Hari Minggu Biasa XXVI, Tahun A

Allah Berkenan Kepada Umat-Nya Yang Bertobat dan Setia Melakukan Perbuatan Baik
(Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Yeh. 18:25-28 
Bacaan II: Flp. 2:1-11 
Bacaan Injil: Yoh. 21:28-32 

Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan sikap di dalam hidupnya. Dengan kebebasan yang dimilikinya, manusia dapat saja berbuat baik atau jahat. Manusia bisa saja takut akan Tuhan dengan mentaati kehendak-Nya, atau samasekali tidak takut akan Tuhan dan berbuat "semau gue" di dalam hidupnya. Sungguh, manusia memiliki kebebasan penuh untuk menentukan sikap atau pilihan hidup, menjadi orang baik atau orang jahat. 

Dari pihak Allah, Ia akan tetap bersikap adil terhadap kita. Seperti kita dengar dalam bacaan pertama hari ini, tindakan Allah selalu tepat dalam mengadili setiap kebebasan pilihan hidup kita. Tetapi keadilan Allah itu penuh dengan kemurahan hati, tidak seperti pengadilan kita, manusia, yang mengadili hanya pada saat seseorang melakukan kesalahan dan seringkali kurang mengganjari pengampunan terhadap perubahan sikap atau nilai pertobatan seseorang. Pengadilan Allah yang murah hati selalu berpihak pada mereka yang lemah, yang berdosa, sehingga seperti kita dengar di dalam bacaan pertama tadi Tuhan bersabda, "Kalau orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya dan ia melakukan keadilan serta kebenaran, ia akan menyelamatkan nyawanya".

Demikian pun sebaliknya, bagi mereka yang sudah berusaha hidup dengan benar, hidup secara baik di mata Tuhan, diminta untuk tetap setia menghayati kabaikan hidupnya dan memancarkannya kepada sesama di sekitarnya, sehingga bisa menyelamatkan lebih banyak orang karena teladan hidup mereka. Bukannya, kemudian berbalik dan melakukan kecurangan, berbuat tidak benar sampai mati dalam keadaan berdosa. Mereka ini tentu, seperti sabda Tuhan, tidak dapat menyelamatkan nyawanya. Itulah pegadilan atau tindakan Allah yang tepat. Ia akan mengganjari setiap perbuatan dan kebebasan pilihan hidup kita secara pantas.

Mungkin kadang kita tidak mampu memahami tindakan atau pengadilan Allah semacam ini. Namun bagi kita yang sudah berusaha hidup benar dengan mentaati kehendak-Nya, kita diminta untuk tetap setia dengan pola hidup kita. Kita tidak perlu protes atau iri hati terhadap gaya pengadilan Allah yang murah hati. Karena memang demikianlah misi penyelamatan Allah, yaitu tetap merangkul dan menyelamatkan kembali setiap orang berdosa yang mau bertobat dan kembali ke jalan hidup yang benar. 

Secara meyakinkan, gambaran tentang tindakan atau pengadilan Allah yang murah hati tersebut, ditegaskan kembali oleh Yesus, Putera Allah, sendiri seperti yang kita dengar dalam bacaan injil hari ini. 

Yesus mencela atau mengeritik imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi yang merasa diri sudah hidup benar, padahal hidup "semau gue" dan merasa tidak perlu lagi mendengar seruan pertobatan yang dimaklumkan oleh Yohanes Pembaptis. Kata-kata Yesus, kalau sungguh-sungguh kita cerna, sebenarnya sangat mempermalukan mereka,
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai, dan para pelacur akan mendahului kamu masuk Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi, pemungut-pemungut cukai dan para pelacur percaya kepadanya". 

Bayangkan saja kalau kita adalah salah satu dari imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi itu, yang merasa sudah hidup benar. Kita pasti akan merasa tersinggung, bahkan dendam dengan Yesus dan berusaha untuk membunuh-Nya. Tetapi itulah kebenaran yang mau diungkapkan Yesus kepada para imam dan tua-tua bangsa Yahudi itu, dan secara tidak langsung kepada kita juga yang saat ini mendengarkan sabda-Nya. Maksud dari Tuhan Yesus menyampaikan sabda ini adalah untuk mengingatkan setiap kita agar terus membarui diri dalam semangat pertobatan, dan bukannya merasa diri sudah hidup benar sendiri dan tidak memerlukan lagi pertobatan. Kita semua pada dasarnya adalah manusia lemah dan berdosa. Tidak ada satu pun dari antara kita yang tidak pernah melakukan kesalahan di dalam hidup ini. 

Perumpamaan tentang dua orang anak yang melakukan perintah bapaknya secara berbeda untuk pergi bekerja di kebun anggur:
-. Yang pertama/sulung menjawab, "iya", tetapi tidak pergi.
-. Yang kedua/bungsu menjawab, "tidak", tetapi kemudian menyesal dan akhirnya pergi bekerja di kebun anggur bapaknya, adalah juga gambaran tentang sikap kita masing-masing yang seringkali menanggapi secara berbeda Sabda Allah atau kehendak Tuhan di dalam hidup kita.

Ada di antara kita yang kadang terlihat serius mendengarkan Sabda Tuhan, tetapi kemudian tidak melaksanakannya. Tetapi ada juga yang terlihat kurang menghiraukan Sabda Tuhan, tetapi kemudian menyadari bahwa Sabda Tuhan atau kehendak Tuhan yang harus dihayatinya itu adalah demi kebaikan atau keselamatan hidupnya sendiri, mereka ini yang akhirnya bertobat dan hidup jauh lebih baik daripada kita yang terlihat pura-pura serius mendengarkan Sabda Tuhan.

Paus Fransiskus pernah mengeritik gaya hidup kita sebagai orang Kristen yang seringkali tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Paus Fransiskus berkata, "Jauh lebih baik mereka yang kita sebut tidak beragama atau ateis, tetapi hidupnya dipenuhi dengan perbuatan baik, daripada kita yang menamakan diri orang Kristen - orangnya Kristus, tetapi perilaku hidup kita jahat: penuh kebencian, melakukan korupsi, pembunuhan dan banyak tindakan kriminal lainnya".

Kita seharusnya bersikap seperti anak kedua atau anak bungsu dalam bacaan Injil tadi. Kita harus memiliki rasa sesal, mau bertobat, sehingga dengan kesadaran itu kita mau memperbaiki diri, berbuat yang benar, memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah kita perbuat.

Itulah semangat pertobatan yang benar, yang bukan saja dalam kata-kata yang seringkali kita akui dalam perayaan ekaristi, "Saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa...", tetapi juga harus ditunjukkan dalam perubahan sikap, perbuatan nyata mau bertobat dan memperbaiki diri. Semangat pertobatan model inilah yang sangat diperhitungkan dalam pengadilan Allah.

"Lebih baik orang berdosa bertobat dari kesalahannya dan kembali ke jalan hidup yang benar, daripada orang yang merasa diri benar sendiri dan kemudian menjadi sombong serta merasa tidak membutuhkan lagi Sabda Tuhan untuk mengoreksi hidupnya".

Untuk itu, saudara-saudari, umat beriman yang terkasih dalam Kristus, patutlah kita mencamkan nasihat St. Paulus dalam suratnya yang ditujukan kepada jemaat di Filipi, dalam bacaan kedua tadi, sebagai contoh praktis yang bisa kita lakukan untuk menunjukkan pertobatan atau pembaruan hidup kita.

St. Paulus mengingatkan kita juga, "Hendaklah kamu sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau pujian sia-sia. Sebaliknya dengan rendah hati anggaplah orang lain lebih utama daripada dirimu sendiri".

Nasihat St. Paulus ini hendaknya menyadarkan kita untuk bersikap seperti Yesus sendiri, bersikap seperti Allah sendiri, yang selalu berpihak pada kebaikan dan keselamatan umat-Nya.

Jika kita sungguh orang Kristen, orangnya Kristus, kita yang sudah berusaha hidup baik hendaknya tidak menutup diri dan memperhatikan kepentingan diri kita sendiri.

Kita harus keluar dari diri kita sendiri, membawa kebaikan yang kita miliki, untuk dibagikan juga kepada orang lain, sesama di sekitar kita, sehingga mereka juga dapat merasakan berkat Tuhan yang tersalur melalui diri kita.

Perbuatan baik yang kita lakukan, sekecil apa pun, yang kita tunjukkan dengan hati tulus ikhlas, tidak pernah tidak berbuah apa pun untuk diri kita, untuk hidup kita.

Buah dari kebaikan yang kita perbuat, tentu yang utama bagi keselamatan kekal jiwa kita sendiri, dan juga yang tak kalah penting bagi kehidupan kita yang sementara di dunia ini, adalah kita bisa merasakan apa artinya kebahagiaan - Joyfull, karena kita bisa menjadikan hidup kita lebih bermakna, menjadi lebih berarti bagi orang lain, bagi sesama di sekitar kita.

Mungkin ada dari antara kita yang belum merasakan apa itu kebahagiaan dalam hidup ini. Penyebabnya sudah pasti, bahwa kita belum atau kurang berbuat baik dalam hidup ini.  Atau mungkin kita merasa sudah berbuat baik, tetapi tak kunjung bahagia juga. Masalah sebenarnya terletak pada motivasi kita saat melakukan perbuatan baik tersebut, yaitu kita masih punya banyak perhitungan, masih mengharapkan balas jasa dari orang yang kepadanya perbuatan baik itu kita tujukan.

Perbuatan baik yang benar adalah kita melakukannya secara tulus ikhlas, tanpa mengharapkan balas jasa apapun. Biarlah Tuhan sendiri yang tahu perbuatan baik apa yang kita lakukan dan pasti Tuhan akan mengganjari kita dengan kelimpahan berkat-Nya.

Saudara-saudari terkasih, marilah kita mengoreksi diri, menanggapi Sabda Tuhan yang sudah kita dengar dalam perayaan ini, dengan memperhatikan perilaku hidup kita, baik atau buruk, dan hendaknya kita terbuka hati untuk membarui diri secara terus-menerus dalam semangat pertobatan yang sejati, agar kita selamat baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Tuhan memberkati kita sekalian.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar