“Perjanjian Perdamaian Tuhan
Dan Manusia”
(Pe. Matias da Costa, SVD)
Bacaan
I: Kej. 9:18-15
Bacaan
II: 1Ptr. 3:18-22
Bacaan
Injil: Mrk. 1:12-15
Kata
Pengatar
Umat beriman yang terkasih!
Masa Prapaskah telah dimulai sejak hari
Rabu Abu. Kita sekalian telah menandai diri dengan abu sebagai lambang
penyesalan atas dosa. Di hari ini Minggu Prapaskah I ini, seruan “Bertobatlah
dan percayalah kepada Injil” kembali diperdengarkan kepada kita. Maksudnya,
supaya kita semakin sadar untuk mendamaikan diri dengan Tuhan melalui doa,
puasa dan sedekah atau derma kepada sesama. Kita juga harus percaya bahwa
melalui rahmat Sakramen Pembaptisan yang telah kita terima, dan juga melalui
sakramen-sakramen lainnya yang dirayakan dalam Gereja, kita memiliki jaminan
keselamatan dari Tuhan sendiri. Itulah semangat pertobatan dan kepercayaan
kepada Injil yang harus dibangun secara terus-menerus dan dengan
sungguh-sungguh dalam kehidupan beriman kita.
Marilah kita menyiapkan diri untuk mendengarkan
Sabda Tuhan dan merayakan Perjamuan kudus ini, dengan terlebih dahulu memohon
ampun atas segala kelalaian dan dosa kita di hadapan Tuhan.
Renungan
Umat beriman yang terkasih!
Kita semua tentu pernah mendengar kisah tentang
air bah yang membinasakan umat manusia di muka bumi ini pada zaman nabi Nuh.
Hanya delapan orang yang selamat pada waktu itu, yaitu nabi Nuh dan
anak-anaknya serta beberapa binatang yang diperintahkan Tuhan untuk dibawa
serta naik ke dalam bahtera Nuh.
Peristiwa air bah (great deluge) itu terjadi sekita 4000 tahun yang lalu. Peristiwa
ini merupakan bencana banjir yang luar biasa, yang melenyapkan seluruh dunia. Kisah
air bah ini dianggap sebagai suatu penghukuman Ilahi, di mana Tuhan benar-benar
marah kepada manusia akibat ulah dosa manusia itu sendiri. Orang Yahudi, umat
Kristiani dan juga umat Islam
mempercayai bahwa peristiwa ini benar-benar terjadi. Air bah itu terjadi
40 hari-40 malam lamanya. Air hujan membanjiri seluruh bumi, termasuk
gunung-gunung tinggi sekalipun.
Setelah peristiwa air bah itu, Tuhan
kemudian mengadakan kembali perjanjian dengan mereka yang selamat dari bencana
itu, yaitu nabi Nuh dan anak-anaknya serta binatang-binatang yang dibawa serta
dalam bahtera Nuh. Tuhan memasang busur di langit sebagai tanda perjanjian.
Busur itulah pelangi yang kadang muncul seusai hujan sebagai tanda perjanjian perdamaian
Tuhan dan manusia, bahwa Tuhan tidak akan melenyapkan lagi bumi dengan air bah.
Busur atau pelangi sebagai tanda perjanjian
perdamaian Tuhan dan manusia itu sebenarnya tidak hanya terpasang di langit,
tetapi juga telah nyata hadir di muka bumi ini, yaitu melalui diri Tuhan kita
Yesus Kristus, Putera Allah yang menjadi manusia untuk menyelamatkan kita dari
kebinasaan dosa. Dialah tanda perjanjian perdamaian Tuhan dan manusia yang
sesungguhnya, yang dalam bacaan Injil hari ini menyerukan kepada kita tentang kegenapan
waktu, bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada
Injil.
“Bertobatlah dan percayalah kepada Injil”
adalah kalimat yang sebenarnya sudah sering kita dengar dalam berbagai
kesempatan. Terutama pada hari Rabu Abu yang lalu. Ketika dahi kita diolesi abu
sebagai tanda penyesalan dosa, imam atau pemimpin ibadat juga mengulang
kata-kata Tuhan Yesus ini kepada kita masing-masing, yaitu bertobatlah dan
percayalah kepada Injil. Dan kita dengan pasti menjawab, “Amin”. Itu berarti
kita mau mengatakan, “Ya, saya mau bertobat dan percaya kepada Injil”.
Umat beriman yang terkasih dalam Kristus!
