Menjadi Orang Katolik Yang
Bijaksana
(Pe. Matias da Costa,
SVD)
Bacaan I: Keb. 6:13-17
Mazmur: 63:2.3-4.5-6.7-8
Bacaan II: 1Tes. 4:13-18
Bacaan Injil: Mat. 25:1-13
Umat beriman yang
terkasih!
Menjadi orang Katolik
yang bijaksana merupakan suatu keharusan apabila kita ingin memperlihatkan
kualitas iman dan hidup kita yang sesungguhnya. Dengan menjadi orang Katolik
yang bijaksana, kita tidak akan lagi hanya berkata-kata tentang iman kita,
melainkan lebih dari itu, kita akan menunjukkan makna di balik kata-kata itu,
makna di balik iman Katolik yang kita hayati dalam hidup ini.
Kita mungkin bertanya,
mengapa kebijaksanaan itu penting? Mengapa kita harus memiliki kebijaksanaan?
Akankah kebijaksanaan itu bermanfaat untuk menata hidup, atau paling tidak
sekadar membuat hidup kita lebih terarah?
Kebijaksanaan memang
penting, bahkan sangat penting. Sebab hidup ini selalu penuh dengan keputusan.
Seperti apa diri kita saat ini adalah hasil dari keputusan kita. Menjadi orang
sukses atau belum sukses samasekali, semua itu bisa kita selidiki kembali
berdasarkan keputusan-keputusan yang telah kita ambil. Hanya mereka yang
diterangi dengan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan-keputusan dalam
hidupnya yang bisa memperoleh manfaat atau hasil yang memuaskan dari
keputusan-keputusannya. Oleh karena itu, setiap orang atau masing-masing kita
wajib memiliki kitab kebijaksanaan di dalam hidupnya. Tujuannya adalah supaya
kita dituntun untuk mengambil keputusan-keputusan yang tepat di dalam hidup
ini, sesuai dengan hati nurani kita, sesuai dengan jati diri kita sebagai orang
Katolik.
***
Tentang kebijaksanaan
itu, kita telah mendengar di dalam bacaan pertama hari ini, bagaimana
kebijaksanaan berkeliling mencari orang yang patut baginya, dan dengan rela memperlihatkan
diri kepada mereka yang mencarinya; kebijaksanaan dijumpai pada tiap-tiap
pemikiran mereka.
Dalam pengertian ini,
kebijaksanaan itu sebenarnya berada di dekat kita. Hanya saja, apakah kita
menginginkannya? Apakah kita mau menemukannya dan mempergunakan kebijaksanaan
itu di dalam hidup kita?
***
Kebijaksanaan
tidak terletak dalam kata-kata. Kebijaksanaan adalah makna di balik kata-kata, demikian kata seorang
penyair masyhur dari Lebanon, Kahlil Gibran. Kebijaksanaan itu adalah sebuah kecerdasan
spiritual atau yang melampaui kepintaran kita berkata-kata secara logis. Oleh
karena itu, kebijaksanaan selayaknya bersumber dari iman, sebagai suatu bentuk
pengungkapan iman. Hanya dengan itu, kita mampu memikirkan dan membuat
keputusan yang melampaui kebutuhan kita saat ini.
Orang bijaksana adalah
mereka yang mempunyai persiapan untuk hari yang akan datang. Orang yang bodoh,
sebaliknya, tidak mempedulikan hal itu. Mereka cukup puas dengan keadaan mereka
sekarang ini. “Aku cukup menjadi orang Katolik yang biasa-biasa saja; selama
hidupku cukup baik, pergi ke gereja …”. Yang dipikirkan hanyalah masa sekarang
ini. Mereka hidup untuk zaman ini dan belum mempersiapkan diri untuk hidup pada
zaman yang akan datang.
***
Dalam bacaan injil yang baru saja diperdengarkan
kepada kita, Tuhan Yesus mengucapkan sebuah perumpamaan tentang sepuluh gadis
yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki; yang limanya
bodoh dan yang lima lainnya bijaksana.
Di dalam perumpamaan ini kesepuluh gadis tersebut
sama-sama memiliki pelita. Hanya saja yang membedakan mereka adalah yang bodoh
tidak membawa persediaan minyak, sedangkan yang bijaksana membawa persediaan
minyak. Dengan demikian, ketika sang mempelai terlambat datang, pelita kelima
gadis bodoh itu mulai kehabisan minyak. Sedangkan kelima gadis yang bijaksana,
yang membawa juga persediaan minyak, tetap tidak mengalami kekurangan minyak
saat sang mempelai tiba. Mereka tidak lagi bersusah-susah mencari minyak untuk
mengisi pelitanya. Apa sebenarnya yang dimaksudkan Tuhan Yesus melalui perumpamaan
ini?
Umat beriman yang
terkasih!
Tuhan Yesus sebenarnya mau menekankan melalui
perumpamaan ini perbedaan antara orang yang berpikiran bijaksana dan orang yang
berpikiran bodoh; antara orang yang berpikiran rohani dan orang yang berpikiran
duniawi. Menurut
Rasul Paulus, orang yang berpikiran rohani, karena imannya, mengetahui zaman
yang akan datang adalah kenyataan hidup yang sebenarnya. Di lain pihak, orang
yang berpikiran duniawi hanya tertarik untuk memikirkan masa hidup yang
sekarang ini walaupun mereka mengakui dirinya juga sebagai orang Kristen. Bagi
orang yang berpikiran duniawi, zaman yang akan datang adalah suatu bayangan
yang kabur dan tidak realistis, sehingga mereka tidak mau mempersiapkan diri
menyongsong zaman yang akan datang itu.
Dalam hubungan dengan
bacaan kedua hari ini, kita diminta untuk memahami arti perumpamaan yang
disampaikan oleh Tuhan Yesus ini dengan masa yang akan datang itu, yaitu
tentang nasib orang yang sudah meninggal. Atau nasib kita sendiri yang nantinya
akan menghadapi kematian.
Banyak orang Kristen
tidak begitu peduli dengan hidup setelah kematian. Mereka menyerahkan seluruh
perkara ini kepada Tuhan, “Semoga Tuhan akan membawa saya masuk ke dalam
Kerajaan Surga”. Saya ingat beberapa tulisan singkat di media sosial atau
internet yang berisi kritikan kepada siapa saja yang mengaku diri sebagai orang
beriman. Kata-katanya seperti ini, Cita-cita
masuk surga. Tapi hari Minggu malas ke Gereja. Memangnya loe punya orang dalam?
Atau yang lain lagi, Cita-cita masuk
surga. Tapi kalau disuruh pergi duluan ke sana, tidak mau. Ide-ide kecil
ini kedengarannya lucu, tetapi sebenarnya mau menggugat kesadaran hidup beriman
kita. Entah sadar atau tidak, banyak dari antara kita yang masih beriman
duniawi atau berpikiran duniawi. Kita lebih sibuk mengurus hal-hal duniawi,
kesalehan duniawi kita saja, sampai lupa menyiapkan hidup kita untuk masa yang
akan datang, ketika nanti kita beralih dari dunia fana ini.
Oleh karena itu, umat
beriman yang terkasih, bacaan-bacaan suci hari ini mau menyadarkan kita untuk memperbaiki
kembali pola pikir kita agar kita menjadi orang Katolik yang bijaksana, yang
berpikiran rohani. Yesus tahu bahwa banyak orang hanya peduli untuk masuk Surga
saja. Melalui perumpamaan ini, Yesus berusaha menjelaskan bahwa kita tidak akan
dapat masuk Kerajaan Allah tanpa memiliki persediaan minyak! Kita tidak dapat
masuk ke dalam Kerajaan-Nya, jika pada waktu hidup kita tidak membuat persiapan
untuk zaman yang akan datang. Dengan kata lain, hanya orang yang rohani yang pada
akhirnya akan diselamatkan, bukan orang yang masih hidup dalam daging. Kita
harus menjadi orang Katolik yang bijaksana, orang Katolik yang berpikiran rohani
untuk bisa diselamatkan.
Tuhan memberkati kita
sekalian!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar