Hari Minggu Biasa XXXII, Tahun A

Menjadi Orang Katolik Yang Bijaksana
(Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Keb. 6:13-17
Mazmur: 63:2.3-4.5-6.7-8
Bacaan II: 1Tes. 4:13-18
Bacaan Injil: Mat. 25:1-13

Umat beriman yang terkasih!
Menjadi orang Katolik yang bijaksana merupakan suatu keharusan apabila kita ingin memperlihatkan kualitas iman dan hidup kita yang sesungguhnya. Dengan menjadi orang Katolik yang bijaksana, kita tidak akan lagi hanya berkata-kata tentang iman kita, melainkan lebih dari itu, kita akan menunjukkan makna di balik kata-kata itu, makna di balik iman Katolik yang kita hayati dalam hidup ini. 

Kita mungkin bertanya, mengapa kebijaksanaan itu penting? Mengapa kita harus memiliki kebijaksanaan? Akankah kebijaksanaan itu bermanfaat untuk menata hidup, atau paling tidak sekadar membuat hidup kita lebih terarah?

Kebijaksanaan memang penting, bahkan sangat penting. Sebab hidup ini selalu penuh dengan keputusan. Seperti apa diri kita saat ini adalah hasil dari keputusan kita. Menjadi orang sukses atau belum sukses samasekali, semua itu bisa kita selidiki kembali berdasarkan keputusan-keputusan yang telah kita ambil. Hanya mereka yang diterangi dengan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan-keputusan dalam hidupnya yang bisa memperoleh manfaat atau hasil yang memuaskan dari keputusan-keputusannya. Oleh karena itu, setiap orang atau masing-masing kita wajib memiliki kitab kebijaksanaan di dalam hidupnya. Tujuannya adalah supaya kita dituntun untuk mengambil keputusan-keputusan yang tepat di dalam hidup ini, sesuai dengan hati nurani kita, sesuai dengan jati diri kita sebagai orang Katolik.
***
Tentang kebijaksanaan itu, kita telah mendengar di dalam bacaan pertama hari ini, bagaimana kebijaksanaan berkeliling mencari orang yang patut baginya, dan dengan rela memperlihatkan diri kepada mereka yang mencarinya; kebijaksanaan dijumpai pada tiap-tiap pemikiran mereka.

Dalam pengertian ini, kebijaksanaan itu sebenarnya berada di dekat kita. Hanya saja, apakah kita menginginkannya? Apakah kita mau menemukannya dan mempergunakan kebijaksanaan itu di dalam hidup kita?
***
Kebijaksanaan tidak terletak dalam kata-kata. Kebijaksanaan adalah makna di balik kata-kata, demikian kata seorang penyair masyhur dari Lebanon, Kahlil Gibran. Kebijaksanaan itu adalah sebuah kecerdasan spiritual atau yang melampaui kepintaran kita berkata-kata secara logis. Oleh karena itu, kebijaksanaan selayaknya bersumber dari iman, sebagai suatu bentuk pengungkapan iman. Hanya dengan itu, kita mampu memikirkan dan membuat keputusan yang melampaui kebutuhan kita saat ini.

Orang bijaksana adalah mereka yang mempunyai persiapan untuk hari yang akan datang. Orang yang bodoh, sebaliknya, tidak mempedulikan hal itu. Mereka cukup puas dengan keadaan mereka sekarang ini. “Aku cukup menjadi orang Katolik yang biasa-biasa saja; selama hidupku cukup baik, pergi ke gereja …”. Yang dipikirkan hanyalah masa sekarang ini. Mereka hidup untuk zaman ini dan belum mempersiapkan diri untuk hidup pada zaman yang akan datang.
***
Dalam bacaan injil yang baru saja diperdengarkan kepada kita, Tuhan Yesus mengucapkan sebuah perumpamaan tentang sepuluh gadis yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki; yang limanya bodoh dan yang lima lainnya bijaksana.

Di dalam perumpamaan ini kesepuluh gadis tersebut sama-sama memiliki pelita. Hanya saja yang membedakan mereka adalah yang bodoh tidak membawa persediaan minyak, sedangkan yang bijaksana membawa persediaan minyak. Dengan demikian, ketika sang mempelai terlambat datang, pelita kelima gadis bodoh itu mulai kehabisan minyak. Sedangkan kelima gadis yang bijaksana, yang membawa juga persediaan minyak, tetap tidak mengalami kekurangan minyak saat sang mempelai tiba. Mereka tidak lagi bersusah-susah mencari minyak untuk mengisi pelitanya. Apa sebenarnya yang dimaksudkan Tuhan Yesus melalui perumpamaan ini?

Umat beriman yang terkasih!
Tuhan Yesus sebenarnya mau menekankan melalui perumpamaan ini perbedaan antara orang yang berpikiran bijaksana dan orang yang berpikiran bodoh; antara orang yang berpikiran rohani dan orang yang berpikiran duniawi. Menurut Rasul Paulus, orang yang berpikiran rohani, karena imannya, mengetahui zaman yang akan datang adalah kenyataan hidup yang sebenarnya. Di lain pihak, orang yang berpikiran duniawi hanya tertarik untuk memikirkan masa hidup yang sekarang ini walaupun mereka mengakui dirinya juga sebagai orang Kristen. Bagi orang yang berpikiran duniawi, zaman yang akan datang adalah suatu bayangan yang kabur dan tidak realistis, sehingga mereka tidak mau mempersiapkan diri menyongsong zaman yang akan datang itu.

Dalam hubungan dengan bacaan kedua hari ini, kita diminta untuk memahami arti perumpamaan yang disampaikan oleh Tuhan Yesus ini dengan masa yang akan datang itu, yaitu tentang nasib orang yang sudah meninggal. Atau nasib kita sendiri yang nantinya akan menghadapi kematian.

Banyak orang Kristen tidak begitu peduli dengan hidup setelah kematian. Mereka menyerahkan seluruh perkara ini kepada Tuhan, “Semoga Tuhan akan membawa saya masuk ke dalam Kerajaan Surga”. Saya ingat beberapa tulisan singkat di media sosial atau internet yang berisi kritikan kepada siapa saja yang mengaku diri sebagai orang beriman. Kata-katanya seperti ini, Cita-cita masuk surga. Tapi hari Minggu malas ke Gereja. Memangnya loe punya orang dalam? Atau yang lain lagi, Cita-cita masuk surga. Tapi kalau disuruh pergi duluan ke sana, tidak mau. Ide-ide kecil ini kedengarannya lucu, tetapi sebenarnya mau menggugat kesadaran hidup beriman kita. Entah sadar atau tidak, banyak dari antara kita yang masih beriman duniawi atau berpikiran duniawi. Kita lebih sibuk mengurus hal-hal duniawi, kesalehan duniawi kita saja, sampai lupa menyiapkan hidup kita untuk masa yang akan datang, ketika nanti kita beralih dari dunia fana ini.

Oleh karena itu, umat beriman yang terkasih, bacaan-bacaan suci hari ini mau menyadarkan kita untuk memperbaiki kembali pola pikir kita agar kita menjadi orang Katolik yang bijaksana, yang berpikiran rohani. Yesus tahu bahwa banyak orang hanya peduli untuk masuk Surga saja. Melalui perumpamaan ini, Yesus berusaha menjelaskan bahwa kita tidak akan dapat masuk Kerajaan Allah tanpa memiliki persediaan minyak! Kita tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan-Nya, jika pada waktu hidup kita tidak membuat persiapan untuk zaman yang akan datang. Dengan kata lain, hanya orang yang rohani yang pada akhirnya akan diselamatkan, bukan orang yang masih hidup dalam daging. Kita harus menjadi orang Katolik yang bijaksana, orang Katolik yang berpikiran rohani untuk bisa diselamatkan.

Tuhan memberkati kita sekalian!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar