Hari Minggu Biasa XXV, Tahun A

Rancangan-Ku Bukanlah Rancanganmu
(Pe. Matias da Costa, SVD)

Bacaan I: Yes. 55:6-9
Bacaan II: Flp. 1:20c-24.27a
Bacaan Injil: Mat. 20:1-16a

Umat beriman yang terkasih!
Dalam Perjanjian Lama, setelah kejatuhan manusia pertama, nenek moyang kita Adam dan Hawa, ke dalam dosa, Tuhan Allah kita tidak pernah berputus asa, apalagi lelah untuk menyelamatkan kembali manusia, ciptaan-Nya. Meskipun kenyataan menunjukkan bahwa manusia tetap saja melakukan perbuatan dosa, tetapi Tuhan Allah kita tetap pada rancangan-Nya untuk menyelamatkan manusia.

Seperti kita dengar dalam bacaan pertama, Tuhan Allah kita memiliki rancangan-Nya sendiri terhadap kita, umat-Nya. Rancangan Tuhan itu adalah rencana penyelamatan, pengampunan dosa bagi siapa saja yang mau bertobat dari perbuatan jahatnya. Rencana penyelamatan Allah itu, penebusan dosa umat manusia, kemudian terlaksana dan berpuncak pada misteri inkarnasi, Putera Allah, menjadi manusia, hidup dan karya-Nya, serta wafat dan kebangkitan-Nya, yaitu di dalam diri Tuhan kita Yesus Kristus. Dalam diri Tuhan kita Yesus Kristus, kita melihat dengan jelas wajah Allah kita yang penuh belas-kasih, adil dan maha-pengampun.

Perumpamaan tentang para pekerja yang dibayar upah sama, yaitu sedinar sehari seperti kita dengar dalam bacaan Injil, masih dalam bingkai pemahaman yang sama, yaitu bahwa Tuhan Allah kita memiliki rancangan-Nya sendiri yang kadang tidak mudah untuk dimengerti oleh pemahaman logis kita.

Perumpamaan dalam Injil hari ini sebenarnya menegaskan bahwa belas-kasihan Allah itu adil bagi semua orang. Belas-kasihan Allah itu milik Allah, sehingga kita hanya diminta untuk memahami bahwa bagi Allah, kita semua sama di mata-Nya. Kita tidak perlu iri dengan belas-kasihan Allah.

Perumpamaan ini juga sebenarnya mau membuka mata hati kita untuk melihat bagaimana campur tangan Allah di dalam hidup kita. Pemilik kebun anggur itu adalah Tuhan senidri, yang rela mencari pekerja di setiap waktu, untuk bisa bekerja di kebun anggur-Nya. Pekerja-pekerja yang dijumpai pada setiap waktu itu adalah gambaran tentang pertobatan-pertobatan kita setelah mengalami pengalaman kasih, perjumpaan dengan Allah dalam setiap pengalaman hidup kita. Melalui pengalaman-pengalaman itu, kita akhirnya mau bekerja-sama dengan rahmat Allah, bersedia bekerja di dalam kebun anggur-Nya, sehingga memperoleh keselamatan hidup karena diganjari Allah dengan upah yang setimpal dengan buah pertobatan kita.

Para pekerja yang mengeluh, mempertanyakan belas-kasihan Allah, yang membayar upah yang sama untuk semua pekerja, adalah mereka yang egois, hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Orang-orang seperti itu sebenarnya terjebak dalam "kesombongan rohani", memikirkan keselamatan dirinya sendiri, tidak memiliki toleransi, dan meremehkan keselamatan orang lain. Bahaya "kesombongan rohani" semacam ini seringkali menyelinap juga di dalam diri kita, bahwa kita saja yang bisa diselamatkan oleh Allah. Orang lain tidak! Seperti pada zaman Yesus, "kesombongan rohani" itu bisa kita lihat dalam diri orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat.

Sekali lagi, apabila kita juga terjebak dalam "kesombongan rohani" semacam ini, maka ingatlah bacaan pertama hari ini, tentang sabda Allah, "Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu". Tuhan Allah kita itu adil. Bagi siapa saja yang mau bertobat dari perihal hidupnya yang jahat, pasti akan mendapatkan pula upah keselamatan yang sama dari Allah. Dan Tuhan Allah kita itu selalu setia pada janji-Nya.

Umat beriman yang terkasih!
Untuk kita, nasihat St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi hendaknya serius untuk diperhatikan. St. Paulus berbicara tentang arti hidup baginya, "Bagiku hidup adalah Kristus". Apa maksudnya?

St. Paulus sebenarnya mau mengingatkan kita bahwa memang baik kalau kita bersatu dengan Kristus, dalam arti kita hidup dengan Kristus, mengikuti nasihat-nasihat injil bagi keselamatan diri kita sendiri. Tetapi jika kita masih hidup di dunia ini, maka hendaklah kita juga bekerja memberi buah. "Bekerja memberi buah" berarti hendaklah hidup kita juga berarti bagi orang lain; memanfaatkan potensi diri kita yang sudah bersatu dengan Kristus, memberikan kesaksian hidup untuk orang lain, sehingga dapat menyelamatkan mereka juga untuk bersatu dengan Kristus.

Nasihat St. Paulus ini memang tidak mudah untuk kita turuti apabila kita masih terlalu ingat diri, ingat keselamatan diri kita sendiri, kepentingan diri kita sendiri, dan lupa akan tanggung jawab terhadap sesama kita yang perlu diselamatkan juga. Sebenarnya bagi kita, hanya diperlukan kesadaran untuk memaknai hidup ini agar lebih berarti atau bermakna. Caranya, kita harus menjadi perpanjangan tangan Kristus untuk menyelamatkan lebih banyak orang di sekitar kita.

"Jika kita yang menamakan diri orang Kristen, orangnya Kristus, tetapi cara hidup kita lebih mementingkan kenyamanan diri sendiri, maka sebenarnya kita belum layak menyebut diri sebagai orang Kristen".

Marilah kita memeriksa kembali gaya hidup kita, perbuatan-perbuatan atau tingkah laku hidup kita yang buruk atau jahat, agar kita bertobat dan memperoleh kembali keselamatan hidup. Kita belum terlambat untuk membarui diri kita. Jadikanlah hidup kita lebih berarti atau bermakna bagi orang lain, bagi keluarga kita, dan lingkungan di sekitar kita. Jadilah orang Kristen yang sungguh orangnya Kristus.

Tuhan memberkati kita sekalian.   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar