatan alim beragama dan mengaku ber-Tuhan. Kita saksikan dalam berita-berita televisi, para koruptor di negeri ini yang tertangkap KPK. Semuanya beragama, tetapi hidup seperti tak ber-Tuhan, sehingga melakukan praktik penipuan atau manipulasi, merampas hak-hak kesejahteraan sesama untuk kepentingan diri sendiri, keluarga dan golongannya. Itulah berita yang tersiar kepada kita. Tetapi bagaimana dengan praktik-praktik keserakahan penipuan atau manipulasi yang belum tersiar? Ini adalah pertanyaan untuk diri kita sendiri, apakah kita salah satu pelakunya yang secara diam-diam mengingini milik sesama secara tidak adil, atau bahkan telah menjalankan niat itu untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya demi kepentingan pribadi kita?

Tuhan Yesus yang berusaha menegakkan kembali hukum Taurat telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Yahudi pada waktu itu. Atau bahkan tindakanNya dianggap sebagai kebodohan bagi orang-orang bukan Yahudi sehingga Ia kemudian disalibkan. Tetapi bagi kita yang menamakan diri orang Kristen, tindakan Yesus untuk menegakkan larangan dan perintah Allah tetap menjadi kekuatan dan hikmat Allah untuk para pengikutNya, seperti diingatkan St. Paulus dalam bacaan kedua tadi.

Di masa Prapaskah ini kita disadarkan untuk terus mengoreksi diri, membarui hidup, menyesali kelalaian dan dosa yang diperbuat. Juga dalam hubungan dengan praktik-praktik yang kadang atau sering mengingini milik sesama secara tidak adil, kita diminta untuk bertobat. Sebab kita ini adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam diri kita. Janganlah kita mencemariNya dengan praktik-praktik ketidakbenaran dan ketidakadilan. Semoga***