Seruan “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil”
itu menjadi sangat penting bagi kita selama masa Prapaskah ini, karena melaluinya
kita juga sebenarnya diajak untuk mendamaikan diri dengan Tuhan. Dalam hal ini,
kita diingatkan bahwa bukan Tuhan saja yang telah rela mengadakan perjanjian
perdamaian dengan kita, umat manusia, tetapi sebaliknya, kita juga harus rela mengadakan
perjanjian perdamaian dengan Tuhan, yaitu melalui pertobatan kita. Itulah
tanggapan yang sepadan dengan kemurahan hati Tuhan, yang telah berjanji untuk
tidak lagi membinasakan muka bumi dengan air bah sebagaimana kita dengar dalam
bacaan pertama tadi. Oleh karena itu, selama masa Prapaskah ini kita harus
sungguh-sungguh membarui diri, mendamaikan kembali diri kita dengan Tuhan
melalui doa, puasa, dan juga bersedekah atau menolong sesama di sekitar kita.
Air bah yang membinasakan muka bumi pada
zaman nabi Nuh itu telah berlalu, dan bagi kita orang Katolik air bah itu
adalah lambang pembaptisan diri kita sendiri, yang telah menyelamatkan kita
dari kebinasaan maut, seperti diingatkan oleh St. Paulus dalam bacaan kedua
tadi. Untuk itu, kita patut mengucap syukur kepada Tuhan, karena telah
mengadakan perjanjian perdamaian dengan kita secara paripurna melalui diri
PuteraNya, Tuhan kita Yesus Kristus, yang rela menderita sengsara dan wafat di
kayu salib sebagai silih atas segala dosa kita. Bagi kita sekarang, yang
terpenting adalah terus membarui diri.
Dengan
berdoa, kita diminta untuk menyadari kembali hubungan pribadi kita dengan
Tuhan, Pencipta kita. Bahwa kita berasal dari Tuhan dan pada waktunya akan
kembali lagi kepada Tuhan. Oleh karena itu, dengan berdoa atau berkomunikasi
dengan Tuhan, kita senantiasa memohon petunjuk Tuhan; apa yang Tuhan kehendaki
supaya kita perbuat melalui hidup dan karya kita sehari-hari.
Dengan
berpuasa, kita sebenarnya mengoreksi kembali kebiasaan-kebiasaan hidup kita yang
salah atau buruk, supaya diganti dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, yang
bisa mendatangkan kedamaian dan sukacita di dalam hidup kita. Puasa
terbaik menurut Paus Fransiskus adalah sebagai berikut:
-. Puasa mengeluarkan kata-kata yang
menyerang dan ubahlah dengan kata-kata yang manis dan lembut.
-. Puasa kecewa atau tidak puas, dan
penuhilah dirimu dengan rasa syukur.
-. Puasa marah dan penuhi dirimu dengan
sikap taat dan sabar.
-. Puasa pesimis. Penuhilah dirimu dengan
optimisme.
-. Puasa kuatir dan penuhilah dirimu dengan
percaya pada Tuhan.
-. Puasa meratap atau mengeluh dan
nikmatilah hal-hal sederhana dalam kehidupanmu.
-. Puasa stress dan penuhilah dirimu dengan
doa.
-. Puasa dari kesedihan dan kepahitan.
Penuhilah hatimu dengan sukacita.
-. Puasa egois, dan gantilah dengan bela
rasa pada sesama.
-. Puasa dari sikap tidak bisa mengampuni
dan suka balas dendam. Gantilah dengan perdamaian dan pengampunan.
-. Puasalah bicara banyak dan gantilah
dengan keheningan dan sikap siap sedia mendengarkan orang lain.
Dengan
memberi sedekah atau derma, kita diundang menyadari kembali hukum
terutama dalam hidup ini, yaitu
mengasihi Allah dan sesama sebagai satu paket tindakan/perbuatan. Bahwa kita
tidak bisa mengatakan kita ini umat beriman, yang mengasihi Tuhan Allah, tetapi
kemudian mengabaikan sesama di sekitar kita yang membutuhkan uluran tangan
kasih kita secara material maupun spiritual. Ada banyak bentuk sedekah yang
bisa kita berikan selama masa tobat ini, misalnya melalui APP (Aksi Puasa
Pembangunan) untuk keuskupan kita, melalui kerja tobat di Gereja atau di
lingkungan sekitar kita pada setiap hari Jumat selama masa Prapaskah, dengan
mengunjungi keluarga yang sakit, yang tidak mampu, dan memberikan bantuan sesuai
kemampuan kita, dan lain sebagainya yang bisa kita tambahkan.
Umat beriman yang terkasih!
Dengan menjalankan sungguh-sungguh laku
tobat seperti yang dituntut selama masa Prapaskah ini, maka kemudian kita boleh
bergembira menerima/percaya kepada Injil atau Kabar Gembira Tuhan, bahwa
Kerajaan Allah yang sudah dekat itu adalah milik kita juga.
Marilah kita menanggapi ajakan perdamaian
Tuhan, “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” ini dengan penuh komitmen demi
sukacita dan kebahagiaan hidup kita, sekarang dan pada waktu kita kembali ke
dalam KerajaanNya.
Tuhan memberkati kita sekalian! Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar